Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Penghargaan Berharga

10 Desember 2015   11:19 Diperbarui: 10 Desember 2015   11:19 94 1
Bayangkan ketika suatu pagi kita bangun dari tidur kita, tiba-tiba ada label harga terpasang pada benda-benda di sekitar kita. Saya membayangkan label harga tersebut terpasang di mana-mana, di baju, celana, underwear, kasur, dan semua benda lain di kamar saya. Ketika saya ke kamar mandi untuk menggosok gigi, label harga tersebut terpasang pada pasta gigi, sikat gigi, dan benda-benda lain yang ada di kamar mandi saya. Hal tersebut terus berlanjut ketika saya keluar dari kamar dan melakukan aktivitas saya hari itu. Label harga tersebut ada di mana-mana! Kita hidup di dalam dunia dimana hampir semua benda yang ada di sekeliling kita mempunyai harga tertentu. Ungkapan ‘Tidak ada yang gratis di dunia ini’ bagi saya adalah ungkapan yang relevan, yang dengan sempurna menggambarkan dunia dimana kita hidup di dalamnya. Penilaian/pemberian harga terhadap suatu benda adalah hal yang lazim dalam dunia kita, selazim aktivitas bernafas yang terus berjalan, dengan atau tanpa kesadaran kita. Seluruh aktivitas kita dalam dunia ini, dari kita lahir sampai kita kembali pada Sang Hidup -jika kita sadari- tenggelam dalam satu pusaran kuat: uang. Pusaran tersebut melatih dan membentuk kita selama tahun-tahun hidup kita dan menjadikan kita ahli menaksir dan memberi nilai pada suatu barang, mengkonsumsinya, mengeksplorasinya untuk mendapatkan nilai maksimal dari barang tersebut, bahkan ‘mengeksploitasinya’ untuk mendapat apa yang menjadi kesukaan kita semua: laba.

Hal yang serupa tapi tak sama, sadar atau tidak, dan tanpa bisa kita elakkan lagi, kita gunakan pada orang-orang, siapa saja yang ada di sekeliling kita. Sepanjang waktu dalam hidup kita, sadar atau tidak, kita membuat penilaian-penilaian tertentu atas orang-orang tertentu dan mengekspresikan penilaian tersebut lewat penghargaan yang kita tunjukkan dengan cara kita memperlakukan orang-orang tersebut. Cara kita menghargai orang lain menempatkan diri kita pada tempat-tempat tertentu, dimana kita memandang kehidupan dengan cara yang berbeda dari masing-masing tempat dimana kita berada. 

Ada sangat banyak orang yang menilai segala sesuatu hanya berdasarkan pada apa yang terlihat/nampak secara fisik dan kemudian membawa pendekatan itu dalam menghargai orang lain. Mereka ada pada tempat yang memberi mereka pandangan bak televisi hitam putih dalam memandang kehidupan dan orang-orang yang ada di dalamnya. Orang yang mempunyai tampilan fisik yang prima, lengkap dengan segala asesoris wah yang melekat padanya mendapat penghargaan yang spesial, orang yang pandai berbicara dan terlihat mempunyai pendidikan tinggi mendapatkan kekaguman yang melambung, orang yang rajin melakukan aktivitas agama dipandang sebagai orang baik bak malaikat, sebaliknya orang yang berpenampilan sederhana, atau bahkan yang terlihat urakan dan ‘kurang sopan santun’ hanya dipandang sebelah mata. Itulah yang lazim terjadi dalam dunia kita, kelaziman yang menahun dan terus berlanjut walaupun kepalsuan telah membuka kedoknya di depan mata kita dan menunjukkan bahwa beberapa dari orang-orang yang nampak serba wah itu ternyata hanyalah penipu belaka, bahkan penindas dan pelahap sesamanya. Itulah ‘televisi hitam’ putih yang memenjarakan banyak jiwa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun