Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hobby Pilihan

Menulis dan Salah Kaprah Tentangnya

4 Agustus 2020   19:47 Diperbarui: 4 Agustus 2020   19:49 144 10
Bicara soal menulis, tentu akan membawa serta berbagai perspektif, yang kadang menghasilkan persepsi. Meski begitu, ada juga persepsi yang cenderung salah kaprah dan perlu diluruskan. Salah satunya, menulis, dalam posisinya sebagai hobi dan kemampuan.

Menulis baru bisa dikatakan sebagai sebuah hobi, jika seseorang sudah menemukan rasa nyaman dengannya. Ada rasa senang saat melakukannya, meski tanpa dibayar sepeserpun.

Pada prosesnya, hobi ini akan berkembang menjadi sebuah kemampuan, jika konsisten dibiasakan dan diasah. Ini berlaku untuk siapa saja, termasuk untuk mereka yang dinilai berbakat sekalipun.

Hanya saja, ada salah kaprah, yang kadang mengiringi. Pertama, mereka yang "hobi" menulis akan otomatis dianggap "mampu" menulis. Kedua, mereka yang "mampu" menulis, akan otomatis dianggap mampu belajar lebih banyak, dan mengambil studi lanjut. Padahal, tidak semuanya begitu.

Sebagai sebuah hobi, menulis adalah sebuah wahana bersenang-senang, sambil berproses mengenali diri. Ini merupakan proses menemukan bentuk gaya menulis ideal bagi seseorang.

Di sini, meski pada awalnya bisa saja mengidolakan seorang penulis tenar, ia akan tetap jadi diri sendiri, karena ia sudah menemukan dirinya. Tak ada target atau beban apapun di sini, karena ia memang belum menjadi satu kemampuan.

Jadi, menganggap sebuah hobi, yang belum menjadi sebuah kemampuan, sebagai sebuah kemampuan, adalah satu kesalahan. Bukannya membantu supaya bisa berkembang, ini justru menjerumuskan. Akibatnya, mereka yang "hobi" menulis ini layu sebelum berkembang.

Sebagai sebuah kemampuan, menulis adalah "corong" sekaligus senjata untuk mengekspresikan isi hati dan pikiran seseorang yang memang ingin disampaikan sampai tuntas. Bentuknya bisa berupa analisis dan opini pribadi dalam artikel, atau pesan simbolik dalam karya sastra.

Sebagai sebuah kemampuan, menulis sebetulnya bukan sesuatu yang bisa dijelaskan layaknya rumus matematika. Setiap orang punya gaya dan ciri khas masing-masing. Ada yang memang seorang generalis (mampu menulis berbagai topik berbeda), ada juga yang memang spesialis di topik tertentu.

Pada prosesnya, ada orang-orang yang perlu mengumpulkan referensi sebanyak mungkin sebelum menulis. Ada juga yang perlu waktu untuk menganalisis dan merefleksikan apa yang ingin ditulis, sebelum tertuang dalam rangkaian kata. Memang, ada perpaduan antara keduanya, tapi ini tergolong langka.

Sayang, kemampuan berekspresi ini sering dipersepsikan sebagai "kemampuan untuk belajar secara akademis". Padahal, ini dua hal yang sama sekali berbeda, meski sama-sama perlu daya pikir.

Inilah kenapa tidak semua penulis hebat adalah akademisi jenius, dan seorang akademisi jenius belum tentu bisa menjadi penulis hebat. Buktinya, pernah ada seorang guru besar universitas ternama di Indonesia, yang tersangkut kasus plagiarisme. Kita juga menemukan penulis hebat yang bahkan tak pernah menjadi mahasiswa.

Jadi, daripada memberi persepsi salah kaprah, akan lebih baik jika kita membiarkan setiap proses dalam menulis ini berjalan dengan sendirinya. Dari sini, seseorang akan bisa bertumbuh kembang, tanpa bertemu "pembatas" bernama persepsi salah kaprah. Siapa tahu, ia bisa memberi kontribusi positif, lewat "hobi" dan "kemampuan" nya ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun