Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Jokowi Vs Prabowo: Sedih!

2 April 2014   07:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:11 4730 2


Ditengah hiruk pikuk pergumulan pesta politik tahun 2014, tersebutlah dua nama besar calon Presiden Republik Indonesia yang mencuat dalam urutan dua besar di berbagai lembaga survey, Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Kedua capres tersebut telah mencalonkan masing-masing dirinya sebagai calon pemimpin negeri 'gemah ripah loh jinawi' ini untuk periode 5 (lima) tahun ke depan. Joko Widodo dengan dukungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Prabowo Subianto beserta mesin partainya yakni Partai Gerindra.

Kita telah menyaksikan bersama bagaimana riuh rendah pencalonan Jokowi sebagai Capres resmi PDIP disambut meriah oleh banyak kalangan masyarakat. Belum lagi dramatisasi pemunculan nama Jokowi ke publik oleh Megawati Soekarno Putri semakin menambah renyah rasa politik pencitraan politik partai merah ini. Jokowi disambut bak pahlawan super yang diharapkan mampu memberikan rasa nyaman dan dirasakan menyelesaikan segudang permasalahan negeri ini, meski sebenarnya tidak ada seorang pun yang mampu menuntaskan seluruh persoalan hanya dengan dirinya sendiri, ah saya ragu. Walaupun Megawati memberikan idiom, "Jokowi ini banteng, meski kerempeng!".

Sejak kemunculan nama Joko Widodo sebagai calon resmi partai banteng putih, Prabowo Subianto agak meradang dikarenakan berbagai sebab diantaranya; perjanjian Batu Tulis, hasil survey yang menempatkan Jokowi diatas Prabowo, dukungan moral dan finansial Prabowo kepada Jokowi ketika mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta dan belum rampungnya tugas Jokowi sebagai Gubernur Ibukota.

Akhir-akhir ini kita memperhatikan perilaku kekanakan yang dipertontonkan oleh PDIP dan Partai Gerindra dengan lontaran sindiran-sindiran puisi berbalas pantun. Sebagai rakyat jelata, saya maklum karena saya bodoh, mungkin tidak mengerti hubungan apa yang sebenarnya terjadi diantara kedua partai nasionalis yang pernah berpartner pada pemilu Presiden di tahun 2009. Atau mungkin saya terlalu naïf, karena politik memang demikian adanya, saling sikut-saling usut-saling rebut. Tetapi saya justru menjadi bingung, mana yang benar mana yang salah, atau tidak ada yang benar tidak ada yang salah?. Wallahu alam.

Ketakutan terbesar saya adalah Capres satu tidak amanah, sementara Capres yang lainnya tidak mampu menjaga emosi dan kewibawaan. Di dalam politik memang ada istilah, 'tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi.' Bulan Juni kurang lebih 3 (tiga) bulan lagi, tetapi tampaknya lama sekali, atau biar sajalah terasa lama, agar saya bisa menimbang siapa yang paling berhak memimpin negeri ini, Capres tidak amanah atau Capres penuh emosi. Mungkin nanti ketika saya terlelap, saya memperoleh wangsit, pria jantan mana yang lebih berhak saya coblos.

Di kantor, ketika saya sedang mengetik laporan, iklan di TV dan internet menyeruak memperlihatkan keunggulan masing-masing calon dengan prestasinya. Begitu halnya ketika saya berjalan pulang menuju rumah, baliho dan spanduk mereka berdua terpasang gagah di sudut jalan. Toh, saya mau istirahat pun saya masih mendengar celotehan tetangga akan jagoan mereka masing-masing. Rasanya dimana-mana sedang ramai perbincangan siapa yang berhak mewakili dan memimpin bangsa ini ke depannya. Iya, saya lupa, ini sedang masa kampanye.

Jikalau saya tidak salah ingat, dahulu tokoh-tokoh kemerdekaan bangsa ini pernah saling menghujat kuat, saling beragumen, saling menyulut diskusi, namun di dalam ruang siding, di dalam forum-forum resmi kenegaraan. Muhammad Natsir, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Soekarno, Mohammad Hatta, Sam Ratulangi, mereka berebut, mereka bertengkar, mereka beradu mulut, tetapi bukan demi kursi, bukan demi posisi, bukan demi gengsi. Sedih saya melihat bangsa ini saat ini, pemimpinnya yang satu tidak amanah, sementara yang lainnya cepat sekali emosi.

Buat apa ada kampanye, buat apa ada mobilisasi massa, buat apa ada aksi dan propaganda. Jika itu semua hanya menyakiti hati rakyat, jika itu semua membuat rakyat bingung harus memilih yang mana. Sungguh saya tidak ingin melihat para negarawan bangsa ini saling sikut-saling usut-saling rebut, jika tujuan utamanya hanyalah kekuasaaan semata, kekuatan politik belaka. Buat apa?. Toh kami sebagai rakyat miskin & bodoh tidak butuh retorika dan tontonan kekanakan. Yang kami butuhkan adalah pendidikan yang murah & berkualitas, kepastian lapangan pekerjaan, anak-anak bermain gembira di taman kota yang indah & bersih, petani & nelayan yang tidak khawatir akan tingginya harga bahan pokok, pemimpin yang bersinar penuh kejujuran dan kami mampu berteriak lantang bahwa kami bangga sebagai bangsa Indonesia!. Adakah harapan sederhana itu terpenuhi?. Semoga.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun