Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Menerka Praktik Pengalihan Isu di +62

10 Mei 2021   08:01 Diperbarui: 10 Mei 2021   08:18 281 3
Apakah semua masalah dan kasus-kasus yang terjadi memang mengalir begitu saja? Bukan karena memang sengaja dicipta demi menutup kasus-kasus besar, terutama yang menjerat elite partai di pemerintahan maupun parlemen?

Benarkah hanya skenario

Karenanya, berbagai pihak pun kini berpikir bahwa cara-cara yang sedang ditempuh rezim adalah jualan pengalihan isu. Benarkah hanya skenario?

Fakta bahwa banyak masalah dan kasus yang menumpuk di parlemen maupun pemerintahan, tapi dimunculkan kasus larangan mudik.

Otomatis, opini publik atau masyarakat kini terus terjerembab pada persoalan mudik. Media massa yang menjadi corong rezim pun terus membombardir pikiran rakyat dengan tayangan dan berita yang melingkar-lingkar soal larangan mudik yang menjadi bermasalah, diciptakan agar menjadi pro dan kontra.

Sekali dayung banyak pulau dilampaui. Kasus-kasus besar jadi tenggelam, larangan mudik pun jadi cara rezim untuk siap-siap agar tak disalahkan bila terjadi lonjakan corona. Rakyat jadi sibuk mikirin bagaimana caranya bisa lolos mudik dan terus berkutat pada mudik dan mudik.

Lalu, saat bersamaan juga ada kasus pelemahan KPK, pemecatan pegawai KPK, ada masalah dalam test kebangsaan dll, lalu dihantam dengan berita kedatangan WN China.

Opini publik pun bergeser mikirin inkonsistensi pemerintah. Saat larangan mudik terus berlaku, rakyat pribumi malah diburu dan disuruh putar balik, berita WN China melenggang lagi masuk Indonesia naik lagi.

Masalah KPK masih bergulir. Masalah WN China jadi perbincangan semua pihak. Tiba-tiba muncul Bipang (Babi Panggang) di tengah masyarakat yang sudah kecewa dengan larangan mudik, pelemahan KPK, Omnibus Law, SKB tiga menteri tentang seragam, kenaikan iuran BPJS, gelombang korupsi dan oligarki.

Di mana rasionalnya, seorang pemimpin negara malah membuat keruh suasana dengan promosi kuliner makanan yang haram bagi umat muslim di tengah umat muslim menjalankan ibadah Ramadhan dan menyambut Idul Fitri.

Namun, ibaratnya, setelah melempar batu, hingga sekarang malah nonton siapa yang kena lemparan batu, tanpa mengklarifikasi dan meminta maaf secara langsung dan membiarkan orang-orang saling lempar batu akibat Bipang yang dipromosikan di saat yang sangat tidak tepat.

Luar biasa. Inilah yang sekarang menguat dalam opini masyarakat bahwa pengalihan isu itu, aktornya bisa siapa saja. Sebab, mustahil promosi kuliner yang tujuannya untuk kampanye mencintai produk Indonesia, justru jadi kendaraan kepentingan dan kepentingan.

Sehingga tak heran, cara negatif untuk membuat semua skenario kepentingan mulus sesuai pesanan pemodal, pengalihan isu adalah ampuh di tengah pendidikan Indonesia terpuruk dan masih banyak rakyat yang tak cerdas intelegensi dan personaliti, lalu mudah dibodohi dengan membangun opini publik yang dinamis.

Menenggelamkan masalah besar ditutup dengan masalah lain, yang meskipun sumbunya kecil, tetapi banyak yang sudah diperankan untuk menjadi penyiram bensin. Maka, masalah kecil pun kian melebar dan besar. Menenggelamkan masalah sebelumnya.

Begitulah cara mereka terus memainkan hati dan pikiran rakyat. Ketika orang-orang sibuk mengikuti pemberitaan suatu kasus besar, namun lambat laun pemberitaan itu (entah sengaja atau tidak) ditenggelamkan dan digantikan dengan berita lain yang lebih menghebohkan.

Pagi-siang-malam berita tersebut terus menerus disiarkan dan diperbincangkan oleh banyak media. Dan, masyarakat pun kini bisa menilai media mana saja yang memihak dan berpihak.

Pengalihan isu tak ada UU-nya

Sayangnya, meski berbagai pihak kini menduga masalah larangan mudik, WN India, WN China, Bipang dll hanya sekadar mengalihkan isu dari pesta pelemahan KPK, penyelamatan para elite partai dari kasus korupsi, dan pesta keluarga oligarki, tapi memang sulit dibuktikan secara fakta. Namun, bila hal itu adalah benar sebagai pengalihan isu, juga tetap akan sulit dijadikan sebagai pelanggaran hukum, karena belum ada Undang- Undangnya.

Miris, ternyata hingga sekarang, para elite partai yang duduk di kursi parlemen maupun pemerintahan karena suara rakyat, terus menjadi wakil partai, wakil cukong, wakil kepentingan, wakil iklan, wakil koruptor, wakil oligarki, dan wakil-wakil kepentingan lainnya, bukan wakil rakyat. Terus berpesta di tengah penderitaan rakyat. Yang penting Asal Bapak Senang (ABS) yang belakangan juga nge-trend lagi.

Bila benar semua hanya akal-akalan dan sekadar pengalihan isu, kasihan rakyat, jadi korban larangan mudik dan disuruh berseteru karena sengaja dilempar masalah Bipang demi mereka memuluskan semua rencana menyelamatkan kepentingan.

Bila benar semua karena pengalihan isu, kira-kira setelah Bipang apalagi? Tapi rakyat pun tidak sadar KPK sedang digunduli. Sementara larangan mudik terus berkobar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun