Mohon tunggu...
KOMENTAR
Halo Lokal

Penjabat Bupati, Toleransi Masyarakat Pidie Tinggi, Total Pengungsi Rohingya Capai 889 Orang

3 Januari 2024   07:00 Diperbarui: 3 Januari 2024   10:42 91 0
Sigli - Pj. Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto M.Si mengatakan, memasuki awal Januari 2024 jumlah pengungsi Rohingya di Pidie berjumlah 889 orang. Jumlah pengungsi ini di hitung dua tahun yang lalu saat pertama mendarat di Pidie pada 2022 tepatnya di Kecamatan Muara Tiga.

Wahyudi Adisiswanto menuturkan pada perkembangannya jumlah pengungsi yang mendarat di Pidie bergerak secara bergelombang, total ada 4 gelombang yang mendarat, sehingga total pengungsi berjumlah 889 orang, pada disampaikan pada Selasa, (2/1/24).

Untuk di ketahui bahwa Pengungsi Rohingya ini sudah ada sejak tahun 2022 yang lalu. Untuk menghindari potensi konflik dengan warga, dicarikan lokasi penampungan sementara bekas Panti Asuhan Mina Raya.

Akibat terus berdatangan pengungsi Rohingya, masyarakat kini mulai menganalisis, ujar Wahyudi Adisiswanto.

Ada dua hal yang berkembang di masyarakat dewasa ini, Opini dan Fakta.

Opini yang berkembang, masyarakat mulai terganggu dengan kehadiran pengungsi Rohingya. Hal ini disebabkan kejadian per kejadian selama di lokasi penampungan sementara. Kendati demikian masyarakat masih sangat tolerir kepada pengungsi.

Wahyudi Adisiswanto juga menjelaskan bahwa Opini ini ada dua, Asumsi dan Spekulasi.

Masyarakat kini berasumsi bahwa keberadaan Pengungsi Rohingya ke Pidie semacam Human Traffikcing atau People Smarging. Semacam serangan negara luar dengan mengirim ribuan pengungsi ke Indonesia.

Disamping itu masyarakat juga berspekulasi bahwa akan di kirim lagi ribuan pengungsi Rohingya lainnya ke Indonesia terutama Aceh. Bahkan masyarakat juga sempat berspekulasi berupa penyebaran penyakit dan ancaman penyebaran nilai-nilai budaya.

Pj. Bupati Pidie juga menuturkan faktanya para pengungsi mengeluh, nasi yang di berikan sedikit, baju pemberian masyarakat di buang-buang. Kendati demikian masyarakat masih tolerir kepada pengungsi, serta terus menjaga keamanan, ketertiban di lokasi penampungan pengungsi.

Masyarakat masih sangat toleran kepada pengungsi, walaupun pengungsi tidak mengindahkan norma dan adat istiadat warga setempat.

"Toleransi masyarakat Pidie terhadap pengungsi Rohingya sungguh luar biasa". Artinya mereka sangat peduli kepada anak-anak, wanita dan lansia"  Ujar Wahyudi.

Tentunya Pemkab Pidie selaku pengendali keamanan terus melakukan koordinasi agar tidak terjadinya konflik dan gesekan ditengah masyarakat.

Wahyudi Adisiswanto juga berterima kasih kepada masyarakat Pidie karena menolong pengungsi Rohingya, terutama anak-anak, ibu-ibu dan pengungsi yang sakit.

Masyarakat Pidie menginginkan pengungsi Rohingya laki-laki yang sehat  agar berkerja dan saling membantu di penampungan, terutama saling menjaga dan tidak melakukan hal-hal yang bersifat provokatif sesama pengungsi.

Seandainya masyarakat tidak toleransi maka dari pertama mendarat mereka akan di tolak lagi ke laut" Ucapnya.

Wahyudi Adisiswanto juga berharap agar masyarakat yang pro maupun kontra terhadap pengungsi Rohingya agar tidak dikaitkan dengan motif-motif lain, meskipun yang pro lambat laun mengecil. Bahkan yang kontra semakin hari semakin tajam dan mengkhawatirkan.

Kedatangan Pengungsi Rohingya dinilai dalam 2 tahun ini paling lama, paling aman dan paling enak. Hal ini terbukti saat kedatangan Pengungsi Rohingya masyarakat antusias dan berbondong membantu Pengungsi, lanjutnya.

Namum, dalam perjalanannya, Para Pengungsi justru tidak menghargai warga yang telah membantu. Sikap para pengungsi justru keras serta tidak menghormati penduduk setempat. Bahkan masyarakat telah memisahkan antara pengungsi laki-laki dan pengungsi perempuan, kenyataannya masih terjadi aksi-aksi pelecehan seksual terhadap pengungsi perempuan.

Hal tersebut membuat masyarakat geram dengan tingkah laku pengungsi Rohingya. Akibat dari beberapa kejadian tersebut membuat masyarakat melakukan Aksi di lokasi penampungan, menuntut agar Pengungsi Rohingya segera di Relokasi ke luar Aceh.

Pj. Bupati Pidie juga menambahkan, bahwa telah terjadi unjuk rasa masyarakat, sekitar 500 orang menuntut kepada UNHCR agar para Pengungsi Rohingya segera di relokasi ke luar Aceh.

Pemkab Pidie dalam ini hanya menyediakan lokasi penampungan sementara, untuk selebihnya Pemkab Pidie menyerahkan penanganan pengungsi Rohingya kepada masyarakat, setelah beberapa pekan tidak ada keputusan dari pemerintah pusat.

Wahyudi juga mengatakan terjadinya unjuk rasa masyarakat akibat dari tidak diindahkannya budaya dan kearifan lokal masyarakat sekitar. Seperti buang hajat di tambak maupun di kebun. Hasil kebun warga banyak yang hilang, ternak masyarakat keluar dari penangkaran karena di buka pagar sama Pengungsi.

Akibatnya menimbulkan keresahan di masyarakat, sehingga menimbulkan aksi penolakan terhadap Pengungsi Rohingya.

Wahyudi Adisiswanto menuturkan bahwa terjadi kesepakatan warga dalam unjuk rasa bahwa, masyarakat menolak kedatangan Pengungsi Rohingya baru, apabila masyarakat melihat mereka di laut maka, masyarakat akan mendorong perahu mereka menjauh.

Masyarakat juga meminta pengenaan biaya sewa lahan, karena masyarakat tidak bisa berkebun. Kebun-kebun di samping lokasi penampungan sementara di jadikan jalur kilat pengungsi Rohingya untuk buang air besar.

Tuntutan lainya adalah agar anak- anak dan perempuan di bibir pantai di tukar dengan laki-laki yang sehat yang ada di penampungan Sementara Mina Raya.

Selanjutnya masyarakat juga mengambil sikap apabila ada pengungsi Rohingya yang berkeliaran malam hari, maka akan di tangkap dan di anggap maling.

Untuk di ketahui sejak Desember 2022 Pj. Bupati Pidie sudah menyampaikan kepada UNHCR bahwa semua kebutuhan pengungsi di limpahkan kepada UNHCR, Pemkab hanya menyediakan lokasi penampungan sementara, tutupnya. Red 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun