Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Belajar pada Om Wahid

16 Oktober 2021   07:15 Diperbarui: 16 Oktober 2021   07:18 222 1
DI suatu pagi setelah terang tanah, saya berjalan di gang kampung. Setiap hari saya selalu melewati gang itu. Ini jalur ketika saya menuju tempat kerja. Kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah. Tapi karena sering masuk pagi kadang suasana gang tampak sepi. Ketika jam menunjukkan pukul dua belas kurang sepuluh menit, saya pulang lewat gang yang sama. Begitu seterusnya hampir sekira lima bulan lamanya. Sore pun begitu.

Di mulut gang, ada tempat orang menjual kayu. Potongan kayu dengan beragam ukuran ini siap di jual untuk segala kebutuhan. Saya mengenal yang punya usaha kayu ini. Kebetulan kantor dimana saya menimba pengalaman, hanya berjarak beberapa meter saja. Sehingga aktivitas di situ bisa di lihat dengan mudah, begitu juga sebaliknya.

Setiap saya melewati gang, ada satu orang yang menaruh perhatian saya. Sebut saja namanya Om Wahid. Nama yang familiar di kampung. Di kenal banyak orang. Bukan karena dia pejabat atau seorang artis. Tapi hampir setiap hajatan di kampung, baik sunatan, pernikahan atau acara-acara sejenis dia selalu ambil bagian. Tanpa di paksa, apa lagi di bujuk. Perannya cukup penting. Karena selalu berurusan dengan listrik dan tenda. Pengetahuannya tentang listrik tampaknya didapatnya secara otodidak.

Tapi kini terlihat kesehariannya hanya mengurus kayu. Mengawasi, mengangkat dan memastikan kayu tidak kurang satu pun, terkecuali di beli oleh orang. Kalau dia nampak capek, biasanya duduk di antara tumpukkan kayu. Kadang bersama orang, tapi tidak jarang sendiri. Saya beberapa kali menyapanya ketika dia terlihat sendiri.

Suatu hari saya sempat mengajaknya berbincang. Mula-mula dia terlihat malu-malu. Walau pun sudah lama kenal, tapi banyak hal yang saya tidak tahu tentangnya. Mulai dari asal usulnya hingga perjalanan hidupnya yang panjang.

"Asal nahu dari Tolo Uwi Mbojo (saya berasal dari Tolo Uwi, Bima" Jawabnya suatu hari dengan suara terbata-bata, ketika saya menanyakan asal muasalnya.
Sebenarnya sejak zaman SMP saya sudah mengenal Om Wahid. Hidupnya seolah tanpa beban. Walau terlihat di jalaninya dengan getir. Tatapannya datar. Sesekali tertawa kala diajak melucu. Cara bicaranya samar-samar. Tidak seperti bicara orang normal pada umumnya. Suaranya terdengar, tapi lafalnya akan satu kalimat serupa orang yang berkumur.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun