Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Essi Nomor 264: Proklamasi Bahasa

10 Mei 2021   09:06 Diperbarui: 10 Mei 2021   09:28 55 1
Essi 264 -- Proklamasi Bahasa
Tri Budhi Sastrio

Saat ini, manakala berlaksa daun kuning gugur jatuh ke bumi,
Penuhi trotoar, halaman, jalanan, berbisik lirih menggoda hati.
Tak terlalu gembira tetapi juga tak sedih karena bukan tragedi.
Ini peristiwa biasa nan alami, musim gugur ya memang begini.
Daun kuning rontok di mana-mana karena jika tak lakukan ini,
Kala salju lebat-lebatnya, si pohon pongah yang tegak berdiri,
Lengkap dengan rimbunan daun hijau riang serta berseri-seri,
Mungkin terengah menahan beban lalu tumbang gagal berdiri.
Tapi seperti yang diatur secara alami, walau tak berdaun lagi,
Justru beban jadi ringan, beratnya salju bakal sukses dilewati.
Yang pongah mati, yang cerdik berdiri sampai ke musim semi.
Ini yang ada di sini, sedangkan yang di RI, kisahnya lain lagi.
Daun tua memang rontok tapi yang muda terus muncul berseri,
Rontok jatuh tunas semai kembali, begitu terjadi berulang kali.
Pohon selalu rimbun menghijau bermandikan cahaya mentari.
Dan kini, dari tanah tempat cerdiknya pohon-pohon siasati diri
Serta dari tanah tempat daun selalu tunas bersemai kembali,
Sebuah proklamasi, Proklamasi Bahasa namanya, bak nafiri
Ditiup berkali-kali mengabarkan bahwa kini sebagian dari janji
Yang pernah disampaikan hampir seabad yang lalu diperbarui,
Karena tak hanya akan dijunjung tinggi tetapi juga diberi sandi
Supaya menjadi bahasa negeri-negeri ... bahasa di muka bumi.

Menghunjam ke jantung peradaban manusia, dulu sampai kini,
Bahasa sebenarnya masih menyimpan banyak sekali misteri,
Sayangnya tak banyak yang punya waktu memikirkannya lagi.
Yang tersisa hanya mereka yang sibuk menelaah dan meneliti
Peran dan fungsi bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi.
Banyak juga yang sibuk dengan aturan, tata eja, makna dan arti.
Yang lain dengan struktur, dengan konstruksi lalu dekonstruksi.
Pendek kata yang namanya bahasa telah ditelaah berkali-kali,
Sampai dikata bahasa telah telanjang tidak lagi simpan misteri.
Ha ... ha ... ha ... sekilas benar, bahasa memang lengkap dikaji,
Tapi apa benar tak ada sisa pada bahasa yang namanya misteri?
Tentu ada, masih ada, dan akan selalu ada, inilah sifat nan alami.

Proklamasi Bahasa telah menjadi catatan sejarah, itu mulai kini.
Catatan akan terus dibaca atau hilang begitu saja, juga misteri.
Sama misterinya, apakah proklamasi ini menguatkan tiga janji,
Atau tak lebih cuma gurauan kala minum kopi sambil makan roti?
Proklamator perdana, proklamator bahasa perdana, sudah pasti.
Jumlah tepat 279, waktu 28 Oktober 2013, itu tengah malam tadi.
Tetapi mereka atau kami-kami ini pasti tidak akan banyak berarti
Jika para proklamator utama yang akan segera menyusul nanti
Tak mau bergotong-royong serukan terus bahana ini proklamasi.
Kerja masih banyak, mungkin tak akan usai, sampai kami mati,
Tapi sekali janji dikerek tinggi-tinggi, pantang kami berlari pergi.
Tekad telah dimeteraikan, janji telah dinafirikan, tinggallah kini
Semua proklamator melaksanakan janji dalam hidup sehari-hari.
Bahasa itu cerminan jiwa, penanda kehormatan manusia sejati,
Bahkan harkat dan martabat bisa juga diukur menggunakan ini.
Bahasa merdeka bukan bahasa dusta, bahasa merdeka berciri
Menghargai sesama anak bumi, jauh dari hina serta caci-maki,
Walau lema yang berkaitan dengan ini jumlahnya banyak sekali.
Itulah bahasa anak negeri yang sekarang jadi bahasa anak bumi.
Bahasa merdeka ungkapan jiwa, bahasa mulia nafiri nurani suci.
Hati yang papa, hina dan terlunta-lunta bagai disapa embun pagi,
Dikobarkan semangat ditegarkan hati karena jika seiring sehati,
Tidak ada persoalan tak teratasi, tidak ada duka lara tak terobati.
Itu bahasa anak negeri, itulah bahasa anak bumi, kini juga nanti.

Nafiri telah ditiup lembut mendayu-dayu diiringi sinar mentari pagi.
Sangkakala juga membahana walau diiringi rontoknya daun pergi.
Genta pun ditabuh bertalu-talu beritahu ini lho bahasa anak negeri
Diproklamasikan ke penjuru bumi, kerjasama erat saling mengerti,
Antara mereka yang suci dan berani, dan yang berani serta suci.
Bendera berkibar berdampingan, Poznan -- Jakarta saling berbagi,
Putih Merah dan Merah Putih ... dua saka martabat dan harga diri.
Hilang sudah ragu sangsi, walau kerja bertumpuk sedang menanti.
Bahasa ini bukan bahasa birokrasi, bahasa ini bahasa hati nurani,
Jadi pasti cocok diguna di mana-mana, bahkan juga di luar bumi.
Jadi ayo ... tak perlu bimbang tak perlu sangsi, itu inti proklamasi.
Tegar kokoh berdiri guna tunjukkan martabat kematangan pribadi,
Sementara mata bibir yang ceria berseri-seri, tampak yakin sekali
Bahwa proklamasi bahasa ini pada akhirnya akan diterima di bumi.

Essi nomor 264 -- POZ01112013 -- 087853451949

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun