Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy Pilihan

Yuk, Mengenal Diri dan Orang Lain Lewat Gaya Berkomunikasi!

15 September 2014   23:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:36 686 5
Selama hidup, kita berinteraksi dengan berbagai macam orang. Ketika berinteraksi dengan mereka, seringkali kita tergelitik untuk bertanya: „Kenapa ya si A bisa begitu“. Atau ketika kita sedang introspeksi diri, ada keinginan untuk mengenali diri sendiri lebih baik lagi. Schulz von Thun (1989) seorang ahli dalam bidang komunikasi inter dan intrapersonal membuat pengelompokkan berdasarkan gaya komunikasi manusia. Berikut ini tipe-tipe komunikasi berdasarkan karakter masing-masing individu.

Tipe si „butuh dan bergantung“
Tujuan dari gaya komunikasi ini adalah untuk mendapatkan bantuan dan perlindungan dari orang lain. Untuk itu, seseorang akan berlaku sebagaimana layaknya orang lemah, tak berdaya, dan sendirian atau dapat dikatakan tidak mampu untuk memecahkan masalahnya. Berlawanan dari tipe ini adalah si „penolong“.
Orang seperti ini kemungkinan sedari kecil kurang dipercaya dan terlalu dilindungi. Namun, berlawanan dari masa lampau ini, kemungkinan lain adalah orang ini kurang diasuh sewaktu kecil dan ketika dewasa mencari orang yang dapat „mengasuh“ dirinya. Bentuk lain penyebab tipe ini adalah karena didikan yang berbeda akibat perbedaan gender dimana karakter dan perilaku anak dibentuk sesuai dengan „jenis kelaminnya“.
Dalam berinteraksi, si „butuh dan tergantung“ akan berlaku sebagaimana butuh bantuan atau dia akan menjaga jarak. Sekilas ia akan terlihat sebagai pelindung dan penolong. Masalahnya adalah orang dengan gaya ini kemungkinan akan sering menunjukkan ketidakberdayaannya dan kepercayaan dirinya pun terus merosot. Ketika ia menjaga jarak dengan orang lain, kebutuhan orang dengan gaya ini tidak akan terpenuhi. Jika kebutuhannya tidak terpenuhi, maka keinginannya untuk mendapatkan bantuan dan perlindungan justru lebih besar lagi.
Orang dengan gaya ini butuh untuk mengetahui kemampuan-kemampuan dalam dirinya. Sebagai si „butuh dan tergantung“, ia cenderung sering minta bantuan orang lain dan „mendesak“ orang lain untuk menerima bantuan darinya. Tipe ini dianjurkan untuk mengambil inisiatif dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Selain itu, perubahan pola pikir bahwa ia bukanlah korban, melainkan adalah pelaku aktif yang dapat mengambil sikap untuk hidupnya sendiri. Sebaiknya tipe ini melakukan sebisa mungkin segala sesuatunya sendiri dan meminta bantuan ketika ia benar-benar tidak dapat mengerjakannya.

Tipe si „penolong“
Tipe ini menggambarkan dirinya sebagai orang yang kuat dan dapat menanggung beban. Ia suka memberikan pertolongan pada orang lain. Karena ia sibuk dengan kekurangan dan masalah orang lain, ia dapat mengalihkan diri dari kekurangan dan masalahnya. Lebih lanjut, ia tidak suka dikonfrontasi dengan kekurangan yang ada dalam dirinya.
Kemungkinan si „penolong“ sejak masa kanak-kanak lebih banyak dibiarkan sendiri. Agar tidak mengalami kembali sakit hati akibat kegagalan, ia cenderung menekan sisi yang dianggapnya lemah dan tidak ingin menggantungkan diri pada orang lain. Tipe ini hidup tidak untuk memenuhi kekurangannya namun untuk menghargai dan menyukai sisi kuatnya.
Untuk memenuhi kebutuhannya dalam menolong orang lain, tipe ini biasanya berinteraksi dengan si „butuh tergantung“. Hal ini misalnya dituangkan dalam bidang pekerjaannya yang membutuhkannya sebagai penolong, seperti misalnya perawat, pekerja sosial, dokter, dsb. Masalah dapat muncul ketika tipe ini hanya merasa dibutuhkan jika orang lain punya masalah. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah orang ini berusaha untuk „memelihara“ masalah orang lain, bukan sebagai pembawa solusi.
Tipe ini memiliki tingkat kepercayaan diri yang baik, untuk dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan juga orang lain. Meski demikian, ia cenderung meningkatkan tanggung jawab dan otonomi pribadinya, untuk dapat menyalurkan kebutuhkan pribadinya. Hal yang diperlukan tipe ini adalah mengetahui kekurangan dan kebutuhannya sendiri untuk berbagi dengan orang lain dan meminta bantuan pada orang lain jika dibutuhkan. Jika berinteraksi dengan si „butuh-tergantung“, tipe ini sebaiknya menjaga jarak dan memberi kepercayaan yang cukup pada mereka agar mereka dapat berkembang.

Tipe si „kurang percaya diri“ / “merasa kurang”
Si “merasa kurang” menampilkan diri sebagai individu yang tidak penting dan tidak berarti. Ia cenderung menilai rendah dirinya sendiri. Hanya ketika berinteraksi dengan orang lain ia kemudian dapat mengetahui kemampuan dirinya. Ia cenderung bergantung pada orang lain, selama tidak merasa ditolak. Karena itu, ia berpotensi untuk dianggap sebagai beban oleh orang lain.
Sewaktu kecil, kemungkinan tipe ini sering dianggap tidak penting dan tidak mampu untuk bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Untuk menghindari rasa takut karena tidak dianggap, mulailah ia mendefinisikan dirinya melalui orang lain. Setidaknya ia akan mendapatkan penghargaan selama ia melayani orang lain.
Tipe ini cocok berteman dengan orang yang menikmati dipuja atau butuh dihargai. Dengan demikian, ia dapat mengerdilkan dirinya dan membuat pihak lain merasa sebagai individu yang ideal. Hal demikianlah yang dapat meningkatkan harga dirinya. Ia kemungkinan dapat menyebabkan pasangannya menjadi seorang yang agresif karena sikapnya yang “merasa kurang”.
Sisi positif dari tipe ini adalah kemampuannya dalam mengabdi. Hal yang perlu ditingkatkan adalah sebaiknya tipe ini meningkatkan kemampuannya untuk lebih menonjolkan diri dan lebih memperhatikan dirinya. Ia sebaiknya belajar untuk lebih menunjukkan dirinya dan belajar untuk mengatakan tidak.

Tipe si „agresif-pengecil“
Tipe ini mengganggap dirinya lebih baik dibandingkan orang lain. Untuk menunjukkan hal ini, ia berkonsentrasi pada kesalahan dan kelemahan orang lain. Jika ia berhasil mengetahui hal ini, ia akan menggunakannya untuk mengecilkan/mengerdilkan orang lain. Hal ini timbul karena ketakutannya sendiri bahwa kesalahan atau kekurangannya akan diketahui oleh orang lain. Secara diam-diam, ia berusaha keras untuk memerangi perasaan mindernya.
Si „agresif-pengecil“ ini kemungkinan pernah atau bahkan sering dipermalukan sewaktu kecil. Ia bahkan juga mungkin pernah mengalami kekerasan secara fisik semasa kecil. Hal ini membuatnya dikemudian hari sebisa mungkin menghindari untuk menjadi korban kekerasan psikis maupun fisik. Yang terjadi kemudian adalah ia mengecilkan arti dan peran orang lain serta sebisa mungkin tidak memperlihatkan sedikitpun kelemahan diri. Meski demikian, ketika berhadapan dengan kekuasaan atau orang yang lebih tinggi secara hierarki, ia akan berubah menjadi kurang percaya diri atau merasa dirinya kurang, dengan kata lain ia berubah menjadi tipe si „merasa kurang“. Ia terkesan seperti „penyembah“ atau „penjilat“ dihadapan penguasa dan bahkan meniru kesalahan orang yang dianggap lebih berkuasa. Untuk tetap menjaga harga dirinya, iapun merendahkan orang yang dianggapnya lebih rendah derajatnya dari dirinya sendiri.
Tipe ini biasanya berinteraksi dengan sesama tipe atau dengan tipe si „merasa kurang“. Dengan sesama tipenya, si „agresif pengecil“ akan bersama-sama merendahkan orang lain. Selain itu, mereka juga akan merendahkan satu sama lain. Dengan tipe si “merasa kurang”, perlakuannya terhadap tipe si “agresif pengecil” akan membuat agresivitas tipe ini bertambah.
Tipe ini mudah untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain dan mengkritisi sesuatu. Perilakunya dapat berkembang menjadi positif, jika ia belajar untuk menghargai orang lain dan belajar untuk memberikan penghargaan dan pujian pada orang lain. Ia akan berhasil melakukan hal-hal yang positif jika ia menyadari dan bersedia melihat sisi positif dari orang lain.

Tipe si „demonstratif“
Tipe ini secara terus-menerus berusaha untuk menegakkan harga dirinya. Ia berusaha untuk selalu terlihat lebih baik dan dengan demikian berusaha terlihat selalu positif. Ia ingin dirinya dan lingkungannya mempercayai nilai-nilai hidup yang dimilikinya dan dengan demikian memperoleh pujian dan penghargaan. Untuk meraih kesempurnaan ini, ia akan melakukan segala sesuatu.
Semasa kecil ia merasa dihargai ketika ia memperoleh penghargaan. Meski demikian, prestasi ini bukan berasal dari kemauannya sendiri. Berasal dari pengalaman ini dan dikombinasikan dengan ambisinya, ia mendasarkan kemampuannya dan prestasinya untuk membuktikan bahwa ia pantas dihargai.
Jika berinteraksi dengan orang lain, tipe ini sering menguji kemampuannya sendiri serta memperlihatkan kemampuannya dihadapan orang lain. Secara pribadi, ia cenderung menyembunyikan kekurangan dan kesalahannya. Selain itu, ia cenderung berusaha bersikap defensif dengan menunjukkan kemampuannya. Meski demikian, si „demonstratif“ yang tidak terlalu yakin akan kemampuannya sendiri telah mengetahui bagaimana cara mengatasi keinginannya untuk „mendemonstrasikan“ kemampuannya.
Tipe ini tidak menghindar jika dihadapkan pada situasi yang kompetitif. Tipe ini juga menyadari kemampuan yang dimilikinya. Ia tidak memiliki niat untuk menyembunyikan kemampuannya. Ia dapat hidup lebih nyaman dan tenang jika saja bersedia untuk mengakui kesalahan dan kelemahannya. Ia berani untuk menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya, sehingga membuka peluang orang lain untuk menerima dia sebagaimana adanya.

Tipe si „pengontrol-kaku“
Si „pengontrol-kaku“ selalu ingin orang disekitarnya dan lingkungannya mengikuti arahannya dan mengontrolnya. Dia membuat aturan dan memberlakukannya pada orang disekitarnya. Dia ingin melindungi dirinya dari hal-hal yang tidak diharapkan, kekacauan, dan kehilangan kontrol atas dirinya dan orang lain.
Tipe ini dibesarkan dalam lingkungan yang sangat kaku dan sangat disiplin. Ia telah belajar untuk mengontrol stimulus dari dalam dirinya serta cara mempertahankan kendali atas dirinya dan orang lain sebagai cara untuk menghindari hukuman. Ia sangat yakin bahwa disiplin diri dan pengawasan yang ketat atas pemberlakuan suatu aturan adalah hal yang efektif untuk menghindari masalah dari dalam dan luar dirinya.
Si „butuh dan tergantung“ dan si „merasa kurang“ cocok bergaul dengan tipe ini. Perilakunya yang penuh kepastian dan terlihat dapat diandalkan merupakan sumber keamanan bagi dua tipe tsb. Meski demikian, dua tipe ini juga akan tergantung pada si „pengontrol-kaku“. Jika dihadapkan pada orang yang cenderung bebas dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, ia akan memiliki konflik, memberontak, dan tidak mengikuti aturan. Jika dihadapkan dengan sesama tipenya, ia akan cenderung memberontak, misalnya: orang tua yang kaku dengan anak yang pemberontak. Hal ini kemudian akan menjadi lingkaran setan.
Si „pengontrol-kaku“ memiliki kekuatan dalam hal strkukturisasi, merencanakan, kontrol diri, dan kepastian/kejelasan. Agar tidak merasa tertekan akan kekakuannya sendiri, ia sebaiknya belajar untuk lebih fleksibel, terbuka, dan mempercayai orang lain.

Tipe si „penjaga jarak“
Tipe ini berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan jarak dengan orang lain. Ia tidak akan merasa nyaman jika ada orang lain yang mendekatinya, baik secara jarak maupun secara emosional. Ia berusaha untuk melihat segala sesuatu dari perspektif yang objektif dan rasional.
Si „penjaga jarak“ tidak ingin seseorang tergantung padanya sehingga ia berusaha sejak awal membuat jarak dengan orang lain. Ketakutan ini (biasanya terjadi pada laki-laki) terjadi karena semasa kecil ia merasa susah lepas dari ibunya.
Orang lain akan menganggap tipe ini arogan dan susah didekati. Hal ini karena ia bersikap tertutup dan cenderung terlihat menolak. Jika ia merasa tidak nyaman dan tidak diterima, ia akan lebih menarik diri. Dengan demikian, ia akan lebih tidak terlatih untuk berinteraksi dengan orang lain. Jika ia didekati oleh orang yang memiliki kebutuhan untuk mendekatinya, ia akan merasa tertekan dan dengan demikian akan lebih menarik diri.
Dalam dunia kerja, kemampuan untuk menjaga jarak dengan orang lain adalah salah satu persyaratan yang cukup menjadi bahan pertimbangan. Meski demikian, ia sebaiknya belajar untuk berinteraksi sealami mungkin dengan orang lain agar tidak dianggap sebagai tak dapat didekati dan sulit dipahami. Dalam hal kerja tim, ia sebaiknya mengijinkan orang lain untuk berinteraksi dengannya dan dalam batas tertentu berusaha tergantung dengan orang lain. Selain itu, si „penjaga jarak“ sebainya berusaha untuk mengenali perasaannya serta mendiskusikan perasaan dan pendapatnya dengan orang lain.

Tipe si „pendramatisir“
Tipe ini suka menceritakan dirinya sendiri. Hal yang luar biasa selalu terjadi pada dirinya dan ia menceritakan pengalamannya dengan meyakinkan dan menjadikan dirinya sebagai pusat dari bahan ceritanya. Ketika itu terjadi, perasaannya tidak nyata, melainkan dilebih-lebihkan. Meski ia banyak bercerita, sebenarnya ia cenderung tertutup dan tidak membuka diri apa adanya.
Kemungkinan semasa kecil ia hanya diperhatikan jika ia sedang bersemangat atau berapi-api. Ia belajar untuk mengubah segala perasaan dan sensasi yang biasa-biasa saja menjadi berlebihan atau luar biasa. Dampaknya adalah tipe ini sulit mengenali perasaannya yang sebenarnya. Dalam hal emosi, ia lebih cenderung membuat sendiri emosi yang ingin dirasakannya atau mempermainkan emosinya, hanya untuk dapat benar-benar merasakan emosinya.
Tipe ini dihargai karena cerita dan die-idenya yang menarik. Jika diabaikan, akan berusaha lebih mendramatisir untuk kembali mendapatkan perhatian. Dengan kata lain, orang ini senang dan cenderung berusaha mendapat perhatian.
Si “pendramatisir” tidak membosankan karena lelucon dan pesonanya. Ia dapat menemukan keseimbangan diri ketika belajar untuk menaruh perhatian pada minatnya serta belajar mengetahui untuk menahan diri pada waktu yang tepat.

Berbagai karakter dan gaya komunikasi dari berbagai karakter ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Selain itu, seseorang dapat memiliki lebih dari satu karakter serta tipe komunikasi. Kombinasi dari beberapa karakter dan gaya komunikasinya dapat membuat kita lebih memahami orang lain dan terutama diri sendiri. Semoga bermanfaat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun