Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Islam dan Budaya Bisnis

5 April 2020   16:36 Diperbarui: 5 April 2020   16:37 210 0
Dari Rafi bin Khadij dia berkata :
"Ada yang bertanya pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam: "Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?" Beliau bersabda, "Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)." (HR. Ahmad, Ath Thobroni, dan Al Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Islam tidak pernah membatasi jumlah harta yang dimiliki oleh siapapun, tapi Islam membatasi sebab-sebab kepemilikannya agar tecipta rasa keadilan dan tidak ada pihak yang merasa dizalimi. Karena tujuan kesuksesan bisnis sesungguhnya adalah apa yang akan dicapai setelah kematian.

Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil." (QS. An-Nisa : 29).

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti)." (HR. At Tirmidzi No. 1209)

Berbagai keutamaan inilah yang membuat generasi pendahulu Islam sangat bersemangat untuk menjalankan bisnis, hingga membentuk budaya bagi generasi penerusnya.

Pembentukan budaya bisnis Islami pada masa Rasulullah

Jazirah arab secara geografis hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala penjuruya. Dua imperium besar yang berdampingan dengan wilayah ini, Romawi dan Persia bahkan tidak pernah menguasai Jazirah Arab, seperti tak ada sumber penghidupan didalamnya. Kondisi seperti ini yang melatarbelakangi bangsa Arab melakukan perniagaan ke wilayah luar sebagai sumber mata pencaharian. Jalur-jalur perniagaan pun tidak bisa begitu saja dilewati kecuali sanggup memegang kendali keamanan. Itulah mengapa bangsa Arab dikenal keras dan tangguh.

Tahun 601 Masehi, Islam datang di tanah Arab melalui Rasulullah. Beliau hadir membawa misi menyempurnakan akhlak umat manusia, meluruskan praktek-praktek bisnis yang menyimpang. Bisnis yang sebelumnya penuh dengan kelicikan dan keserakahan, berubah menjadi kemuliaan. Rasulullah membangun budaya bisnis Islami dengan empat prinsip dasar, yakni shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.

Shiddiq (integritas).
Kunci utama keberhasilan suatu bisnis adalah kejujuran. Dengan ini kita akan mendapatkan trust (kepercayaan) dari konsumen, mitra, atau investor. Sekali saja berlaku tidak jujur akan merusak reputasi bisnis. Sejak Rasulullah remaja, masyarakat Arab sudah memberi gelar kepadanya dengan sebutan Al-amin (orang terpercaya). Karena prinsip inilah bisnis Rasulullah bisa berkembang pesat saat itu.

Amanah (kredibilitas).
Prinsip kredibilitas dalam berbisnis bisa diartikan sebagai tanggung jawab. Ketika diberi amanah untuk menjalankan sebuah bisnis oleh investor, ia berikhtiar secara maksimal untuk bisnisnya dan tidak berdusta soal pembagian hasil usaha. Kepada konsumen, barang atau jasa yang ditawarkan tidak mengandung unsur riba, tipu (gharar), judi (maysir), dan samar (jahalah).

Fathonah (cerdas).
Prinsip cerdas bisa diartikan dengan menguasai Business skill. Ini adalah syarat yang wajib dimiliki oleh seorang pebisnis. Mempelajari bagaimana cara membuat perencanaan, mengatur keuangan, mengatasi masalah, dll. Jika itu semua dipelajari maka secara otomatis akan tumbuh insting bisnis yang tajam dalam diri.

Tabligh (menyampaikan).
Menyampaikan dalam konteks ini memiliki arti Marketing skill. Prinsip ini juga tak kalah penting bagi seorang pebisnis karena pemasaran merupakan jantung dari sebuah perusahaan. Jika pemasaran tidak gencar dilakukan maka akan berakibat pada tersendatnya roda bisnis. Produk tidak laku, cash flow tidak lancar, gaji karyawan tidak bisa dibayar, akibat terburuknya bisnis akan bangkrut.

Sepak terjang bisnis Rasulullah dan para sahabatnya

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitabnya berjudul Sirah Nabawiyah menulis nabi Muhammad mengawali karier bisnisnya di usia 12 tahun, usia yang sangat belia. Beliau diajak oleh Abu Thalib pamannya, untuk mengikuti internship (magang) bersama kafilah dagang ke negeri Syam.

Menginjak usia 17 tahun, beliau dipercayakan oleh Abu Thalib untuk menjalankan bisnis sendiri sebagai manager dan bekerjasama dengan Khadijah seorang investor di Makkah. Beliau berhasil meraih untung berlipat ganda dan mengembangkan sektor bisnisnya hingga skala besar. Singkat cerita, di usia 25 tahun nabi Muhammad menikahi Khadijah dengan mahar sebanyak 20 unta. Jika sekarang ditaksir 1 unta seharga Rp 14 juta, maka total mahar beliau senilai Rp 280 juta.

Ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasulullah di usia 40 tahun, beliau mulai berdakwah dan tetap konsisten berbisnis sembari meluruskan praktek-praktek bisnis umat.

Kemudian ada Utsman bin Affan, beliau salah satu sahabat Rasulullah yang dikenal sebagai pebisnis kaya raya, cerdas, dan sangat dermawan. Sewaktu kota Madinah dilanda musim kemarau, terjadi krisis air bersih. Hanya tersisa di sumur Raumah milik seorang Yahudi. Pemilik sumur ini memanfaatkan situasi dengan memberikan tarif harga kepada setiap orang yang ingin mengambil air bersih.

Mendapati hal tersebut, Rasulullah menghimbau kaum muslimin yang mampu, agar segera membebaskan sumur tersebut untuk keperluan umat. Utsman bin Affan lantas bergerak menemui pemilik sumur tersebut dengan memberikan penawaran harga tinggi, namun sang pemilik tetap menolak. Pemilik mengatakan tidak mau kehilangan pendapatan besar dari sumurnya.

Utsman lantas mencari cara lain, dengan bernegosiasi untuk membeli setengah sumurnya saja dengan harga 12 ribu dirham. Sehari milik Utsman esoknya milik si Yahudi, begitu seterusnya setiap hari bergantian. Akhirnya sang pemilik menyepakati.

Hari pertama sumur itu milik Utsman, ia langsung mempersilahkan penduduk Madinah untuk mengambilnya secara gratis. Mereka gembira, lantas mengambil air untuk stok selama dua hari. Keesokan harinya, giliran si Yahudi memiliki sumur, ia terheran mendapati sumurnya sepi pengunjung karena penduduk masih memiliki stok air bersih yang diambil kemarin.

Kejadiannya terus berulang, lantas ia bergegas menemui Utsman untuk menjual setengah sumurnya lagi dengan harga yang sama seperti sebelumnya. Akhirnya Utsman setuju dan sumur tersebut menjadi miliknya. Mulai saat itu sumur Raumah bebas diambil airnya oleh siapapun tanpa terkecuali.

Selanjutnya ada Abdurrahman bin Auf yang sangat ahlinya dalam berbisnis ia disebut dengan ungkapan "jika ada batu yang dipegang oleh Abdurrahman bin Auf, maka akan berubah menjadi emas" ini menunjukkan betapa hebatnya ia. Dan sebetulnya masih banyak lagi para sahabat berprofesi sebagai pebisnis yang tidak bisa penulis ceritakan satu persatu kisahnya.

Kemunduran budaya bisnis Umat serta peran Ulama untuk membangunnya kembali

Dimulai abad 16 dan 17, beberapa wilayah di Asia Tenggara, Afrika, dan Timur Tengah yang didominasi oleh kaum Muslimin mengalami penjajahan oleh kolonialis Eropa. Mereka melakukan invasi terhadap wilayah-wilayah tersebut dan merampas hak-haknya. Imbas dari tindakan tersebut kaum Muslimin dijadikan pekerja paksa tanpa diberi upah.

Selama ratusan tahun kondisi ini terus berlanjut. Waktu yang cukup lama untuk melemahkan mental orang-orang terjajah. Mereka dipaksa untuk amnesia terhadap keagungan jati diri kaumnya, kehebatan nenek moyangnya, dan kejayaan masa lalunya.

Proyek kolonial berhasil, kaum Muslimin yang dahulu mengarungi ombak lautan berdagang lintas benua, setelah dijajah hanya menjadi pekerja paksa (red: budak) di korporasi kolonial. Singa 'sang raja hutan' yang dulu disegani kini sudah jinak.

Meski sekarang wilayah-wilayah bekas penjajahan kolonial itu sudah merdeka, namun generasi penerusnya masih mewariskan mental-mental didikan kolonial, masih belum hilang. Perlu adanya upaya untuk membangunkan kembali singa yang tertidur lelap ini.

Disinilah pentingnya peran ulama sebagai pewaris para nabi untuk dakwah membangun kembali budaya bisnis umat Islam. Karena Ulama dinilai memiliki pengaruh yang sangat besar dikalangan umat. Agar mereka tersadar mengingat 'kejayaan masa lalu' serta pentingnya kekuatan sektor ekonomi.

"Ulama bertanggung jawab atas ketidakmampuan umat Islam yang mayoritas dalam jumlah, tetapi minoritas dalam penguasaan sektor ekonomi." (Dari buku 'Chairul Tanjung, Si Anak Singkong').

Islam agama rahmat bagi seluruh alam. Membawa keadilan dan menghapus kezaliman. Kebangkitan tidak akan pernah tercapai bila umat belum mampu berdiri di kaki sendiri. Mandiri secara ekonomi, agar terciptanya keadilan sejahtera yang abadi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun