Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga Pilihan

Silang Pendapat Bahaya Olahraga Pakai Masker

7 Juni 2021   17:08 Diperbarui: 7 Juni 2021   17:12 184 3
Suami: Kamu nggak pakai masker?
Istri: Pakai dong, jilbab sekarang praktis, ada maskernya
Suami: Oh begitu...
Istri: Gaul makanya
Suami: Kirain lupa


Cuplikan dialog di atas bukan fiksi. Bukan imajinasi. Tapi real adanya. Masker telah menjadi fashion.  

Kaum hawa tidak perlu ribet lagi cari masker untuk menyesuaikan dengan pakaian hijabnya. Kini masker sebagai salah satu norma baru. Tatanan kehidupan baru.

Masker jadi tren baru sejak dunia dikepung covid-19. Salah satu alat pelindung diri atau APD. Selain sanitizer untuk cuci tangan. Berbagai inovasi masker kain dibuat. Ada yang bermotif lucu. Masker pernak-pernik cantik.

Masker kain yang anjurkan WHO. Dapat menghalau sebagian percikan air liur yang keluar saat berbicara, menghela napas, ataupun batuk dan bersin.

Tiga bulan pertama Indonesia dilanda Covid-19 pada Maret 2020, masyarakat sulit cari masker. Banyak oknum yang menimbun. Harganya pun selangit kalau ada. Satu pack antara Rp 400-600 ribu. Masyarakat menjerit.

Sekarang, tidak lagi. Banyak pedagang masker dadakan di sudut jalan. Harganya sangat terjangkau. Modelnya pun beragam.  

Masker scuba yang paling modis. Belakangan sangat populer. Harganya relatif murah. Juga dinilai nyaman. Bisa melar alias stretch mengikuti bentuk wajah.

Terlepas jadi fashion, masker sebagai norma baru. Saya tak persoalkan fashionnya. Itu bentuk kreativitas seseorang. Desainer asal Prancis Marine Serre, misalnya. Dia meluncurkan koleksi masker mewah dan terbuat dari rajutan.

Terpenting masker jadi aspek 'hidup berdamai' dengan corona. Lebih dalam lagi menyambut new normal atau normal baru. Tapi masyarakat masih banyak yang gagal paham. Asumsinya: new normal adalah kehidupan kembali normal. Corona telah berlalu.  

Padahal pernyataan Presiden Joko Widodo jelas. Beliau mengajak kita hidup 'berdampingan' dengan virus corona. Dalam KBBI, berdampingan adalah 1. berdekatan, berhampiran, 2. bersama-sama (ada, hidup).

Artinya: virus corona masih ada. Sayangnya frasa itu tidak dijelaskan detailnya. Jokowi seperti kekeringan narasi. Masyarakat awam jadi bingung. Penafsirannya beragam.

Menurut saya new normal adalah normal baru yang 'tidak normal'. Kenapa? Karena kita hidup berdampingan dengan virus corona. Kemana-mana ada corona. Kita harus pakai masker, bawa sanitizer, tisu basah, jaga jarak dengan yang lain serta hal-hal yang tidak lazim lainnya.

Masker memang wajib dalam protokol kesehatan. Prinsip penggunaan masker adalah menghindari droplet maupun menularkan droplet.

Pertanyaannya, selama pandemi ini, haruskah berolahraga pakai masker?

Prinsipnya olahraga untuk menjaga kebugaran. Tapi, selama masa pendemi Covid-19, tingkat kewaspadaan tetap perlu. Banyak orang memakai masker saat berolahraga seperti bersepeda, jogging atau berlari.

Kegiatan olahraga memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
menjamin "a healthy way of life". Rutin berolahraga dapat memberikan manfaat untuk tubuh. Meningkatkan daya tahan jantung, menurunkan berat badan, dan lainnya.

Ada baiknya untuk memerhatikan prinsip olahraga yang benar. Apa itu? Ini: frekuensi, intensitas, durasi dan tipe atau jenis olahraga.

Namun, permasalahan banyak orang dalam berolahraga adalah kemampuan untuk mengatur pernapasan. Pasalnya, teknik pernapasan yang salah dapat memengaruhi aktivitas olahraga yang dilakukan dan menimbulkan efek samping bagi tubuh.

Direktur Medis New York Road Runners, dr. Stuart Weiss mengatakan, saat berlari dengan masker akan mengubah dinamika sistem pernapasan. Semakin berbahaya jika bahan masker tidak nyaman dan sesak.

"Akan lebih sulit untuk bernapas, dan itu dapat memengaruhi efektivitas olahraga," katanya seperti dilansir dari The Wall Street Journal.

Belakangan dunia terhentak dengan dua orang remaja Cina yang dilaporkan meninggal dunia saat berolahraga akibat kekurangan oksigen. Mereka berlari keliling lapangan dengan memakai masker.

Setelah diperiksa, dokter mengungkapkan paru-paru pria itu hancur. Itu karena berolahraga intens mengenakan masker. Pemberitaan ini menimbulkan kekhawatiran. Benarkah olahraga pakai masker berbahaya?

Sejauh ini masih terjadi silang pendapat. Menurut dr. Rahmita, jogging atau lari sambil memakai masker berisiko menyebabkan terjadinya pneumothorax atau kolaps paru.

Jika prioritasnya untuk performance, olahraga yang dilakukan cenderung memiliki intensitas tinggi. Ini ditandai antara lain dengan denyut nadi yang tinggi, pernapasan cepat, dan susah berbicara.

Penggunaan masker pada jenis olahraga seperti ini sebaiknya dihindari. Kebutuhan oksigen akan sangat tinggi dan masker akan menghambat pertukaran udara.

Masker dapat menyebabkan peningkatan produksi lendir hidung, serta menciptakan genangan keringat di sekitar mulut, yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan.

Dokter Spesialis Olaharaga dr. Michael Triangto, Sp. KO tidak sepakat. Masker tidaklah berbahaya saat berolahraga. Bergantung pada bagaimana si pemakainya menggunakannya.

Katanya masker saat olahraga membuat kita mampu bernapas dengan udara yang lebih tipis oksigennya. Berarti paru-paru akan baik. Berarti, akan baik juga untuk jantung.

Tapi, berolahraga menggunakan masker akan membuat penggunanya kesulitan bernapas atau sesak napas. Risiko ini dialami dengan catatan pengguna masker melakukan olahraga berat.

Kesimpulannya: penggunaan masker saat berolahraga bagi orang yang memiliki riwayat penyakit jantung dan penyakit pernapasan, sebaiknya dihindari. Lebih baik olahraga ringan di rumah tanpa masker.

Kegiatan olahraga memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
menjamin "a healthy way of life". Kegiatan olahraga dapat menciptakan keseimbangan yang serasi antara jasmani dan rohani.

Bila saat olahraga denyut jantung mendadak naik atau turun, berarti latihan yang dilakukan melampaui takaran. Kurangi intensitasnya. Demikian pula bila timbul rasa nyeri di dada.

Rasa pusing, kepala terasa ringan dan keluar keringat dingin, itu pertanda otak kurang mendapat cukup darah. Tetaplah bergerak dengan intensitas yang lebih rendah (Teitz, 1989). *

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun