Hal yang serupa tapi tak sama, sadar atau tidak, dan tanpa bisa kita elakkan lagi, kita gunakan pada orang-orang, siapa saja yang ada di sekeliling kita. Sepanjang waktu dalam hidup kita, sadar atau tidak, kita membuat penilaian-penilaian tertentu atas orang-orang tertentu dan mengekspresikan penilaian tersebut lewat penghargaan yang kita tunjukkan dengan cara kita memperlakukan orang-orang tersebut. Cara kita menghargai orang lain menempatkan diri kita pada tempat-tempat tertentu, dimana kita memandang kehidupan dengan cara yang berbeda dari masing-masing tempat dimana kita berada.
Ada sangat banyak orang yang menilai segala sesuatu hanya berdasarkan pada apa yang terlihat/nampak secara fisik dan kemudian membawa pendekatan itu dalam menghargai orang lain. Mereka ada pada tempat yang memberi mereka pandangan bak televisi hitam putih dalam memandang kehidupan dan orang-orang yang ada di dalamnya. Orang yang mempunyai tampilan fisik yang prima, lengkap dengan segala asesoris wah yang melekat padanya mendapat penghargaan yang spesial, orang yang pandai berbicara dan terlihat mempunyai pendidikan tinggi mendapatkan kekaguman yang melambung, orang yang rajin melakukan aktivitas agama dipandang sebagai orang baik bak malaikat, sebaliknya orang yang berpenampilan sederhana, atau bahkan yang terlihat urakan dan ‘kurang sopan santun’ hanya dipandang sebelah mata. Itulah yang lazim terjadi dalam dunia kita, kelaziman yang menahun dan terus berlanjut walaupun kepalsuan telah membuka kedoknya di depan mata kita dan menunjukkan bahwa beberapa dari orang-orang yang nampak serba wah itu ternyata hanyalah penipu belaka, bahkan penindas dan pelahap sesamanya. Itulah ‘televisi hitam’ putih yang memenjarakan banyak jiwa.