Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Juni

4 Desember 2019   08:08 Diperbarui: 5 Desember 2019   10:02 93 3
Namaku Juni. Ya, sependek itu namaku. Dan aku lahir di Bulan Agustus. Ayahku adalah penggemar puisi dan prosa Sapardi Djoko Damono. Itulah kenapa ayah turut terpikat dengan hujan dan Bulan Juni. Jadi, kau tak perlu lagi bertanya mengapa namaku Juni padahal aku lahir di Bulan Agustus. Tapi nama adalah doa, kata banyak orang. Kecuali namaku.

"Namamu juga doa, Nak," ucap ayah usai menyeruput kopi hitam kesukaannya.

Oh iya, Ayah adalah penggemar kopi. Dia selalu menyeduh sendiri kopinya. Tak pernah memercayakan kepada siapa pun untuk urusan itu kecuali kepada barista di kedai kopi langganannya. Namun, sejak kedai kopi itu membikin kopi saring sachetan, dia mulai percaya pada Ibu untuk menyeduhnya. Cukup sekali diberi contoh, Ibu langsung terampil.

Juni adalah bulan peralihan, lanjut ayah, semesta bergerak dari musim penghujan menuju kemarau. Jika hujan masih turun di bulan Juni, ia akan turun begitu tabah.

"Ah, ayah terpengaruh SDD," selorohku.

Ayah tersenyum, kemudian menyesap kopi hitamnya sekali lagi.

"Jika kau dapat mendengar hujan di bulan Juni, ayah yakin kau tak akan bertanya-tanya tentang namamu."

Aku mengernyitkan dahi.

"Hujan bulan Juni adalah sebuah pengharapan sekaligus pewanti-wanti,"

"Bukannya sebuah perpisahan?" Tanyaku, "Juni kan bulan peralihan musim, maka hujan bulan Juni adalah sebuah perpisahan."

"Betul, tapi bukan sekadar itu," kilah Ayah, "ia adalah perpisahan yang berat,"

Bayangkan, berbulan-bulan hujan turun menumpahkan cintanya pada bumi, menumbuhkan tanaman, menghidupkan lagi yang sekarat, membasahi tanah yang retak dan membasuhi kerongkongan bumi yang kerontang. Lalu, ketika Juni datang, dia harus pamit.

"Apa kau pikir begitu mudah menanggalkan cinta dan meninggalkan yang dicinta?"

Aku menggeleng.

Begitulah, maka hujan menumpahkan cintanya yang berat di bulan Juni. Hujan yang mengandung pesan bahwa ia begitu mencintai bumi dan, karenanya, ia akan kembali. Jika kau bisa mendengar ucapannya, dia berkata; tabahlah selama aku tak ada karena kehidupan akan menjadi lebih berat tanpa ketabahan. Maka, Juni adalah bulan cinta yang agung.

"Apakah ada yang lebih agung dari cinta yang memberi pengharapan dan mewanti-wanti?"

"Kalau begitu, kenapa Ayah tak menamaiku Hujan Bulan Juni saja daripada sekadar Juni?"

Ayah tergelak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun