Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Rasulullah, Aku (Pura-Pura) Meneladanimu

4 Januari 2015   00:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:52 73 0


Ada satu pertanyaan yang paling kubenci : “Siapa sosok teladanmu?”

Memang terasa mudah jika waktu yang disediakan untuk menjawab teramat singkat hingga tak cukup ada keleluasaan untuk berpikir rasionalitas perbandingan.

Jika waktu itu kira-kira hanya tersedia untuk menghela satu tarikan nafas,

Maka tentu tidak akan tertolak jika suara hati yang diwakili oleh bibir ini berucap : “Muhammad Rasulullah!”

Menjadi kubenci karena tidak terlalu lama setelah itu memberikan efek yang khas.

Tiada yang lebih mampu menyesakkan dada hingga jantung berdegup cepat akibat logika yang mulai menginterverensi jawabanku tadi dengan beragam pertanyaan.

Seakan-akan meminta sebuah pertanggungjawaban.

Diantaranya terdapat symptom pertanyaan yang sedang meletup dalam otak : “Benarkah itu?”

Symptom pertanyaan itu terus berkembang hingga benar-benar menginfeksi pikiranku untuk jatuh dalam keresahan, kesedihan,keterpurukan, karena… MALU!

Sulit dipertanggung jawabkan.

Barisan kisah-kisah panjang Rasulullah mulai menari dan berloncatan acak memenuhi memoriku. Hikmah demi hikmah yang ditelusuri dari apa yang Rasulullah perbuat semakin menambah kerumitan dalam pikiranku.

Jika benar aku meneladanimu, pernahkah sesekali aku mencoba hanyut merasakan kesedihan mendalam macam apa tatkala paman dan istri tercintamu meninggal dunia disaat Engkau sedang membutuhkan dukungan di masa perjuangan dakwah yang sulit?

Sepertinya, aku justru terlalu sibuk mengeluh atas masalah-masalah yang mendera. Bahkan tak jarang aku menangis dan mempertanyakan maksud Allah sebagai bentuk protes keras seakan tidak ada kesedihan yang lebih hebat daripada itu.

Jika benar aku meneladanimu, pernahkah sesekali aku mencoba merasakan simpati macam apa yang Engkau rasakan tatkala memohon kepada Allah atas pengurangan jumlah shalat untuk meringankan umatnya?

Ternyata, aku justru terlalu sibuk dengan segala rutinitasku. Tak jarang aku menunda shalat demi menyelesaikan pekerjaanku. Bahkan aku lebih memilih menikmati kasur dan bantal yang empuk ketimbang Sholat Subuh karena waktu istirahat yang terbatas demi siklus rutinitas.

Jika benar aku meneladanimu, pernahkah sesekali aku mencoba merasakan keikhlasan macam apa yang Engkau rasakan tatkala memaafkan orang-orang yang telah menghina, mencerca, bahkan mencoba membunuhmu untuk menghalangi dakwahmu?

Ah… Nyatanya aku terlalu sibuk untuk menghitung siapa saja yang menurut persepsiku pernah berbuat jahat kepadaku untuk kujauhi dan mendendam. Aku tak peduli seberapa keras ia meminta maaf kepadaku karena kesalahan kecilnya telah membuatakan segalanya.

Aku masih berusaha keras melawan logikaku untuk menyangkal bahwa aku memang tidak berpura-pura meneladani Rasulullah.

Nuraniku kian terguncang ketika kudapati sebuah memori bahwa tahun kelahiranmu pun harus diingatkan oleh tanggal berwarna merah yang terdapat keterangan kecil dipojok kiri bagian bawah bertuliskan : Maulid Nabi Muhammad SAW

Sungguh aku membenci pertanyaan itu hingga tak sadar mendedikasikan sebagian besar hidupku untuk mencari jawaban dengan mengenalmu lagi dan lagi dalam proses yang tak mudah tapi aku harap kelak Engkau mau mengakui-ku sebagai umatmu.

Hingga benar-benar meneladanimu tanpa kepura-puraan…

Teruntuk semua kawan dan sahabat yang sedang mencari jawaban yang sama,

Yoga Widhia Pradhana

@yogawpradhana

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun