Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Kongres Garam Rakyat, Ikhtiar "Meng-asin-kan" Indonesia

11 Juli 2012   13:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 405 4

Hari ini hingga besok [11-12/7] para petani garam se-Indonesia sedang berkumpul di Bangkalan Madura. Mereka sedang mengikuti Kongres Garam Rakyat (KGR) yang difasilitasi PBNU. Para petani yang berjumlah sekitar 180 peserta datang dari 23 kota/kabupaten mulai sejak Cirebon hingga Kupang, NTT. Saya yang kebetulan hadir tertarik untuk menulis “hiruk-pikuk” petani garam yang sedang menguatkan barisan di pulau garam, Madura ini.

Kongres Garam Rakyat yang baru pertama kali diadakan ini mengambil thema “Menuju Swasembada Garam dan Kesejahteraan Petani Garam Indonesia”. Thema ini menjadi penting karena Indonesia menargetkan “stop impor garam” tahun tahun 2015.

Hadir membuka kongres ini, Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan. Syarif menjelaskan bahwa potensi kelautan di Indonesia merupakan berkah. 2/3 dari wilayah kita adalah laut. Dan pesisir Indonesia –dimana produksi garam dibuat—luasnya nomer 2 setelah Kanada.

Menteri juga menjelaskan bahwa pemerintah sudah membuat road map menuju swasembada garam tahun 2015. Persoalan-persoalan yang membelit para petani garam sudah diupayakan oleh pemerintah melalui support kebijakan maupun anggaran. Pemerintah di tahun 2012 ini menggelontorkan 86 milyar untuk anggaran PUGAR [Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat] bagi 40 kabupaten /229 desa yang menjadi basis pertanian garam.

Secara nasional kebutuhan garam mencapai 3.251.691 ton. Sementara produksi garam nasional hanya 1.113.118 ton. Untuk memenuhi kekurangan harus impor yang besarnya mencapai 2.615.200 ton. Data ini membuat kita miris. Produksi garam nasional justru lebih kecil dari garam yang harus diimpor.

Memang salah satu kelemahan kita terletak pada upaya peningkatan produksi. Sekedar perbandingan saja, Indonesia hanya mampu memproduksi 60-70 ton/hektar/tahun. Bandingkan dengan Australia dan India yang mampu memperoduksi 200 ton/hektar/tahun. Jauhnya tingkat produksi antara Negara kita dengan Australia dan India karena terkait dengan tehnologi yang digunakan. Tehnologi pegaraman kita kalah jauh disbanding 2 negara itu.

Suara Lain

Setelah pembukaan, kegiatan kongres dilanjutkan dengan sarasehan. Dalam sarasehan itu tampil sebagai narasumber dari 3 kementerian yaitu Kelautan dan Perikanan, Perdagangan dan Perekonomian. Kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama Menteri Percepatan Daerah Tertinggal (PDT), Helmi Faisal zaini.

Dalam sarasehan itu terungkap banyak permasalahan yang membelit petani garam. Setidaknya ada 5 aspek yaitu aspek infrastruktur, produksi, tata niaga, kelembagaan, dan permodalan. Dalam soal ini, tentu saja wakil dari pemerintah mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan upaya perbaikan.

Tetapi ketika dialog dibuka dan di luar forum, banyak petani yang memberikan suara lain. Suara yang selama ini didasarkan atas fakta yang dialami mereka sendiri di lapangan. Salah satu contohnya adalah bantuan Pugar. Menurut petani garam dari Sumenep yang hadir dalam acara ini, dana pugar sampai detik ini belum cair. Pada hal pertanian garam sudah memasuki masa panen. Seharusnya dana Pugar turun ketika awal musim pertanian garam. Karena waktu itulah petani garam membutuhkan modal. Sebagai jalan pintas, akhirnya mereka pinjam kepada tengkulak.

Soal tengkulak ini menjadi pembahasan utama, karena inilah salah satu pihak yang ikut mempermainkan harga. Meski ada harga dasar yang telah ditetapkan pemerintah, tetapi faktanya di lapangan garam rakyat dihargai di bawah harga dasar. Misalnya untuk garam KW [kualitas] 1 harga dasarnya 750 ribu per ton tetapi dilapangan bisa di bawah itu.

Kebersamaan Meneguhkan Ikhtiar

Meski kongres garam rakyat yang berlangsung “hanya” 2 hari ini tidak bisa menyelesaikan permasalahan petani garam, tetapi petani garam seperti menemukan momentum untuk meneguhkan diri “meng-asin-kan” Indonesia. Para petani yang datang dari berbagai kota di seluruh Indonesia berkumpul, saling curhat, berbagi pengalaman dan berdiskusi serta memperkuat barisan yang nanti akan diwujudkan dalam bentuk asosiasi.

Mereka seperti terdorong semangatnya untuk mewujudkan swasembada garam di tahun 2015, dimana impor garam –baik untuk kebutuhan konsumsi maupun produksi—benar-benar distop. Madura sebagai pulau garam yang hingga kini menyumbang 50% dari jumlah poduksi garam nasional juga berkemas untuk terus meningkatkan produksi, agar cita-cita swasembada garam di tahun 2015 benar-benar terwujud. Inilah juga mungkin alasannya, kenapa Kongres Garam Rakyat yang baru pertama kali diadakan ini ditempatkan di Madura, sebuah pulau yang makin tidak dikenal sebagai penghasil garam, tetapi saat ini sedang ditegaskan kembali. Semoga ikhtiar meng-asin-kan Indonesia yang dideklarisakan di pulau garam benar-benar terwujud, untuk Indonesia dan untuk kesejahteraan petaninya.

Matorsakalangkong

Pulau Garam, 11 Juli 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun