Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepenggal Dusta Penghias Kebaikan Kecil

17 Februari 2020   13:00 Diperbarui: 21 Agustus 2021   19:32 739 27

Sore menunjukkan pukul empat lewat ketika aku keluar dari kantor dan mulai gerimis. Kakiku tak berhenti terus melangkah karena harus menyeberang jalan menuju tempat pemberhentian bus.
 
Beberapa menit kemudian, hujan turun lebih deras. Semakin kupercepat langkah seraya meletakkan amplop coklat di atas kepala, dengan maksud melindunginya  dari hujan. Lucu, padahal kalau dipikir-pikir tidak ada gunanya toh sekujur badan akan basah, bahkan sebelum aku sampai di tujuan !

Kemudian butiran-butiran air yang turun menjadi lebih besar, ketika tiba-tiba seseorang menegur dari belakang..

“Mbaak," serunya dan memberi isyarat untuk membagikan payungnya kepadaku.

“Terima kasih,” jawabku dan terdiam selama beberapa detik, terkejut oleh tindakan kebaikan dari seseorang yang sama sekali tak kukenal.

“ Aku Rahmat, nama mbak siapa?” tanyanya sesaat setelah seluruh tubuhku sudah berada di bawah payungnya.

Hatiku berkecamuk. Jangan-jangan tawaran payung ini cuma sekedar modus belaka. Ah basi! Aku belum lama mengakhiri hubungan dengan Jojo, masih malas  rasanya menjalin hubungan baru! Walau itu sekedar hubungan pertemanan.

“Namaku Rahmat, mbaknya siapa?” ulangnya, mungkin khawatir aku tidak mendengar karena suara hujan yang semakin deras.

Sementara otak masih terus berputar. Haruskah aku kasih tahu namaku yang sebenarnya kepada seseorang yang baru saja aku kenal?

“Suri! jawabku singkat.

“Mbak Suri mau ke tempat pemberhentian bus di depan situ kan? tanyanya.

“Iya” jawabku sambil berharap dia tidak akan menanyakan kemana arah tujuanku selanjutnya.

“Sama dong, temanku mau jemput, janjian di situ dekat pemberhentian bus biar dia nggak perlu masuk ke dalam”

Mendengar itu aku berharap dia tidak memainkan modus lainnya dengan menawarkan kebaikan untuk mengantarkan aku pulang. Satu hal yang pasti, akan kutolak mentah-mentah!

Tak lama setelah kakiku menginjak halte pemberhentian bus, terlihat bus yang kunanti datang menghampiri. Aku mengacungkan telunjuk kananku ke arah bus itu sekaligus sebagai kode bahwa inilah titik akhir interaksi antara aku dengannya.

“Aku payungi sampai naik bus mbak!” ujarnya.

“Terima kasih, kamu baik sekali!” kataku perlahan.

Dengan cepat kakiku melangkah masuk ke dalam bus. Sekali lagi kuucapkan terima kasih kepadanya. Kalau bukan karena kebaikannya itu aku sudah benar-benar basah kuyup.

Sebelum seluruh tubuhku masuk ke dalam bus, kusempatkan diri menoleh dan melemparkan senyum ke arahnya. Mataku terpaut pada kartu identitas yang tergantung di lehernya, tersemat nama “Tony” di sana.

Hatiku tergelitik, senyumku melebar. Kuraba tag nama yang lupa kucopot sejak keluar kantor tadi. Mumpung ingat, segera kumencopotnya. Ada cipratan air hujan di atasnya. Segera kuhapus cipratan yang membasahi tulisan “Rani” di situ dengan tangan kananku sebelum akhirnya kumasukkan ke dalam tas.

Sesaat setelah duduk, pandanganku melayang keluar jendela bus, tidak lagi kulihat sosok “Rahmat” atau “Tony” atau entah siapa namanya di luar sana. Kemudian pandanganku beralih lurus ke depan.

Ada pelangi. Aku tersenyum lagi. Kecantikan pelangi yang fatamorgana,  mengingatkanku akan sepenggal kebohongan laki-laki yang menghiasi  kebaikan kecilnya di bawah derasnya hujan hari ini.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun