Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Artikel Utama

Tahun Baru, Saatnya Bulat Tekad Menuju "Bulan"

31 Desember 2019   21:51 Diperbarui: 1 Januari 2020   19:32 124 8
Waktu memang (terasakan) berlalu dengan cepat. Mungkin lebih cepat dari mobil Bugatti Chiron Super Sport yang bisa melaju dengan kecepatan 489 Km/jam.

Bagi beberapa orang "super" sibuk, kadang berharap supaya panjang satu hari bukan 24 jam. Namun kalau bisa 32 jam, bahkan lebih.

Meskipun saya bukan orang "super" sibuk, Desember sebagai bulan penutup tahun membuat saya sedikit "sibuk". Saya tidak tahu apakah Anda juga merasa begitu.

Jika dibandingkan dengan bulan lain, sepertinya Desember adalah bulan (paling tidak agak sedikit) sibuk. Ada yang sibuk menyelesaikan target, bahkan mungkin sudah sibuk membuat rencana untuk tahun depan.

Waktu yang terdiri dari jam, hari, bulan dan tahun, selain dapat mengekang manusia di satu sisi, namun di sisi lain tentu sangat berarti (baca:berharga) dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini bukan hanya berlaku bagi manusia modern saja.

Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita pun sudah berhubungan erat dengan waktu dan mempunyai konsep tentang waktu yang ditandai dengan hari, bulan dan tahun.

Hanya saja, karena belum ada jam atom yang menjadi acuan, tentu perhitungan waktu tidak seakurat seperti sekarang.

Tetapi saya pikir itu tidak menjadi masalah. Karena zaman dahulu kan belum butuh waktu yang akurat, misalnya untuk naik kereta api yang kedatangannya sudah terjadwal dengan rapi (walaupun di Indonesia, terkadang kedatangan kereta api bisa maju atau mundur sesuai sikon).

Nenek moyang kita menggunakan waktu untuk kebutuhan hidup lain. Misalnya menentukan kapan waktu tepat untuk bertanam, maupun berburu hewan tertentu.

Bahkan mereka menggunakan waktu untuk menentukan kapan waktu tepat untuk pindah tempat tinggal, sewaktu mereka masih hidup secara nomad.

Kalau belum ada jam atom, lalu bagaimana cara nenek moyang kita menentukan waktu?

Mereka menentukan waktu dengan rujukan dari pengamatan atas benda-benda di langit, termasuk Bulan dan Matahari.

Nenek moyang kita menghitung panjang satu bulan dengan cara mengamati siklus mulai dari munculnya Bulan muda, kemudian Bulan purnama, dan menjadi Bulan susut. Mereka juga mengetahui bahwa panjang satu siklus tersebut bervariasi, antara 29 dan 30 hari.

Bahkan Bangsa Sumeria, Maya dan Mesir kuno, bisa menghitung panjang satu tahun, yaitu sekitar 365 hari.

Walaupun jangka waktu tersebut ternyata pada masa jauh setelah bangsa-bangsa itu lenyap dari peradaban dunia, diketahui sebagai waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi Matahari.

Mereka juga memiliki sistem penanggalan tersendiri, yang kemudian menjadi dasar dari sistem penanggalan buatan Julius Caesar. Lalu sistem penanggalan ini disempurnakan lagi oleh Paus Gregorius, dan kita sekarang memakainya sebagai sistem penanggalan standar.

Tentang penanggalan, saya tidak tahu persis alasan (sebagian) orang melarang perayaan dan ucapan pergantian penanggalan (tahun baru). Apakah karena sistem penanggalan yang kita pakai sekarang berdasarkan sistem yang dibuat oleh Paus Gregorius (alias budaya kristen)?

Padahal sih, seperti saya sudah tuliskan sebelumnya, sistem penanggalan saat ini (berdasarkan sistem yang dibuat oleh Paus Gregorius) hanya penyempurnaan saja. Bangsa Sumeria lah sebenarnya yang pertama kali membuat (baca : menemukan) sistem penanggalan tahunan, sejak 3000 tahun SM (sebelum masehi) lalu!

Tetapi saya maklum juga, karena peristiwa heboh penanggalan ini juga pernah terjadi di belahan dunia lain.

Apakah Anda pernah membaca tentang kehebohan penanggalan yang dibuat oleh Bangsa Maya (hidup pada tahun 300 SM sampai tahun 900)

Penanggalan mereka berakhir pada tahun 2012. Sehingga sebagian orang gempar, dan menganggap bahwa kiamat akan terjadi pada tahun yang sama.

Kenyataannya, tentu kita semua tahu karena saya bisa menuliskan cerita ini dan Anda bisa membacanya saat ini. Kiamat tidak terjadi pada tahun 2012.

Waktu, memang terus berjalan, tidak mengenal musim. Bersamaan dengan itu juga, berbagai macam peristiwa terjadi.

Mulai dari peristiwa besar, dimana kita bisa tahu dari berbagai macam tulisan dan rekaman peristiwa tersebut dalam berbagai bentuk, dan kita biasa menyebutnya sebagai sejarah.

Kemudian juga peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Baik peristiwa dimana kita sebagai saksi langsung, bahkan pengalaman pribadi.

Saya yakin ada berbagai macam peristiwa telah Anda alami dalam setahun ini. Peristiwa yang tentunya menimbulkan emosi berbeda antara satu dengan lainnya. Termasuk juga perasaan, misalnya rasa suka, duka, bisa keduanya dan bahkan bukan keduanya.

Pada era Edo di Jepang, tanggal terakhir setiap bulan disebut dengan misoka. Kemudian tanggal terakhir dalam satu tahun (hari ini) disebut sebagai Oo-misoka (Oo ditulis dengan huruf kanji yang berarti besar).

Malam nanti, lonceng di kuil-kuil Buddha akan dibunyikan sebanyak 108 kali. Dalam bahasa Jepang, prosesi ini disebut Joya-no-kane. Jumlah 108 itu untuk mengingatkan, bahwa manusia mempunyai 108 bon-nou, yaitu nafsu yang sifatnya duniawi.

Di beberapa daerah, misalnya di Akita yang terletak di sebelah Utara hondo (pulau utama Jepang), ada festival Namahage. Pada festival ini, beberapa orang yang memakai topeng raksasa (setan), kemudian berkeliling dari satu rumah ke rumah lain sambil berteriak "Apakah ada anak nakal disini!" Biasanya anak-anak di rumah yang dikunjungi Namahage akan menangis kejer.

Daerah Kagoshima di sebelah Selatan hondo juga mempunyai festival mirip, dinamakan Toshi-don.

Saya tidak tahu apakah ada festival serupa di Indonesia.

Walaupun festival Namahage maupun Toshi-don tidak ada di Indonesia, namun pada hari terakhir dalam setahun ini kita juga tidak boleh lupa introspeksi. Misalnya untuk mengingat, apakah kita telah melakukan sesuatu (baik lisan, maupun dengan perbuatan) yang merugikan orang lain

Sebaliknya, kalaupun mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan, tentu kita juga bisa mengambil hikmahnya. Agar pada tahun yang akan datang, kita tidak mengalaminya lagi.

Peristiwa yang akan kita alami pada tahun yang sebentar lagi akan tiba, tentu tidak akan sama dengan peristiwa yang telah lewat.

Namun, kita tidak perlu takut.

Bagaimana pun sulit dan rumitnya perkiraan kita tentang tahun depan, kita harus punya tekad.

Sebab tekad akan menjadi pemicu semangat kita. Tekad itu pula yang bisa mengubah ketakutan menjadi keberanian, keragu-raguan menjadi keteguhan hati untuk menyongsong hari depan.

Masih berhubungan salah satu unsur waktu yaitu Bulan, saya jadi teringat tentang kata-kata John F Kennedy (JFK) pada pidato yang disampaikan di hadapan kongres Amerika tahun 1961. Dia mengatakan memilih pencanangan misi ke Bulan bukan karena hal itu mudah. Justru karena itu sulit untuk dilakukan.

Tekad dari JFK itulah kemudian yang bisa mewujudkan cita-cita Amerika delapan tahun kemudian. Pada tanggal 20 Juli 1969, Neil Armstrong tercatat sebagai manusia pertama yang menginjakkan kakinya di Bulan.

Pria kelahiran Ohio dengan status sipil (dua orang rekannya, yaitu Aldrin dan Collins adalah orang militer) ini mengucapkan kata-kata, yang kemudian populer sampai sekarang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun