Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

"The Missing Muffins"

28 Desember 2018   12:51 Diperbarui: 28 Desember 2018   22:07 216 1
"Hello! Kalau kamu belum masak untuk berbuka puasa tidak usah repot masak yaa .., siang ini saya sedang membuat spagetti meatball, jangan pergi kemana-mana saya akan membawakannya untukmu!" Ann wanita berusia 90 tahun yang hidup sendiri dan tinggal satu blok dari rumah saya itu menelpon disuatu siang  pada bulan puasa lalu.

Tak ada istilah basa-basi dalam kamus hidupnya, dan jangan sekali-kali berkata 'tidak', karena Ann tidak akan pantang menyerah membujuk hingga akhirnya kita mengatakan 'ya'.

Setelah menerima telpon dari Ann, sayapun menunggu santapan gratis darinya untuk berbuka puasa hari itu. Satu, dua hingga tiga jam saya menanti spagetti meatball yang dijanjikan tidak kunjung tiba. Saya lupa kalau Ann mengidap demensia. Karena sudah kemalaman untuk memasak akhirnya saya hanya menyantap beberapa buah kurma dan mie instant yang memang selalu tersedia  di rumah.

Seminggu kemudian Ann tergopoh-gopoh datang membawa tanaman di pot kecil.
"Ini pohon alpukat untukmu jaga dengan baik yaa" katanya singkat sambil terus ngeloyor pergi. Tanpa basa-basi. Ciri khas Ann

Sesuai dengan pesannya, saya siram pohon itu dengan teratur, bahkan saya sempat bertanya kepada teman tentang cara merawat tanaman alpukat.

Tiga minggu berlalu Ann datang ke rumah saya menanyakan pohon alpukat itu. Saya sangat terkejut, dengan demensia yang dideritanya Ann masih ingat akan tanamannya?
"Jangan khawatir Ann, pohon itu saya rawat dengan baik!" jawab saya penuh bangga.

"Sebaiknya kamu buang saja!" Seru Ann.

"Dibuang? Kenapa harus dibuang?" Tanya saya  kebingungan.

"Karena itu bukan pohon alpukat!" Katanya sambil ngeloyor pergi.  Sekali lagi tanpa basa-basi. Ciri khas Ann.

Sementara saya yang ditinggal pergi cuma geleng-geleng kepala, jadi tanaman apa yang selama ini saya rawat dengan baik, jangan-jangan hanya rumput belaka !

Dua bulan setelah peristiwa alpukat itu Ann menelpon.
" Saya akan membawakanmu Italian Delight, jadi jangan masak malam ini!"

Meski menjawab "ya", belajar dari pengalaman sebelumnya saya tetap memasak untuk makan pada malam itu.  Dan benar saja,  hingga saya selesai makan, Ann tidak kunjung datang. Menjelang malam saat sedang duduk di beranda menikmati secangkir kopi, terlihat Ann berjalan ke arah rumah saya dengan membawa sesuatu.
"Astagfirullah dugaan saya salah, kali ini Ann ingat akan janjinya!" Sesal saya dalam hati.
Namun pas berada didepan rumah, Ann tidak berhenti tapi malah terus berjalan dan baru kemudian berhenti di rumah tetangga sebelah.
Aaah .. kali ini rupanya Ann hanya lupa kepada siapa dia telah berjanji.

Dua hari sebelum Natal kemarin Ann kembali mengetuk pintu rumah saya.

"Mobil tidak bisa di ‘start’ dan  saya  sudah janji akan mengunjungi John hari ini!" Suaranya terdengar sangat panik ditelepon.

John adalah kekasih baru Ann yang berumur 95 tahun dan tinggal di panti jompo. Ann mengunjunginya secara rutin.

"Jangan khawatir Ann, nanti saya akan hubungi teman yang memiliki bengkel mobil, pasti dia tidak keberatan untuk datang mengecek. Saya juga tidak keberatan antar Ann ketempat John." Ujar saya mencoba menenangkannya.

"Oh.. kamu baik sekali. Terima kasih ya!" Serunya kegirangan.

Umur bagi Ann hanya sekedar angka, kunjungan ke spa untuk urusan rambut, kuku dan wajah masih menjadi prioritas utamanya. Dalam perjalanan menuju ke tempat John, telepon genggam Ann berdering. Dengan sigap Ann mengangkatnya,

"Well, Hello Darling! Sabar ya sebentar lagi saya tiba ditempatmu" katanya penuh manja. Rupanya John yang menelpon ingin tahu dimana keberadaan Ann. Sementara saya tersenyum geli, mendengar kata 'darling' keluar dari mulut seseorang yang sudah sepuh.

Setelah selesai kunjungan ke tempat John, saya mengantar Ann kembali pulang.
Sebelum turun dari mobil Ann berkata, " Terima kasih sudah mau mengantarkan, besok saya akan membuat muffin untukmu!"
Tahu kalau tidak mungkin menolaknya, saya hanya tersenyum menggangguk.

Malam menjelang Natal tiba-tiba saya mendengar suara ketukan pintu. Ketika pintu saya buka, Ann sudah berdiri didepan pintu dengan nampan kosong di tangannya.

"Saya sudah membuat muffin untukmu, tapi muffin itu hilang" Ujarnya dengan nada sedih.

" Hilang ? Dimakan atau dicuri?" Saya sedikit berseloroh.

"Saya sudah bersusah payah membuatnya, sekarang semua hilang dan saya tidak tahu dimana" Keluhnya dengan mata berkaca-kaca.

Melihat kesedihan dimatanya, baru saya yakin kalau Ann benar-benar serius. Otak saya pun mulai mengira beberapa kemungkinan yang terjadi pada muffin tersebut,

1. Dimensia yang dideritanya membuat Ann berpikir telah membuat muffin itu, walaupun kenyataan sebenarnya muffin tak pernah dibuat.
2. Ann benar-benar membuat muffin tapi lupa dimana menaruhnya.
3. Muffin itu mungkin menggelinding jatuh diperjalanan dari rumahnya ke rumah saya.

Tidak tega melihat kesedihannya, akhirnya saya putuskan untuk menyelidikinya lebih lanjut. Hitung-hitung belajar jadi detektif.

"Jangan sedih Ann, yuk, kita cari sama-sama" Ajak saya sambil menyalakan lampu senter dari telpon genggam.

Penyorotan lampu senter saya mulai dari pintu depan rumah ke kolong mobil saya,  lanjut ke saluran air didepan rumah, terus berjalan perlahan menyoroti setiap tapak menuju blok jalan tempat Ann tinggal, menyoroti kolong mobilnya, hingga didepan pintu rumah.  Tidak ada terlihat ciri-ciri muffin yang tergelinding jatuh.

Ann menbuka pintu rumah perlahan. Pencarian muffin didalam rumahpun dimulai. Ruang makan, ruang tidur, kamar mandi, lemari-lemari semua saya jelajahi. Hasilnya nihil. Saya mulai kembali meragukan keyakinan saya. Aah.. Ann jangan-jangan memang tidak membuatnya. Namun tiba-tiba ide detektif muncul lagi di otak saya. Kalau Ann benar-benar membuat Muffin, akan ada bekas-bekas adonan di piring kotor yang masih menumpuk di wastafel dapur! 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun