Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Wisata Sejarah Rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok

19 November 2019   18:36 Diperbarui: 19 November 2019   18:37 68 1
Nama Djiaw Kie Siong mungkin tidaklah familiar di telinga kita. Namun siapa sangka bila ada sosok seorang Tionghoa dibalik kisah jelang kemerdekaan Indonesia.

Bahkan rumahnya menjadi saksi bisu sebuah aksi penculikan terhadap Soekarno dan Mohammad Hatta. Bagaimana bisa?

Jadi sehari sebelum kemerdekaan diproklamirkan, tepatnya 16 Agustus 1945, kedua bapak bangsa itu dibawa oleh pejuang muda berbasis di Rengasdengklok. Beberapa diantara pemuda itu adalah Adam Malik, Sukarni, Jusuf Kunto, Chaerul Saleh dan Sukarni.

Selain Soekarno dan Hatta, Fatmawati serta anaknya yang masih bayi, Guruh Soekarnoputra dibawa ke Rengasdengklok. Pada rencana semula mereka akan ditempatkan di markas PETA (Pembela Tanah Air).

Namun karena tampak mencolok, akhirnya sang proklamator ditempatkan di sebuah rumah berlokasi cukup terpencil dan jauh dari markas PETA, kira-kira berjarak 81 kilometer.

Di rumah itulah naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia disiapkan dan ditulis. Rencananya rumah tersebut bakal jadi tempat pembacaan naskah proklamasi, tetapi diubah dan dipindah ke Jalan Pegangsaan Timur 56.

Walau hanya peristiwa singkat, namun berperan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Sehingga tak heran bila saat ini, pemerintah menjadikan rumah milik Djiaw Kie Song itu dijadikan cagar budaya dan menjadi wisata sejarah.

Agar tidak mengurangi nilai historinya, keaslian lokasi di masa itu sangat dijaga betul. Mulai dari dua kamar hingga ranjang tua dari kayu jati yang digunakan Soekarno dan Hatta untuk beristirahat.

Bangunan plus ruang tamunya juga masih menggunakan lantai ubin terakota yang biasa dipakai untuk rumah keturunan Tionghoa. Hingga kini rumah Djiaw Kie Siong tetap dirawat dan dijaga oleh sang cucunya.
 
Lalu, sebenarnya siapa Djiaw Kie Siong?

Beliau adalah seorang petani yang juga berladang dengan menanam palawija. Djiaw Kie Siong sendiri diperkirakan lahir pada tahun 1880 di Desa Pacing, Sambo, Karawang.

Profesi tersebut telah digelutinya lebih dari 20 tahun, yakni sejak 1930. Tak kurang dari dua hektar sawah digarapnya dan biasanya ia menanam timun, terong, kacang, dan singkong.

Selain bertani, Djiaw Kie Siong juga memiliki pekerjaan sampingan membuat peti mati. Rata-rata pembelinya adalah masyarakat disekitar Karawang, Jawa Barat.

Pria keturunan Tionghoa Hakka ini, juga pernah tergabung sebagai tentara PETA, dirinya meninggal di tahun 1964 karena sakit paru-paru. Selama hidupnya Djiaw Kie Siong tidaklah sendirian, ia memiliki satu saudara dan sembilan anak dari dua perkawinan.

Oleh : Sony Kusumo

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun