6 Juli 2018 11:04Diperbarui: 12 Juli 2018 07:117680
Aku tidak berharap melihatnya. Tetapi aku tetap saja kasihan padanya. Dia, perempuan itu, cukup tua berdiri bersama para penumpang di bagian belakang. Kerut di wajahnya cukup jelas, membentuk garis-garis di sekitar pipi, sekitar bibir serta di dahinya. Dan rambut putihnya tidak mungkin tak terlihat, bahkan ketika meliriknya saja, hampir sewarna dengan bajunya yang putih. Rambutnya berpotong pendek, mengembang ke samping yang tampak putih, menyisakan sedikit saja warna yang semula hitam. Semakin jelas dan membuatku segan dan kecut untuk melihatnya adalah wajah yang benar-benar pucat dan pandangan mata yang lemah dan kosong. Benar-benar kosong. Tak ada senyum. Bahkan ketika ia menoleh padaku pun tetap dengan mata yang kosong. Seolah ia menyimpan, memendam penderitaan yang ingin dilupakan tapi tetap saja terbawa di pandangannya itu. Sehingga, mau tak mau, aku berpura-pura tak melihatnya. Aku kasihan padanya, tetapi juga tak ingin melihatnya. Apalagi hujan, yang santai saja tanpa bosan dan juga merata mengguyur kota, membuatku semakin merasakan dingin dan semakin kecut. Aku tak bisa membayangkan apa yang pernah terjadi padanya, tak ingin mengalaminya. Bahkan aku berharap jangan ada lagi orang lain mengalaminya.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.