Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Ekonomi Kreatif di Tasikmalaya

28 Januari 2010   08:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:13 2351 0
Simpul- simpul kreatif Kota Tasikmalaya tersebar di 10 kecamatan. Pun, dengan komunitas kreatif yang terus bermunculan. Dari mulai radio, televisi, fotografi hingga kuliner. Apabila potensi itu menyatu, bukan tak mungkin Kota Resik akan menjelma sebagai kekuatan baru perekonomian di selatan Jawa Barat. Potensi kreatif dapat ikut menyangga laju pertumbuhan ekonomi. Perlu dukungan dari semua pihak, agar industri kreatif lebih berkembang.

PADA tahun 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan sebagai tahun industri kreatif tingkat nasional. Pertumbuhan ekonomi dari sektor ini di beberapa kota besar misalnya Bandung, Yogyakarta, Makassar berkembang pesat. Bahkan, Kota Kembang tergolong daerah termaju di Asia Tenggara sebagai wilayah yang memiliki pelaku industri kreatif paling berprospek.

Dalam cetak biru “Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025” yang diberikan menteri perdagangan kepada presiden memuat 14 elemen yang tergolong industri kreatif. Catatan itu memuat kelompok industri di antaranya: (1). Arsitektur, (2). Desain, (3). Kerajinan, (4). Layanan komputer dan peranti lunak, (5). Mode, (6). Musik, (7). Pasar seni dan barang antik, (8). Penerbitan dan percetakan, (9). Periklanan, (10). Permainan interaktif, (11). Riset pengembangan, (12). Seni pertunjukkan, (13). Televisi dan radio, (14). Video, film, dan fotografi.

Memang, pengertian industri kreatif masih terdengar asing di telinga masyarakat. Terutama mereka yang tinggal di daerah. Termasuk di Kota Resik yang terkenal sebagai sentra kerajinan rakyat.

Padahal, aktivitas mereka yang menekuni kerajinan termasuk pada poin tiga kategori industri kreatif. Para pengrajin kelom geulis di Kec. Tamansari, sandal di Kec, Mangkubumi, batik di Kec. Cipedes, payung geulis di Kec. Indihiang dan Cihideung, jaket di Kec. Cibeureum, bordir di Kec. Kawalu, mendong di Kec. Purbaratu, semua termasuk pelaku industri kreatif.

Sentra-sentra kerajinan sejak dahulu bertebaran di kota berpenduduk lebih dari 500.000 jiwa ini. Kecamatan Cihideung yang berada di pusat kota merupakan daerah pemasaran terdekat andalan pengrajin. Bahkan, pada tahun 80-an beberapa pengusaha payung dan kelom geulis sempat menikmati masa kejayaan. Produk mereka disukai konsumen dari dalam dan luar Kota Tasikmalaya. Profesi pengrajin diminati warga. Kultur berniaga memang sejak lama melekat dalam diri orang tasik.

Seiring perkembangan zaman sentra kerajinan tak melulu berada di kota, warga mulai membuka lapak baru di pinggiran dengan kapasitas produksi lebih besar. Jalan Tamansari yang dulu dikenal dengan Gobras merupakan sentra kerajinan alas kaki terbesar di kota ini. Pemasaran sandal buatan para pengrajin selain menembus pasar nasional juga mengibarkab bendera di luar negeri. Negeri Kincir angin termasuk negara pengimpor kelom andalan.

Dengan potensi kreatif yang begitu beragam pemerintah harus jeli memanfaatkannya. Kultur kreatif Tasikmalaya berbeda degan kota-kota lain yang ada di Tanah air. Sisi tradisional karya rakyat tersebut terasa kental. Kuat mewarnai kerajinan dari mulai bordir, baju koko, mukena, mendong, sandal, payung yang menjadi ciri khas Tasikmalaya.

Apabila sentra kerajinan tadi telah terpetakan, tentu akan mempermudah pemerintah untuk membina para pengusaha. Setiap tahun Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya terus berupaya membantu pengusaha dalam memasarkan produknya. Satu hal yang telah dilakukan pemkot ialah membangun gapura.

Gapura sebagai penanda sentra kerajinan telah terpasang di beberapa titik strategis, seperti perempatan Mitra Batik (sentra batik), Jln. Bebedahan (sentra mendong), Jln. Jenderal A.H. Nasution (sentra sandal), dll. Gerbang-gerbang sentra kerajinan yang telah dibangun Pemkot Tasikmalaya akan memudahkan para pelancong dan investor dari luar kota melakukan transaksi.

Calon konsumen (buyer) datang ke kota yang akan berulang tahun ke-9 ini tidak akan sulit menemukan sentra pengrain. Misalnya, sentra batik di Ciroyom Kec. Cipedes, setiap pengrajin telah memasang plang nama sebagai “brand image” di pinggir jalan menuju arah Cigeureung. Sementara papan besar terpasang dengan megah bertuliskan Sentra Batik Kota Tasikmalaya saat akan memasuki Jln. Cinehel.

Komunitas kreatif menuju festival budaya

Ada hal menggembirakan di Kota Resik pada awal tahun 2010 ini. Sekelompok orang menggelorakan semangat komunitas kreatif, dari mulai fotografi, film, periklanan, layanan komputer dan peranti lunak, hingga kuliner.

Beberapa komunitas yang sempat saya catat di antaranya, Penggemar Fotografi Tasikmalaya (FPT), Komunitas Online Tasikmalaya, Wisata Kuliner Tasik (WKT), Sayuran13, Asosiasi Pengusaha Komputer Tasikmlaya (Aspekta), Tasikmalaya Creative Forum, dll.

Cikal bakal komunitas yang terbentuk karena persamaan hobi itu mulai berani unjuk gigi ke permukaan. Mereka kerap melakukan kopi darat untuk melakukan gerakan menuju pelampiasan ekspresi kreatif bersama. Festival budaya termasuk isu yang kerap didiskusikan komunitas ini. Pelan tapi pasti komunitas ini mulai menggurita dengan tambahan anggota setiap waktu.

Sesak di dunia nyata. Komunitas kreatif ini malah aktif di dunia maya. Mereka memanfaatkan situs jejaring sosial sebagai jembatan untuk menyatukan simpul-simpul kreatif di Kota Tasikmalaya, seperti Facebook dan Twitter. Bahkan, Komunitas Wisata Kuliner sedang membangun website sendiri beralamat di www.wisatakulinertasik.com.

Beberapa komunitas yang sempat saya catat di antaranya, Penggemar Fotografi Tasikmalaya (FPT), Komunitas Online Tasikmalaya, Wisata Kuliner Tasik (WKT), Sayuran13, Tasikmalaya Creative Forum, dll.

Kankan Iskandar (Ketua FPT), Teguh Nugraha (Pendiri Komunitas Online Tasikmalaya dan WKT), Maulana Yudiman (penulis buku Tasik Funtastic Kuliner), dan Ervan Kuriawan (Katara Tour) dalam sebuah kesempatan mengatakan, kota ini akan lebih hidup apabila potensi-potensi kreatif yang ada di Tasikmalaya lebih kompak dan bersatu. Bahkan, setelah simpul-simpul kreatif terpetakan dan bisa “ngariung” bukan hal mustahil sebah even budaya tahunan dapat terselenggara di kota ini.

Festival budaya merupakan masa ketika pelaku industri kreatif, konsumen, pemerintah dan warga berkumpul bersama. Para pengusaha bisa mempromosikan produknya agar makin dekat dengan masyarakat. Warga selaku konsumen memiliki keuntungan mendapatkan informasi berharga sekaigus lebih mengenal daerahnya.

Satu tayangan program televisi “Tatap Muka” TV One dipandu M. Farhan yang menghadirkan Ridwan Kamil sebagai bintang tamu mengatakan, semakin banyak kegiatan budaya yang berlangsung di satu kota itu menandakan kota sehat. Agar Kota Tasikmalaya lebih berwarna dan ekspresi warganya muncul ke permukaan, festival budaya merupakan solusi paling pas.

Dalam festival budaya nanti seluruh potensi kreatif yang ada di Kota Tasikmalaya memperlihatkan karyanya kepada masyarakat. Dari mulai produk tradisional seperti batik, kelom, payung, bordir, aksesori hingga barang modern kekinian yang di tanah air pusatnya terletak di Bandung, produk-produk distro.

Produk kreatif yang terakhir terus bergerak di kalangan anak muda. Dari mulai pakaian, ikat pinggang, dompet, alas kaki, sepatu, hingga tas disukai kaum remaja. Potret distro sukses di Tasikmalaya terwakili oleh Pocket 22 milik H.Ega Dirgantara. Ia berhasil membedayakan orang-orang di sekitarnya untuk bekerja sama melalui jalur ekonomi kreatif.

Keberhasilan potensi kreatif dalam menumbuhkembangkan ekonomi di Tasikmalaya tentu akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Bukankah pada tahun 2010 ini Pemerintah Kota Tasik bertekad untuk meningkatkan daya beli masyarakat.***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun