Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Tekad Mahir Curangi Takdir Getir

13 Mei 2024   08:36 Diperbarui: 14 Juni 2024   19:46 465 43

Oleh: Tri Handoyo

Kabut tipis menghiasi pagi. Udara terasa begitu sejuk.
Glenn dan Floyd, seperti biasanya adu cepat lari untuk melewati pagar sekolah. Entah mengapa, hari itu Floyd ingin memberi kesempatan kepada adiknya untuk mencapai garis finis lebih dulu.


Sayangnya, Glenn gagal melewati pagar. Bocah yang baru berumur tujuh tahun itu terjatuh, dan tampak wajahnya meringis menahan tangis.

Floyd segera menolongnya. "Wah kamu hebat Glenn!" hibur sang kakak untuk mencegah agar tangis tidak pecah.

Rasa sakit tiba-tiba reda. Bibir yang tadinya meringis kini kedua ujungnya sedikit naik ke atas, tanda bahwa ia merasa bangga dan puas.

"Hari ini kamu lari secepat angin!" imbuh Floyd, "Ayo cepat bangun!" Sang kakak menarik tangan adiknya untuk membantu bangkit.

"Terima kasih!" sahut Glenn terhibur.

Floyd kemudian berlari menuju gedung sekolah. Glenn masih berdiri membersihkan tanah yang mengotori celana dan bajunya, sebelum akhirnya menyusul Floyd dari belakang.

Gedung sekolah itu dipanasi oleh perapian batu bara kuno yang berbentuk belanga. Secara bergiliran ada murid yang bertugas untuk hadir pagi-pagi sekali, menyalakan perapian untuk menghangatkan ruangan sebelum pelajaran dimulai.

Hari itu, kedua bocah lincah itu mendapat giliran tugas menyalakan tungku penghangat ruangan. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba terdengar ledakan dan timbul kebakaran hebat.

Saat itu Glenn masih berada di pintu sehingga ia selamat, tapi ketika menyadari apa yang terjadi dengan kakaknya  di dalam, ia berlari masuk hendak menolongnya. Tentu itu mustahil untuk dilakukan. Api sudah menjalar ke mana-mana.

Naas, Floyd akhirnya ditemukan tewas. Sementara Glenn ditarik keluar dari kobaran api dalam keadaan setengah mati. Ia mengalami luka bakar yang mengerikan di seluruh bagian kedua kakinya.

Di rumah sakit, dokter menyarankan agar kedua kaki Glenn diamputasi. "Dengan sangat menyesal harus saya katakan, hanya itu jalan keluar terbaik untuk menyelamatkan nyawanya," ujar dokter kepada orang tua Glenn.

Glenn yang sayup-sayup mendengar itu menatap kedua orang tuanya yang berlinangan air mata, sambil meratap pilu ia memohon, "Tolong, jangan potong kakiku!"

Jelas tidak ada orang tua yang tega menolak permintaan anaknya yang mengalami takdir getir itu. Mereka bingung harus bagaimana menghadapi situasi yang penuh dilema.

"Kaki itu sudah tidak berfungsi!" tegas dokter meyakinkan kedua orang tua, "Syaraf-syarafnya telah mati. Saya khawatir nanti terjadi infeksi dan itu justru akan membahayakan nyawanya!"

Sekali lagi kedua orang tua itu berpaling ke anaknya, seolah meminta dengan sangat akan persetujuannya.

Glenn seolah-olah melihat Floyd mengulurkan kedua tangannya untuk mangajaknya bangkit berdiri. "Kamu berlari secepat angin!"

Mereka masih menanti jawaban Glenn, tapi anak itu malah berkata kepada kedua orang tuanya, "Saya berjanji minggu depan saya akan bisa berjalan kembali!"

Semua orang di ruang itu tertegun mendengarnya. Dokter pun angkat tangan, dan menuruti keinginan Glenn, sehingga kakinya selamat dari amputasi.

Bocah itu jelas tidak sepenuhnya paham apa yang terjadi. Kedua kakinya sedikit bengkok, dan semua jari kaki kirinya telah hangus jadi arang. Sebagian daging betisnya ikut terlahap api, sampai membuat tulangnya nyaris kelihatan. Jika beruntung, ia pasti akan menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda.

Setelah beberapa minggu berlalu, perban dibuka. Setiap hari kedua orang tuanya bergiliran melaburi kakinya dengan ramuan. Meskipun tampaknya hampir tak ada perubahan, tapi beberapa bulan kemudian tampak secara perlahan daging tumbuh membungkus tulang.

Setiap kali mendengar suara anak-anak yang bermain di luar, semakin menguatkan hasrat Glenn untuk sembuh dan bisa ikut bermain bersama mereka.

Suatu hari yang cerah, ibunya mendorong kursi roda Glenn keluar menuju halaman. Dengan begitu Glenn dapat menghirup udara segar dan mengurangi kejenuhan.

Bukannya duduk diam terpaku di kursinya, ia malah melemparkan diri ke hamparan rumput, lalu menyeret kedua kakinya di belakang tubuhnya, menuju tiang pancang berwarna putih yang membatasi bidang tanah keluarga.

Kemudian, sedikit demi sedikit, ia mulai menyeret dirinya sendiri di sepanjang pagar itu. Ia melakukan hal itu hampir setiap hari. Tak ada hal yang diinginkannya selain menghidupkan kedua kakinya.

Kedua kaki yang lumpuh itu suatu hari bisa digerak-gerakan. Jaringan sayaraf-syaraf baru telah terbentuk. Dia mulai bisa merasakan sentuhan tangan orang tuanya saat melaburi ramuan.

"Saya bisa merasakan!" seru Glenn girang. Lalu suatu ketika ia meminta dibantu untuk berdiri di lantai, lalu mencoba berjalan. Ajaib, kendati dengan langkah tertati-tati, tapi ia mampu pergi meninggalkan ranjang.

Kedua orang tuanya nyaris sulit untuk percaya. Mereka semua tersenyum sambil berlinangan air mata bahagia.

Dengan setiap jejak langkah yang menyakitkan itu, semakin kuat pula tekat untuk mewujudkan janjinya, bahwa dia nanti pasti bisa berjalan. Dalam waktu singkat dia sudah mulai bisa berlari-lari kecil dengan gerakan yang semakin sempurna.

Kakinya tetap dilumuri minyak dan diurut setiap hari, hingga kemudian kedua kaki yang tadinya kata dokter 'mati dan lumpuh' itu kini bisa berlari. Ia masih merasa kakinya lemah, tapi tekad kuat dalam benaknya menguatkan kedua kaki itu untuk terus berlatih, hingga akhirnya ia mampu berlari dengan cepat.

"Larilah, nak!" seru hampir setiap orang yang berpapasan dengannya di jalan. Itu karena mereka selalu melihat Glenn berlari. Mereka semua ikut merasa takjub dan senang.

"Ayo lari, boy! Lari..!" dukung mereka.

Glenn terus berlari pada setiap kesempatan. Ia berlari ketika berangkat ke sekolah. Ia berlari ketika disuruh membeli keperluan di toko kelontong. Ia berlari ketika mencari kayu bakar, dan berlari pulang dengan kedua
tangan penuh kayu. Ia berlari dan berlari. Ia tidak berjalan apabila berlari bisa dilakukan.

"Kamu berlari seperti angin!" Ucapan Floyd, kakak yang dicintai dan dibanggakannya itu, menjadi motivasi terbesarnya.

Tahun demi tahun berganti. Tatkala menginjak usia 13 tahun, Glenn mewakili sekolahnya untuk mengikuti sebuah lomba lari. Tidak terlalu mengherankan jika kemudian ia memenangkan perlombaan. Ia sudah terlatih dalam waktu yang cukup lama. Ia pun mendapat gelar pelari terbaik di Morton County Fair.

Sejak itu, Glenn Cunningham semakin sering mengikuti kejuaraan lari dan selalu berhasil menjadi juara. Ia berhasil menjuarai lari bukan karena memiliki kaki yang kuat, bahkan kaki itu pernah nyaris diamputasi. Ia menjadi juara lantaran ia memilih berlari pada saat kebanyakan orang memilih berjalan.

Glenn Cunningham, atau dikenal dengan nama The Kansas Ironman, atau The Kansas Flyer, lahir 4 Agustus 1909, di Atlanta, AS.  Ia adalah pelari jarak menengah Amerika yang berulang kali memecahkan rekor nasional di tahun 1930-an. Pada Olimpiade 1932 di Los Angeles, ia menempati posisi keempat dalam lomba lari 1500 meter.

Berikutnya ia memenangkan medali Sullivan pada tahun 1933 atas prestasinya dalam lari jarak menengah. Pada tahun 1934, ia mencetak rekor dunia untuk lari jarak jauh yang berlangsung selama tiga tahun. Dia juga mencetak rekor dunia di nomor 800 meter pada tahun 1936. Kala itu ia mencatat prestasi yang menakjubkan dan berhasil mencetak rekor dunia baru lari jarak satu mil dengan waktu hanya 4:06 menit. Pada tahun yang sama, ia berhasil memenangkan medali perak dalam lomba lari 1500 meter pada Olimpiade di Berlin. Sehingga ia mendapat penghormatan sebagai atlet luar biasa. Juara lagi dalam jarak tempuh dalam ruangan pada tahun 1938. Musim kompetisi terakhirnya adalah 1940.

Di kampung halamannya di Elkhart, Kansas, terdapat sebuah taman yang diberi nama Glenn Cunningham Park sebagai penghormatan kepadanya. Sebuah ajang lomba Lari satu mil di Kansas juga memakai namanya. Pada tahun 1974, ia dilantik ke dalam Hall of Fame Lintasan dan Lapangan Nasional. Pada tahun 2012, The Kansas Ironman itu secara anumerta dilantik ke dalam Hall of Fame Lari Jarak Jauh Nasional.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun