Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen (IL) | Ada Cinta di Sudut Yogyakarta

29 Maret 2020   13:43 Diperbarui: 29 Maret 2020   16:23 966 24
Saat mentari coba ucap sejuta memori. Ruang tunggu stasiun kereta menjadi saksi. Tyo menanti dengan setia sang penjaga hati, Ratri. Ya, gadis ini tak henti mencuri mimpi. Dia berjanji tiba sore ini. Namun kereta tak jua singgah dan terhenti. Di stasiun Tugu beberapa pasang mata menunggu, pun saling bertukar sapa. Mengapa kereta belum jua tiba?

Jadwal terlambat. Pikiran Tyo pun sempat menyusur penat. Pada deru hati yang kian berdetak cepat. Kekhawatiran Tyo pun memuncak. Namun, saat peluit sang penjaga dihentak. Sebuah kereta segera merapat. Tyo pun beranjak.

"Hei!"

Suara yang tak asing lagi terdengar menyambar telinga. Tetiba wajah gadis itu sudah ada di ujung mata. Tyo terhenyak saat mendengar sapa.

"Kau sudah lama menunggu?"

"Sudah kuduga kau pasti akan berucap begitu."

"Apa?"

"Iya, sudah lama kan? Tentu saja."

"Hahaha, terus aku harus bilang bagaimana?"

"Lama tapi tetap menanti."

"Oh ya aku mengerti, maafkan keretaku terlambat tadi."

"Tak apa asal kau tetap sampai di kota ini."

"Baiklah. Aku sudah rindu, teramat rindu."

"Rindu? Aku? Aha!"

"Yogya dong, tentu saja."

"Lha! Aku bagaimana?"

"Terserah kau, itu kataku."

"Waduh!"

Canda pun tawa segera digelar. Meski Tyo sempat menanti dengan seuntai debar. Terganti dengan senyum Ratri yang kian lebar. Dan mereka segera menuju pintu keluar, tuk kembali menghirup udara segar.

"Hai Yogya apa kabar? Aku kembali menyapa mimpi," seru Ratri saat tiba di halaman parkir stasiun Tugu. Tepat berada pada ujung gerbang kota Yogyakarta.

Tyo segera meraih kendaraan yang diletakkan di tepi parkir. Agar bisa lebih mudah tuk disingkir. Hingga bersiap menemani Ratri sejenak berkeliling kota. Begitulah, rona yang terus mengagumi. Pun tatap yang tak jemu memuji kota ini. Tiap sudutnya seolah tak pernah sepi.

Ya, Yogyakarta. Begitulah Ratri kerap menuai beragam rasa. Bukan hanya karena sang idola. Terlebih pada godaan di tiap hembus nafas kota. Julukan Yogya istimewa kiranya menjadi hal yang kerap didamba. Ingin kembali jumpa saat lama tak bersua. Tentu saja.

Biasanya sebulan sekali Ratri mengunjungi neneknya di desa, sembari menempuh pun menyelesaikan tugas akhirnya. Lalu menyempatkan diri singgah sebentar di kota Yogya. Sekadar tuk menikmati alunan kenangan yang  tak henti dikagumi. Menyiratkan sebentuk cinta di titik ruas yang tak pernah sunyi.

Seperti saat ini. Ratri datang kembali tuk menemui mimpi. Dia sempatkan hadir sementara di Yogya lagi. Tak sanggup kiranya jika terlewat menatap. Guratan kota yang begitu memikat.

Kesederhanaan kota inilah yang menjadi awal sebuah pertemuan dengan separuh jiwa, Tyo. Jumpa pertama di stasiun kereta berlanjut mengurai beragam cerita. Meski tak banyak bersua. Namun Yogya menjadi persinggahan kisah yang terurai di antara romansa rasa.

Menyatukan segenap asa. Di sepenggal waktu yang teramat singkat. Kiranya tak mungkin dilewat. Ratri dan Tyo tak henti ikuti segenap nuansa yang menyelinap.

Ya, Ratri tak pernah punya banyak waktu tuk bersama. Dia hanya singgah sementara. Kemudian lanjut menuju desa di mana neneknya berada pun menyelesaikan segala kewajibannya. Esok kembali bersiap melalui stasiun kereta yang sama, menuju kampung halamannya.

Kiranya Tyo cukup memahami. Keadaan ini tak membuat mereka berkecil hati. Justru di sinilah tantangan sebuah jalinan mimpi. Menyatukan remah pun butir yang kerap menyingkapi.

Jikalau Ratri tiba di Yogya diajaknya tuk berkeliling kota. Ratri dan Tyo seakan menjadi bagian yang istimewa. Mengurai sebentuk kenangan saat menapaki kota pun sudut yang kerap disinggahinya.

"Yuk berangkat!"

"Kemana?"

"Menyusuri sudut Yogya."

"Ahahaa, siiiaaap tentu saja."

Ratri begitu menikmati hempasan angin yang menerpa wajahnya. Segar. Pun sorot mata seolah tak lepas menatap. Untaian sudut Yogya yang tak henti memikat. Kendaraan pun bergerak meninggalkan jejak area parkir stasiun yang dipijak.

Lanjut bersiap menyelinap di tengah ruas jalan menguntai kemacetan yang cukup menuai penat. Di tengah roda kendaraan bergulir Tyo pun mengurai pembicaraan agar tetap mengalir.

"Kau masih kagum dengan Yogya kan?"

"Tentu."

"Kau hanya singgah sekejap, lalu kembali bersiap."

"Hahaha tak apa kan."

"Jika selamanya tinggal di Yogya, bagaimana?"

"Mauku atau kau?"

"Aku serius."

"Owwh baiklah."

"Hmmm."

Rona bahagia terlihat di sudut mata. Meski masih terlintas sejumput tanya. Akankah Ratri menerima tinggal selamanya, tak hanya sementara? Ah, biarlah menjadi bagian tanya yang kan menuai jawab satu saat tiba.

Irama Yogya kian menyelinap raga. Sudut budaya menjadi alunan tak hanya ilusi semata. Nyata terlihat di laju jejak kota yang kian padat. Begitu apik lukisan rasa berjajar di sepenggal ruas kota. Mewakili jiwa yang mengagumi cerita cinta.

Tetiba terdengar sayup alunan terlantun di bibir kota. Para musisi jalanan memasung mimpi. Langkah Ratri pun terhenti.

"Ada apa?"

"Lagu itu begitu khas berpadu dengan suasana Yogya, teramat pas."

"Ya begitulah. Kau betah?"

"Tentu saja."

"Apa yang membuat rasamu tak bisa pindah?"

"Sudut kota ini."

"Ada apa dengan sudut kota?"

"Mereka selalu tersenyum ramah."

"Tentu, seperti diriku kan?"

"Hahaha bisa saja."

***

Waktu begitu singkat, esok hari Tyo kembali memasuki ruang tunggu stasiun Tugu yang sudah mulai memadat. Ratri telah menunggu. Kali ini lebih awal, menjelang siang kereta kan mengawal Ratri kembali pulang.

"Kau sudah di sini rupanya."

"Iya."

"Kereta belum tiba?"

"Belum, sebentar lagi."

"Kau menantiku?"

"Begitulah."

Ruang tunggu stasiun kereta pun menjadi saksi cerita. Ratri dan Tyo kembali berjumpa. Namun tetiba Ratri harus berpamit tuk tinggalkan mimpi sejenak. Menyisa rindu yang tentu menyesak. Menjadi bagian terindah dalam kisah yang dicatat.

Mereka kembali menuai canda. Sudut ruang semakin dipadati calon penumpang kereta.

"Seperti biasa, kau akan bersiap. Kapan kita jumpa lagi?"

"Kalau tiba waktuku merindukan Yogya."

"Dan aku?"

"Hahaha iya."

Saat hati terpaut rasa tak perlu beragam janji. Pasti. Meski jarak kan terurai. Yakin ikatan hati tak kan tergerai. Ratri dan Tyo beradu dalam tatap. Berjanji esok kembali dengan sepenggal kisah yang terendap.

Tetiba kereta pun merapat. Ratri berpamit meninggalkan segenap harap.  

"Sudah saatnya aku pergi."

"Ingat, kutunggu kau kembali. Tak hanya Yogya yang menanti. Tapi juga aku, kau mengerti?"

Ratri tersenyum sembari lambaikan tangan. Dari balik jendela kereta dia berjanji tak akan ingkar. Sebab ada hati yang tertinggal. Separuh jiwa pun sudut kota yang menyisakan cinta, Yogyakarta.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun