Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Gajah Melawan, Pesan Alam (hutan) pada Manusia

3 April 2013   07:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:49 502 0
Di alam, berlaku prinsip keseimbangan an sich, ada kekuatan positif dan negatif, ada Yin dan Yang. Keduanya berjalan beriringan, saling menguatkan satu sama lainnya hingga menciptakan harmonisasi yang andal dan sangat kuat. Serupa cinta sepasang kekasih hingga mampu melahirkan genarasi yang tangguh untuk kehidupan. Akan tetapi bila salah satu bagian terganggu maka akan terjadi ketimpangan dan akan menjadi mala petaka bagi kehidupan Serupa orang sakit karena terjadinya gangguan metabolisme pada bagian tertentu pada tubuh maka akan menyebabkan tubuh tersebut tidak bisa digunakan pada akhirnya juga akan menggangu produktifitas dalam keseharian kita.

Sebenarnya ada mekanisme impunitas atau self maintenance or defence, reproduksiyang disedikan didalam dirinya. Tapi hanya batas-batas tertentu saja. ibarat serasa haus maka tubuh akan dengan refleks mencari air untuk menutupi dahaga tadi. Dalam kehidupan hutan, self maintenace or defence atau reproduksi itu terjadi, kalau umur suatu pohon, rerumputan sudah tua maka ia akan dengan sendirinya memperbanyak diri dan menumbuhkan banyak rerumputan, pohon-pohon lain serupa dengannya. Namun hutan mempunyai kapasitas optimum untuk bisa mempertahankan diri, lebih dari itu ia akan punah. Bersamaan dengan itu pula, disusul oleh punahnya jutaan sepesies mahluk hidup yang menjadikan hutan sebagai tempat hidup dan berkembang biaknya.

Dalam melakukan pertahanan tersebut segala tanda-tanda atau gejala-gejala seolah ingin menyampaikan pesan kepada manusia bahwa jangalah rusak hutan kami, janganlah rusak habitas kami, tempat kami –jutaan mahluk- hidup dan berkembang biak, selaksa hamba memohon keselamatan kepada Tuhan-Nya. Tapi apa daya, manusia seakan tuli tak mau mendengar.

Perlawanan gajah adalah salahsatu tanda bahwa habitat hutan tempat mereka berkembang biak telah dirusak oleh segelincir manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab atas dasar konglomerasi, perluasan lahan industri, pemukiman, juga pertanian mereka membakar, menebang hutan tanpa ada perbaikan yang seimbang setelahnya, penanaman kembali (reforestasi) misalnya.

Janganlah berapologi atas nama kesejahteraan, bahwa dengan pembukaan lahan industri maka akan menyerap banyak tenaga kerja, seturut kemudian akan memberikan kesejahteraan pada penduduk pekerja tersebut. Tapi bisakah ada kesejahteraan bila membangun hutan dengan merampas tanah penduduk adat, masyarakat yang telah lama tinggal disitu, hanya karena permainan licik penguasa daerah dengan kuasanya mau menjual tanah, hutan kepada perusahaan swasta untuk mengejar rente untuk diri dan kelompoknya sendiri.

Penguasa itu pun ngeles didepan pengadilan, itu adalah tanah tak bertuan, padahal itu adalah secaman bentuk diskriminasi hanya karena masyarakat adat tak paham prosedur administrai untuk melegalkan tanah milik mereka. Karena itu mereka melawan dengan segenap keterbatasan kekuatan yang ada pada mereka. Akhirnya mereka mati berkalang tanah. Tapi itu pun juga tak mengemingkan asah penguasa untuk berbuat keadilan untuk semua.

Kerusakan hutan pun sudah menjadi jadi misal di Sumatera, dari tahun 1982-2012 hutan telah berkurang hingga 50% lebih yaitu dari 3,7 juta hektar bersisa 800 ribu hektar (Walhi, 2012). Bisa dibayangkan seberapa besar ancama yang terjadi pada mahluk hidup yang mendiaminya. Tak jarang banyak hewan-hewan yang mati, punah dan hanya sedikit yang mencoba melakukan perlawanan, salah satunya adalah gajah.Atau diseluruh indonesia sejak tahun 2000-2010 sudah kehilangan 498.000 hektar hutan setiap tahun. Atau dalam setiap detik kerusakan hutan bisa seluas lapangan tenis (Walhi, 2010)

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun