Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Entah di Mana Dirimu Berada

28 Desember 2020   09:00 Diperbarui: 31 Desember 2020   13:15 107 3


   Rumah sederhana ini semakin memprihatinkan. Atap rumah yang sudah mulai rusak di makan waktu memperlihatkan usia rumah ini. Rumput liar tumbuh dengan pesat di sekeliling rumah menunjukkan bahwa sudah lama tak di huni pemiliknya.

   Rumah berwarna hijau usang yang penuh kenangan. Di sinilah aku menghabiskan masa kecilku sampai remaja. Masa-masa yang dipenuhi rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala tantangan tanpa peduli risikonya.

   Aku langkahkan kakiku bergerak ke sebelah kiri rumah kenangan itu, mencari keberadaan rumah berwarna coklat yang dulu berdiri kokoh di sampingnya. Aku sangat berharap bisa melihat rumah itu lagi beserta penghuninya.

     Wajahku yang diliputi dengan senyuman berubah seketika karena kenyataan yang kulihat pagi ini. Ternyata yang kutemukan tanah kosong dengan sisa-sisa bangunan saja. Rumah coklat itu telah hilang, tak ada lagi rumah tempat tinggal sahabat kecilku, Rini.

      Dulu, ketika aku dimarahi ibu, dengan emosi di dada aku selalu berlari ke rumah Rini untuk mengadu. Sesudahnya Rini pasti bisa menenangkanku dengan berbagai cara.

      Masih teringat jelas, satu kisah istimewa yang melekat di benakku. Waktu aku habis dimarahi ibu karena nilai ulanganku merah. Seperti biasa aku mengadu pada Rini, lalu dia menenangkanku yang berurai air mata dengan es krim coklat yang ada di kulkasnya.

   Begitu banyak kisah yang terukir di antara persahabatanku dengannya. Tak pernah sedikitpun kami bertengkar atau bermusuhan. Rini adalah sahabat yang selalu menemaniku di kala itu. Kami bermain sepeda berkeliling mengitari sawah, bermain ayunan, tertawa dalam segala hal bahkan kami juga pernah kabur berdua waktu ketahuan mau menyolong rambutan di pekarangan rumah Pak Asep, guru kami.

   Aku masih berdiri mematung di depan sisa bangunan bekas rumah Rini dulu. Rini, apa kabarmu sekarang? dimana dirimu berada? Rasanya ingin aku mengingkari penglihatanku saat ini. Aku benar-benar tak percaya. Aku berharap aku dapat ketemu Rini di sini, di kampung aku dilahirkan.

   Ya, sejak papa di pindah tugaskan ke kota, aku meninggalkan Rini. Aku melanjutkan SMA-ku di kota. Hari terakhir aku bersama Rini, itulah hari dimana aku melihat Rini untuk pertama sekali menangis. Tak pernah sekalipun kulihat Rini menitikkan air matanya, Rini anak yang selalu tersenyum jika bersamaku.

    Seiring waktu berjalan, karena proses beradaptasi dengan lingkungan baru dan kegiatan sekolah selama di kota, aku lupa untuk berkirim surat pada Rini. Kami pun kehilangan kontak dan tanpa terasa dua tahun telah berlalu.

    Sekarang papa mengajak ku berlibur ke kampung ini lagi dan aku teringat Rini. Berharap bisa bertemu kembali dan mengulang masa-masa kebersamaan dulu, tapi ternyata sia-sia.

   Aku kehilangan jejak Rini, sahabatku. Aku menghela napas panjang menahan gemuruh di jiwa. Bahuku bergetar menahan tangis yang akan meledak karena tak dapat melihat sosok Rini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun