Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Witan di Lechia, Egy Jilid Dua?

24 September 2021   00:13 Diperbarui: 24 September 2021   00:18 4839 5
Judul di atas adalah pertanyaan yang muncul di pikiran saya, setelah melihat progres awal kiprah Witan Sulaeman di Lechia Gdansk. Seperti diketahui, klub Ekstraklasa Polandia itu merekrut Witan di penghujung bulan Agustus silam.

Sebelumnya, Witan memperkuat Radnik Surdulica, dan sempat beberapa kali tampil bersama tim utama. Sayang, kiprahnya di sana terpaksa berakhir dini, setelah dirinya memutus kontrak bersama klub Serbia itu.

Pertimbangannya, selain karena menit bermain yang terbatas, klub ini sempat tersangkut kasus dugaan pengaturan skor di liga domestik. Jadi, hengkang adalah opsi aman.

Di klub kota pelabuhan Polandia, kedatangan pemain asal Sulawesi Tengah ini memang mampu menarik perhatian. Akun media sosial Lechia Gdansk pun kembali kebanjiran tamu warganet Indonesia, setelah sebelumnya sempat kena "unfollow massal" setelah Egy Maulana Vikri hengkang ke FK Senica (Slovakia).

Sedikit harapan muncul, karena Witan punya sedikit pengalaman bermain di Serbia. Ini jelas berbeda dengan Egy, yang saat bergabung dengan Lechia Gdansk (tiga tahun silam) sama sekali belum pernah bermain di klub Eropa.

Tapi, harapan itu sepertinya bisa menjadi satu keraguan, karena progres awal pemain bernomor punggung 80 ini di Polandia terlihat sangat santai.

Di saat Egy sudah mulai bermain di kasta tertinggi Liga Slovakia, tampil penuh di Piala Slovakia, dan membuat assist, Witan malah baru bermain di laga ujicoba, dan pertandingan tim U-23 klub, yang berkompetisi di kasta keempat.

Situasi ini mirip dengan Egy dulu. Selama tiga tahun di Polandia, senior Witan di SKO Ragunan itu lebih banyak bermain di tim U-23 atau pertandingan ujicoba.

Di tim utama, Si Kelok Sembilan hanya mencatat total 132 menit penampilan. Catatan selama tiga tahun ini bahkan sudah dilampauinya, hanya dalam waktu kurang dari satu bulan sejak pindah ke FK Senica.

Praktis, hal positif yang didapat hanya torehan juara Piala Polandia dan Piala Super Polandia, plus pengalaman di sesi latihan, tim U-23 dan laga ujicoba.

Keraguan soal Witan sendiri juga muncul dari suporter Lechia Gdansk di Polandia dan media setempat. Banyak yang mempertanyakan keputusan klub memboyong pemain kidal ini, karena masih ada talenta muda dari akademi klub, yang dinilai layak promosi ke tim utama.

Memang, eks pemain PSIM Yogyakarta ini masih belum lama bergabung, tapi masih terbatasnya kesempatan bermain di Lechia, membuat keraguan itu kembali muncul.

Apalagi, banyak pihak, termasuk media Polandia, yang menyebut transfer Witan ini hanya bagian dari strategi pemasaran klub. Setelah Egy hengkang, Witan menjadi alat promosi klub yang baru.

Mungkin terdengar kejam, tapi Lechia Gdansk sudah pasti ketagihan "efek" kedatangan pemain asal Indonesia. Maklum, sejak Egy datang, followers di akun media sosial klub meroket tajam. Dari yang tadinya tak sampai 30 ribu followers, saat ini sudah mencapai ratusan ribu.

Traffic media sosial klub pun meningkat signifikan, bersama dengan datangnya sponsor potensial. Praktis, jika tak ada perkembangan berarti setelah ini, Witan sepertinya hanya akan menjadi Egy yang lain di Polandia.

Tentunya, masih ada waktu untuk melihat, apakah Witan bisa mencatat lebih banyak menit bermain di tim utama atau tidak. Jika ternyata nanti tak ada perkembangan, bukan kejutan juga kalau pemain bernomor punggung 80 ini akan hengkang di akhir musim nanti, sebelum kontraknya usai, seperti saat di Radnik Surdulica.

Andai ini yang terjadi, seharusnya pengalaman Egy dan Witan di Lechia Gdansk bisa menjadi referensi paling jelas untuk pemain muda Indonesia di masa depan.

Meski liga Polandia punya akademi bagus dan timnas yang cukup sering tampil di Piala Dunia dan Piala Eropa, kompetisi ini ternyata bukan pilihan bagus untuk pemain Indonesia, yang ingin berkembang dan mendapat banyak kesempatan bermain di tim utama.

Di sisi lain, media kita juga tak perlu berlebihan dalam memberitakan pemain Indonesia yang bermain di sana. Memberitakan pemain yang hanya jadi alat promosi klub adalah satu hal sia-sia.

Kemungkinan ini memang pahit, tapi seharusnya bisa jadi pembelajaran buat PSSI dan pihak terkait, supaya lebih serius dalam mengelola sepak bola nasional.

Jangan sampai, pemain kita hanya jadi katak dalam tempurung di dalam negeri, dan hanya jadi alat promosi di luar negeri. Itu semua hanya bisa dihindari, jika sepak bola nasional punya tata kelola yang berkualitas di semua aspek.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun