Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tinta Emas untuk Usia Emas Plan di Indonesia

2 September 2019   21:20 Diperbarui: 2 September 2019   21:34 88 0


Saya hanya pernah bersama sebelas tahun dari usianya kini mencapai lima puluh tahun. Usia yang bukan lagi muda. Ibarat manusia, usia ini tentulah sangat matang. Diterpa banyak pengalaman pahit maupun manis. Kiprah Plan sampai hari ini tak pernah hilang dari buah bibir. Tak hanya dikenal, tapi selalu dikenang dengan begitu indah sepanjang hayat. Meski tidak untuk semua, tapi kebanyakan yang saya tahu masih sangat melekat kenangan bersama Plan. 


Dua tahun lalu, medio 2017 saya bersama tim dari berbagai negara ke sebuah desa yang sangat terpencil di kabupaten Kupang. Desa Kauniki namanya. Kampung kelahiran Raja Son'bai di pulau Timor. Kami datang untuk belajar di musim panas. Ketika kami berkeliling melihat suasana kampung, masyarakatnya bercerita. Bahwa dahulu kampung ini didampingi oleh sebuah lembaga international. Namanya Plan International. Sontak saya kaget bukan main. Mereka tidak tahu saya pernah kerja di Plan. Tetapi setahu saya, Plan sudah keluar dari kabupaten Kupang kala itu tahun 2010 tanpa program sponsorship. Artinya desa-desa itu sudah tidak didampigi. Tetapi tentu secara naluri mereka masih terikat. 


Mengapa saya kaget? Karena dua tahun lalu itu saja, saat masuk di desa itu, mobil tak bisa lewat karena jalanan yang sangat rusak. Kami harus turun dari bus sebesar itu dan berjalan kaki. Saya bayangkan tahun-tahun silam pendampingan Plan yang begitu lama.  Bagaimana petugas lapangan bisa mengapai desaini, lalu bagaimana mereka tidur tanpa listrik, tanpa sinyal. Dunia tentusangat sunyi dari riuh dan kemacetan informasi. Tetapi membuat saya banggatotal,  mereka masih sangat ingat Plan dan kenang-kenangan yang dibuat bersama. Memang simponi itu selalu indah dalam berbagai rupa. 

Di desa yang lain, selain cerita tadi. Saya bahkan menemukan sendiri setelah berinisiasi mendirikan sebuah sekolah alam di desa Manusak. Dulu desa Pukdale di kecamatan Kupang Timur. Ternyata, beberapa siswa di sekolah alam, adalah anak dari mantan anak dampingan (sponsored child) Plan yang dulu saya masih sempat ikut dampingi. Saya bahagia bukan main. Bukan karena kebetulan itu, tetapi saya merasa bekerja untuk anak itu tak ada habisnya. Tak hilang generasi, meski kita hanya merasa agak sedikit tua. Kala itu  masih mendampingi ibu mereka, dan sekarang dengan nak-anak mereka yang bersekolah. Luar biasa sempitnya dunia ini. Tapi begitulah jalan bagi mereka yang punya satu visi, membangun martabat bangsa. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun