Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Umpan Terobos Gemu Fa Mi Re untuk Pesta Rakyat Flores

11 Juli 2012   10:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 6455 1
[caption id="" align="alignright" width="259" caption="Video Klip Gemu Fa Mi Re"][/caption] Gemu Fa Mi Re tampil bak kuda hitam. Bukan terutama digandrungi mulanya oleh nona dan nong itam manis dari wilayah nyiur melambai, Maumere, Sikka. Gemu Fa Mi Re seperti sebuah umpan terobos yang diselesaikan dengan baik oleh para penyerangnya di tengah gempuran Ja’i dan Ikimea dari Ngada, Gawi dari Lio, dan Chacha dari Manggarai.

Fenomena Tarian Daerah

Ja’i mengambil posisi dominan hampir di semua pesta rakyat di daratan Flores. Juga untuk Flores diaspora di mana pun berada. Ja’i menjadi jawaban dari substansi pesta rakyat orang Flores, yaitu bersapa sua dalam persaudaraan dan kebersamaan melalui tarian dan kegembiraan.

Sebelum Ja’i, pilihannya jatuh pada Rokatenda dan Gawi. Sesekali Tandak ala Larantuka menghiasi pesta rakyat Flores. Tetapi, dua tarian ini terasa monoton, tanpa ada eksplorasi gerakan yang lebih variatif. Faktor kebosanan menjenuhkan ragam tarian itu hingga pesta rakyat Flores beralih pada ragam tarian bebas dan imporan.

Chacha yang dihidupi masyarakat Manggarai bertahan dengan grafik yang konstan. Tidak ada kemajuan lebih, kecuali untuk memberikan pilihan lain ketika Gawi dan Rokatenda sudah mengistirahatkan para penari pada pesta rakyat.

Sampai ketika ragam Ja,i dipopulerkan sebagai alternatif tarian kebersamaan dalam sebuah pesta, kerinduan pesta rakyat Flores pun terpenuhi oleh sebuah tarian bersama yang dinamis, variatif, dan energik. Ja’i bukan lagi monopoli pesta adat orang Ngada, melainkan pesta rakyat orang Flores di mana pun berada.

Provokasi Ja,i melahirkan Ikimea. Kedua-duanya memang berasal dari Ngada. Tetapi, Ja’i cenderung mewakili tarian adat orang Bajawa, sedangkan Ikimea adalah tarian adat orang Soa. Kedua-dunya adalah saudara kandung dalam satu teritori kabupaten, yang berhasil dimetamorforsis menjadi tarian pesta rakyat. Ikimea juga sama dinamis, variatif, dan energik. Lalu silih berganti, Ja’i dan Ikimea mengisi ruang pesta rakyat orang Flores dengan tepuk kegembiraan, kebersamaan, dan persaudaraan.

Dengan dua tarian ini, pesta rakyat Flores pun bisa diprediksi. Dimulai dengan Gawi atau Rokatenda, lalu diletupkan oleh Ja’i dan Ikimea. Untuk sekedar ‘turun mesin,’ Chacha akan melantai diselingi dengan dansa, lalu Ja’i dan Ikimea kembali susul menyusul demi meletup-letupkan kebersamaan dan persaudaraan.

Dominasi Musik Populer

Maumere memang punya Rokatenda yang lahir dari kaki-kaki penari di Pulau Palue. Ini tarian muda-mudi yang kemudian diangkat menjadi tarian di pesta rakyat. Biasanya menjadi pembuka pada pesta-pesta rakyat di Flores.

Tetapi Rokatenda sudah sangat lama dan tidak mendapat varian baru yang bisa membuat tarian ini kembali bertengger di puncak pesta rakyat Flores. Lantas, Rokatenda digiring pada pilihan terakhir, sebelum mungkin dilupakan sama sekali kecuali untuk orang Maumere, Sikka.

Ketika daerah-daerah lain ditumpahi lagu-lagu bernuansa kedaerahan, menyatu padu dalam kebersamaan pesta rakyat Orang Flores, lagu musikalitas daerah Maumere, Sikka tenggelam oleh aliran musik populer berbau pop, rock, rap, ska, metal, dan reggae. Musisi dan pemusik Sikka benar-benar melahap reggae seperti musik daerahnya. Demikian juga pop, rock, rap, ska, dan metal berkembang sama cepatnya.

Membersit juga kerinduan, kapan musikalitas kedaerahan orang Maumere, Sikka bisa mempengaruhi ragam tarian pesta rakyat di Flores seperti masa keemasan Rokatenda?

Banyak proyek percobaan yang sudah dilakukan musisi asal Maumere, Sikka. Karena telinga orang Maumere, Sikka sudah terbiasa dengan musik populer, musisi asal Maumere, Sikka menyusupkan syair dan lagu berbahasa daerah ke dalam genre musik populer tersebut. Begitu pun dengan lagu-lagu rakyat Maumere, Sikka. Diaransemen ulang sesuai genre musik populer, seperti pop rock, reggae. Selebihnya, lagu berbahasa daerah Maumere, Sikka didominasi oleh genre musik dangdut melayu, musik gambus, dan slow rock.

Dengan citarasa seperti ini, tidak ada ragam tarian bersama yang lahir dari dan untuk pesta rakyat di Maumere, Sikka. Pesta rakyat itu lebih banyak diisi dengan lagu daerah dengan sentuhan musik populer, lalu dangdut melayu dan gambus. Ragam tarian yang diperagakan kebanyakan berekspresi bebas. Tidak ada pola khusus, ragam khusus, apalagi yang dihasilkan dari aliterasi gerakan tarian adat menjadi tarian pesta rakyat.

Apakah gong waning dan hegong, soka bobu, toja bobu, gareng lameng, misalnya tidak mampu memberikan inspirasi bagi musisi dan pencipta kreasi tarian modern di Maumere, Sikka untuk menelurkan ragam tarian pesta rakyat? Sementara itu, gong waning sendiri mampu mengiringi berbagai jenis irama seperti Todu, Badu Blabat, Glebak, dan Leke. Mengapa tidak lahir irama musik rakyat dari varian gong waning ini?

Gemu Fa Mi Re

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun