Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Apakah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) aman tersimpan di KPK?

12 Maret 2015   22:40 Diperbarui: 4 April 2017   17:50 1893 0
Sebagaimana tertulis dalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan UU no 30 tahun 2002 tentang KPK, maka para penyelenggara negara memiliki kewajiban untuk memberikan laporan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat di satu posisi jabatan tertentu, yaitu sebagai penyelenggara negara.

Tujuan dari pembuatan LHKPN adalah sebagai bagian dari wewenang yang dimiliki KPK yaitu melaksanakan langkah atau upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi atara lain dengan melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN.

Pemeriksaan itu sendiri disampaikan kepada KPK dengan tujuan untuk mewujudkan penyelenggara negara yang mentaati asas-asas umum penyelenggara negara yang terbebas dari praktek KKN serta perbuatan tercela lainnya.

KPK, dalam hal ini Direkturat LHKPN mempunyai kewajiban untuk memberikan jaminan atas kerahasian dan penggunaan LHKPN sesuai aturan hukum dan undang-undang. Hal tersebut sebagai bagian penghargaan KPK kepada penyelenggara negara yang secara sadar dan sukarela memberikan laporan hartanya kepada KPK melalui formulir LHKPN.

Hal ini tercantum dalam tugas pokok dan kewenangan KPK sesuai Pasal 6 dan Pasal 7 UU KPK

Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidan

4. Melakukan tindakan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi

5.Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dari pasal tersebut terlihat jelas bahwa pengisian LHKPN ditujukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, yaitu bagian utama dari tugas pokok KPK di poin 4, sebagaimana tertulis pada lembar pengantar LHKPN.

Didalam LHKPN terdapat data-data yang bersifat rahasia dan kerahasiaan itu juga dijamin oleh undang-undang lain seperti UU Kerahasiaan Bank yang diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang isinya:

Ayat (1)

Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

Ayat (2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi (termasuk KPK)

Disini penulis ingin mengajak pembaca mengkoreksi adanya abuse of power yang dilakukan oleh KPK. Walaupun dalam LHKPN terdapat surat kuasa yang ditandatangi oleh pengisi LHKPN kepada KPK, namun bukan berarti penggunaan surat kuasa tersebut bebas tidak terbatas dan suka-suka saja.

Ada aturan formal dan aturan kepatutan yang mengikat KPK dalam hal penggunaan surat kuasa tersebut serta ada mekanisme yang harus dilalui sebagai syarat formal.

Namun apa kenyataan yang terjadi di KPK khususnya direktoran LHKPN dimasa pimpinan KPK jilid 3?

LHKPN dijadikan sebagai alat PENYANDERA  pejabat penyelenggara negara.

Contoh yang sudah ada misalnya, AFIF, seorang penyidik kpk bekas polisi, menggunakan LHKPN komjen BG sebagai dasar meminta paksa BCA mengeluarkan rekening koran dan voucher Bank tanpa mengajukan izin resmi dari Gubernur BI dan dari Menteri Keuangan. Dengan alasan adanya surat kuasa dr yg ada di dalam LHKPN komjen BG, oknum penyidik KPK menabrak pasal 40(1) UU no 10/1998. Mungkin ini menjadi salah satu alasan satgas KPK menahan berkas-berkas perkara komjen BG yang seharusnya diserahkan keseluruhan ke Kejaksaan Agung. Bahkan timsus penyidik kpk nekad melawan pimpinan kpk dengan menguasai dan menahan berkas-berkas tersebut walaupun secara resmi sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. Apakah mereka takut pelanggaran mereka ketahuan?

Contoh kedua adalah saat mantan penyidik KPK yang saat ini menjadi Kapolres Kota Bogor, AKBP Irsan, membuka borok dan aib KPK jilid 3. Misalnya tentang kenyataan pengumuman tersangka Anggie yang tidak sesuai prosedur, SOP kpk yang acak-acakan dan sebagainya.

Sebagai reaksi dari tindakan AKBP Irsan, pada jum'at sore tanggal 6 maret 2015, penyidik kpk yang bekas polisi atas nama afief miftah memfoto copy LHKPN atas nama AKBP Irsan, tanpa menggunakan SOP yang sudah ditentukan.

Akhirnya penulis mengajak pembaca untuk berfikir dan menjawab beberapa pertanyaan ini:

-Apakah tindakan dari penyidik afief miftah tidak terulang lagi terhadap TO penyelenggara negara  yang menjadi titipan lawan politiknya?

-Apakah penyelenggara negara yang sudah merelakan diri mengisi lembaran LHKPN akan mendapatkan perlindungan hukum?

-Apakah sebaiknya LHKPN dipindahkan penyimpanannya?

-Atau sekalian tidak perlu ada LHKPN?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun