Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Reynhard Sinaga, Bukti Bahwa Lelaki pun Bisa Menjadi Korban Pemerkosaan

7 Januari 2020   07:51 Diperbarui: 8 Januari 2020   18:14 3669 19
"Rape is the only crime in which  the victim becomes the accused."
-Freda Adler-

Selama berabad lamanya dalam dunia manusia, kita didoktrin bahwa lelaki bisa menjadi buas soal seksualitas. Tingkat kebuasannya bisa bermacam-macam, mulai dari memperistri ribuan perempuan untuk dirinya sendiri, merampas istri orang, mempertaruhkan nyawa ribuan tentara demi menaklukkan perempuan lawan, hingga memerkosa perempuan.

Katanya, lelaki nggak akan pernah puas dengan satu orang pasangan sehingga api dalam tubuhnya melahap perempuan yang bahkan bukan pasangannya.

Dalam dunia modern, kita bahkan dicekoki pemikiran bahwa pemerkosaan pada perempuan terjadi karena si lelaki terpancing birahinya oleh cara perempuan berpakaian.

Sehingga, perempuan dan tubuhnya selalu menjadi bulan-bulanan, bahan candaan, alat pembayaran urusan korupsi alias gratifikasi, alat pertukaran politik, sampai alat untuk menciptakan perang.

Kita nggak pernah bisa memastikan kapan bisa berdamai dan patuh pada satu suara bahwa pemerkosaan harus dihentikan, apapun resikonya: misal menghukum mati pelaku pemerkosaan.

Hingga 2019, di seluruh dunia, angka pemerkosaan masih sangat tinggi. Sebagian besar pelakunya adalah lelaki dan korbannya adalah perempuan.

Di Indonesia, yang rakyatnya begitu bangga menganut budaya timur dan malu-malu kucing melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, angka kekerasan seksual seperti pemerkosaan masih sangat tinggi.

Korbannya bukan hanya perempuan matang dengan tubuh aduhai, bahkan bayi berusia 2 tahun yang secara seksualitas tidak bisa disalahkan. Selagi proses edukasi tentang kekerasan seksual berlangsung di banyak tempat, dengan banyak cara dan menguras waktu, energi dan dana yang tidak sedikit; kasus-kasus pemerkosaan masih saja sering menjadi bahan candaan.

Bahkan budaya memerkosa yang paling ringan seperti menggoda lawan jenis di jalanan masih sering terjadi. Katanya untuk hiburan. Hm, belum tahu dia kalau candaan seksis semacam begitu bisa membuat kepala melayang.

Oke lah, susah memang mendidik kaum lelaki yang diasuh dengan cara yang salah oleh keluarga dan lingkungannya dalam memandang perempuan. Sehingga lelaki selalu memandang dirinya punya privilege untuk menguji kejantanan dengan merendahkan perempuan, sosok yang tak jauh beda dengan perempuan yang telah melahirkannya ke dunia. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun