Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Ketika Klien Berbohong

14 November 2013   21:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:10 645 7
Dalam dunia kedokteran si pasien cenderung berkata jujur pada dokter terkait keluhan sakit yang dideritanya. Sebaliknya dalam dunia kepengacaraan. Klien tak jarang berkata bohong. Dikiranya dengan membangun cerita bohong dapat digunakan untuk membela kasusnya.

Klien acap menutup-nutupi bukti-bukti yang memberatkannya. Yang diceritakan hanya hal-hal yang baik-baik saja. Yang jelek-jelek ditutupi.

Bila pengacara tak jeli menerima cerita klien maka potensial salah diagnosa dan berujung salah membuat strategi pembelaan. Terutama jika pengacara langsung menerima begitu saja semua cerita klien, tanpa menghubungkan dengan bukti-bukti, baik bukti yang diajukan pihak klien maupun bukti-bukti pihak lawan. Dalam perkara perdata lawan adalah penggugat. Sedangkan dalam perkara pidana lawan adalah polisi (penyidik) dan jaksa (penuntut).

Karena itu sangat penting meminta klien berkata jujur supaya tak keliru beri advokasi hukum. Hal ini penting disampaikan saat ada indikasi klien berbohong.

Pengacara yang baik tentu saja akan meminta alat-alat bukti untuk membuktikan dalil si klien. Alat-alat bukti itu terutama saksi-saksi dan dokumen/surat-surat. Sehingga terbangun kesesuaian dalil dengan bukti-bukti.

Dokumen-dokumen dibaca. Saksi-saksi dihubungi dan diwawancarai. Dari hasil pembacaan dokumen dan wawancara saksi-saksi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kemudian hasilnya dicocokkan dengan pemeriksaan objek di lapangan (dalam perkara perdata misalnya sengketa berobjek tanah, rumah, kendaraan, kapal, dll) atau tempat kejadian perkara (perkara pidana).

Apakah sudah cukup? Belum. Supaya menang (dalam perkara perdata) atau akurat dalam memberikan pembelaan hukum (dalam perkara pidana) perlu mengetahui bukti-bukti lawan. Dengan pengetahuan bukti sisi klien dan sisi lawan akan tergambar utuh kekuatan dan kelemahan pihak klien. Dari sinilah dibangun strategi pembelaan (perkara pidana) atau gugatan (perkara perdata, tata usaha negara/TUN dll).

Karena itu, harus dipahami bahwa tak ada gunanya masyarakat pencari keadilan meminta bantuan hukum pada pengacara dengan membangun cerita bohong. Seolah-olah dengan cerita bohong itu akan menguntungkan. Tidak. Hukum bekerja berdasarkan bukti, bukan cerita fiksi.

Ini kisah lama pada suatu hari di masa yang lalu. Suatu ketika datanglah klien pada saya. Inti kasusnya adalah: ia disangkakan melakukan tindak pidana penggelapan. Sebagai catatan kaki, penyidik kepolisian (atau kejaksaan) wajib punya dua alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Klien ini membangun cerita bahwa ia sama sekali tidak melakukan penggelapan yang disangkakan kepolisian. Yang melakukan penggelapan bukan dirinya melainkan orang lain, yaitu kolega sekantornya. Ditunjukkan beberapa alat bukti surat (dokumen) untuk menguatkan dalil itu.

Dari dalil yang dibangun klien saya melihat ada beberapa hal yang janggal. Nampaknya ada indikasi klien berbohong. Siapa yang punya alat bukti lengkap dalam perkara pidana untuk mengurai masalah ini? Tentunya penyidik. Penyidiklah yang menyita alat-alat bukti asli dalam suatu perkara pidana. Maka, saya hubungi penyidik dan tanyakan, dengan alat bukti apa klien saya ditetapkan sebagai tersangka?

Penyidik menjawab ybs ditetapkan sebagai tersangka dengan alat bukti yang cukup menurut hukum. Lalu dijelaskanlah alat-alat bukti itu. Diterangkan inti kesaksian beberapa orang saksi yang telah di-BAP. Bukti-bukti surat ditunjukkan. Dari sana argumen hukum sehingga klien saya ditetapkan sebagai tersangka.

Dari sana telah terkumpul informasi terkait bukti-bukti baik dari pihak klien maupun pihak lawan. Istilahnya, telah cover both side. Kedua belah pihak telah didengar secara berimbang. Saatnya merangkai fakta hukum dalam kasus tersebut.

Ketepatan menyusun fakta hukum adalah hal terpenting sebelum membangun strategi pembelaan suatu kasus. Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan strategi hukum apa dan bagaimana untuk pembelaan terhadap klien.

(Sutomo Paguci)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun