Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

'Rumampen', Nilai Juang Egaliter nan Seimbang Leluhur Minahasa, Tinggal Kenangan?!?

3 April 2022   01:40 Diperbarui: 10 April 2022   21:40 443 3
Dalam rangkaian acara sepanjang hari Sabtu ini, 2 April 2022, jelang ibadah puasa Ramadhan ini, telah diisi pelbagai acara, mulai dari prosesi adat, kata sambutan dan selingan puisi, lagu, dan musik instrumentalia, juga pemaparan makalah-makalah, sebelum memasuki acara inti 'musyawarah perwakilan anggota' semua pemegang hak suara itu sendiri yang menghasilkan pelbagai point pemahaman dan kesadaran, rekomendasi dan keputusan.

Berikut ini makalah yang menghantar peserta untuk memahami dan menyegarkan kembali nilai dan identitas leluhur Minahasa, yang dipresentasikan oleh Dr. Benni E. Matindas (BEM), dan dimoderatori Dr. Jerry Logahan, Ketua Litbang KKK, sejauh ditangkap secara live selama pemaparan sekitar kurang lebih 25 menit, dan dengan penafisiran dan pengembangan penulis sendiri.

1. Pembicara membuka makalah dengan mengajak kita melepaskan persepsi keliru dan rancu saat memikirkan apa itu budaya Minahasa. Antara budaya kekinian dengan sistem nilai masa lalu. Apa-apa yang pernah diyakini, dirayakan, dan dihidupi orang Minahasa masa lalu itu dalam hal sistem nilai bahkan peradabannya mesti relatif jelas terlebih dulu untuk bisa memahami apa yang ada sekarang. Singkatnya, kompetensi memahami budaya Minahasa mesti diletakkan pada bingkai perbandingan yang beorientasi ruang dan waktu.

2. Intelektual kawakan ini mulai pemaparan makalahnya dengan contoh konkrit untuk menarik fokus perhatian apa yang pernah terjadi di masa lalu orang Minahasa. Dia mulai dari perpustakaan Vatikan dengan sebuah buku  kisah perjalanan perintis misionaris awal yang menjelaskan ttg masakan Minahasa yang sudah exciting pada jaman itu. Jauh sebelum kolonialisme, minimal sekitar 1500 tahun lalu orang Minahasa sudah punya masakan yang begitu kaya bumbu. Karena itu Benni pernah bilang bahwa Indonesia tak heran dijajah oleh bangsa2 Eropa karena rempah-rempah itu yang mulai dikenal dan harganya sangat mahal di sana waktu itu.

3. BEM mengajak untuk kembali membandingkan fakta Minahasa ini dengan fakta Jerman (negara kuat dan maju sekarang di Eropa) yang pada tahun 600 masih barbar. Juga membandingkan dengan etnis di Nusantara, misalnya di bagian utara Sumatera. Sejarawan jg mencatat bahwa sudah di abad 20 awal kelompok tertentu di Batak itu masih makan orang. Peneliti sebelumnya menegaskan bahwa kebiasaan itu terpengaruh oleh salah satu sekte agama Budha deni alasan ritual, tapi kemudian dibuktikan ternyata makan karena kebutuhan akan gizi.

Nah, pada zaman dulu Minahasa hal makan sudah sampai pada level seni bukan lagi kebutuhan primer semata. Secara alamiah selera orang Minahasa dalam hal bumbu masakan memang masih bisa dilihat dari cara masak dan makannya. Diangkat contoh di Kakas, desa pinggir Danau Tondano, nama ikan kabos atau pior atau gabus itu sampai mempunyai 7 jenis penamaan dan terkait cara memasak, bukan taksonomi biologi ikan itu sendiri.

Walau ada adagium Romawi kuno de gustibus non disputandum est, soal rasa tak bisa diperdebatkan, namun fakta beragam penamaan nama jenis masakan ini menunjukkan tingkat kecerdasan mengolah bahan makanan dengan citarasa yang tinggi.

4. Pembandingan lain dengan menyebut contoh tentang perubahan kata kerja dalam bahasa Minahasa yang terhitung paling sofistikatif di dunia saking banyaknya. Bahasa Inggris yang hanya memiliki 9 perubahan kata kerja, dan itupun dibantu adanya irregular verbs. Lalu bahasa Yunani cuma punya 15 bentuk perubahan kata kerja.

Saking banyaknya, budayawan Remy Silado dan Benni Matindas pernah menghitungnya. Remy menyebut 22, dan Benni menemukan sampai 26 perubahan kata kerja itu. Kalau bahasa adalah penunjuk peradaban sebuah bangsa, maka bisa dibayangkan seberapa tinggi peradaban yang pernah dicapai orang Minahasa.

5. Apa penyebab adanya pencapaian peradaban di Minahasa sebegitu tingginya di nusantara bahkan dunia, Benni menyebut faktor utama adalah letak geografi alam Minahasa yang ada dalam pertemuan angin muson, yang membuatnya begitu subur, dan menjadi tempat hampir semua jenis hewan, tapi ada banyak yg sudah punah, salah satunya karena dikonsumsi masyarakatnya. Konsumsi makanan melalui proses mengolah yang bercitarasa tinggi dan beragam ini kiranya melahirkan manusia2 yang kreatif atas kenyataan hidup individu dan sosialnya, alam dan kekuatan transendentalnya.

6. Kalau idealitas nilai orang Minahasa demikian tinggi, mengapa masih ada bahkan marak fenomena "budaya" baku cungkel (saling menjatuhkan)?

Menjawab ini Benni mulai menyebut contoh faktual, a.l. organisasi yang selalu cenderung pecah bahkan beberapa. Benni menyebut sebuah organisasi tua di Manado yang pecah menjadi 7 organisasi. Disinggung juga KKK itu pecah, walau cuma dua, dengan insinuasi bahwa bukan tidak mungkin kedepan pecah sampai 7, sampai orang merasa puas atau bosan sendiri!

7. Akan tetapi semangat persatuan itu demikian tinggi, sudah ada dari dulu, sebagaimana dikisahkan ringkas oleh Max Rorimpandey dalam pemaparan sebelumya. Kisah awal mula terbentuknya KKK membuktikan semangat itu memang ada dalam darah dan naluri alamiah orang Minahasa. Dalam sejarah Indonesia dikisahkan juga bahwa organisasi terbesar kedua sesudah Syarikat Islam adalah Perserikatan Minahasa.

8. Kembali lagi apa penyebab suatu perpecahan dalam organisasi, di antara orang Minahasa sendiri. Salah satu jawaban, mengutip kata sambutan Ketum KKK, Angelica Tengker, bahwa pikiran menyempal, berpisah bahkan mengkhianati organisasi sebelumnya itu terjadi karena ideal-ideal yang belum atau tidak tercapai. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun