Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Perjumpaan Persaudaraan Chulalongkorn dan Paus

23 November 2019   11:43 Diperbarui: 23 November 2019   11:51 18 1
MEDIO 1897, Raja Thailand, Chulalongkorn (Rama V) bertandang ke Vatikan. Ia diterima dengan hangat oleh Paus Leo XIII. Kunjungan ini tercatat dalam sejarah; pertama kali seorang pemimpin negara non Kristen mengunjungi Vatikan dan bersua Paus.

Kala itu, Raja Chulalongkorn sedang berencana membangun fasilitas pendidikan tinggi bagi seluruh warga dari berbagai lapisan, tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, etnis, dan keyakinan atau agama. Visi mulia itu tentu direngkuh oleh Paus Leo XIII.

Dua dekade lepas kunjungan itu, 1917, sebuah universitas berdiri Bangkok, Thailand. Universitas diberi nama 'Chulalongkorn".

Dan Jumat lalu (22/11), Paus Fransiskus berada di Chulalongkorn University, Bangkok. Sejak Rabu (20/11), Paus Fransiskus berada di Thailand untuk mengawali lawatan apostoliknya. Ia berada di Thailand hingga Jumat (22/11). Thailand merupakan negara yang mayoritas warganya memeluk agama Buddha, dengan umat Katolik sekira 400.000 orang. Dari Thailand, Paus akan melanjutkan perjalanan apostoliknya ke Negeri Sakura, Jepang, sampai Selasa (26/11).

Kunjungan ke Thailand ini merupakan lawatan Paus Fransiskus yang ketiga di Asia, dan ke-32 selama masa pontifikalnya. Setelah hampir empat dekade, akhirnya Paus mengunjungi Negeri Gajah Putih ini. Kunjungan terakhir terjadi pada 1984, saat Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Thailand. Selain Thailand, negara di kawasan Asia Tenggara yang pernah dikunjungi Paus Fransiskus adalah Filipina dan Sri Lanka (2014), serta Myanmar dan Bangladesh (2017).

Jumat lalu, di hadapan 18 pemuka agama di Thailand dan sekira 1500 orang, Paus Fransiskus mengatakan bahwa dunia sedang menghadapi aneka tantangan yang kompleks; mulai dari globalisasi, kemajuan teknologi, konflik sipil yang berakibat migrasi, pengungsian, kelaparan, dan perang. "Maka, kerja sama antaragama kian mendesak!" tegasnya.

"Aneka tantangan ini mengingatkan kita bahwa tidak ada wilayah atau sektor apapun yang dapat memandang dirinya sendiri atau masa depannya dalam isolasi atau kebal terhadap orang lain," katanya. "Semua ini mengharuskan kita agar semakin berani dalam merancang cara-cara baru untuk membentuk sejarah zaman tanpa merendahkan atau menghina siapa pun," tambah Paus Fransiskus, seperti dilansir vaticannews.va, (22/11).

Paus Fransiskus kembali menegaskan bahwa logika perjumpaan dan dialog timbal balik adalah jalan untuk merajut sejarah baru. Selain itu, Paus juga menggarisbawahi bahwa perjumpaan dan kerja sama antaragama tak boleh abai terhadap mereka yang miskin, mereka yang kehilangan hak, mereka yang tertindas, sembari menghormati kebebasan beragama dalam semangat solidaritas dan persaudaraan.

Ia juga mengajak kalangan akademik untuk terlibat dalam perjumpaan dan dialog persaudaraan. "Penelitian dan ilmu pengetahuan" kata Paus, "dapat membantu membuka jalur baru untuk mengurangi ketaksetaraan manusia, memperkuat keadilan sosial, menegakkan martabat manusia, mencari cara untuk resolusi konflik yang damai, dan melestarikan sumber daya kehidupan di bumi," tegasnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun