Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Lelaki Bermata Badai

15 Januari 2019   10:36 Diperbarui: 15 Januari 2019   10:38 115 2
Hei pemilik tatap yang selalu ingin melahap matahari,
sampai kapan kau rindu rahim ibumu?
sampai kapan kau gerayangi jalanan demi mengendus-endus aroma ketubanmu yang katamu sirna disedot drakula malam?

Hei pemilik raung yang mengaum memanggil-manggil ayah yang entah!
tak kau tau ayah juga sedang berduka di sorga?
tak kau dengar ia juga mengerang telah membiarkanmu jalang dan menjauhkanmu dari ari-arimu yang dikubur oleh tangannya sendiri?
Ayah kita, yang dulu terlalu sering kau amuk dan rajuk
yang katamu tega membuangmu
dan menjualmu menjadi debu
dan sampah rahim ibu

Lelaki yang kini gemar memaki sorga!
Ku paham repetanmu. Amukanmu
Kutau didih kerinduanmu
Sumpah-serapahmu, cemburumu
padaku. Kami
yang katamu para mencuri cinta ibu-ayahmu.
Rumah kita. Yang pernah paksa kau cicipi

Hei si petapa yang masih rindu mencium telapak kaki ibu
yang pernah memecahkan air ketubanmu
Sudahilah risaumu. Igaumu
tentang suratan tanganmu yang masih ingin kau hapus.

Sarungkan air matamu. Hentikan sumpah-serapahmu atas kami
yang selalu kau tuduh mencuri dekap ibumu.
Ibu kita. Yang kini ubannya sangat mirip nenek buyut kita yang dulu turut membujuk ibu
agar ikhlas melepasmu
terbang. Menjauhi aroma ketubanmu yang belum sempat ngering di lantai papan beralas pandan.

Lelaki latah. Sudahlah. Darah tetaplah darah.
Berhentilah marah. Dan hinggaplah di rumah yang dipilihkan surga untukmu.

Parbaba. 27.11.18

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun