Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Limbuk dan Sumbadra

14 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 14 Januari 2021   09:27 1054 3


Limbuk. Anak wedoke Cangik. Keduanya (Limbuk dan Cangik) adalah abdi dalem yang menyetiai Para Putri Raja dan Permaisuri. Mereka adalah messenger: pewarta. Mewartakan hikmah dan kebaikan untuk seluruh asuhan dan lingkungannya. Mereka adalah guardian: Sang Penjaga. Menjaga segala rahasia para Putri, Permaisuri, dan seluruh penghuni istana. Pun menjaga junjungannya secara fisik. Mereka adalah teman di saat titik nadir para putri raja. Mereka harus bisa mengingatkan, memberi piweling dan piwulang kepada para putri dengan bahasa yang tidak menggurui. Mereka harus menguasai samudera ilmu. Yang katon dan ora katon.

Mereka adalah bokor. Paidon. Mereka harus tabah menerima lepehan.

Sumbadra. Subadra. Sembadra. Wara Sembadra. Rara Ireng. Siapa yang tidak kenal putri cantik nan langsing ini?

Kepada Pak Tarno, rekan kerja saya di kantor, saya pernah bertanya, jikalau dalam dunia wayang, saya jadi siapa?

Kami berdua -saya dan Pak Tarno- dihubungkan dengan rasa cinta yang sedemikian besar di tengah 'kebelumsahihan-kami-menguasai-dan-memahami'  dunia pewayangan Jawa. Kami berdua bisa terkikik-kikik bahagia mentertawakan kehidupan kecil kami di alam mikrokosmos kantor saat memadankan Para Pandawa dengan 'tokoh nyata di sekeliling kami'. Juga saat bisa memadankan seorang tokoh dengan Prabu Baladewa. Kami bisa berdebat seru jika pendapat kami belum mendapat titik temu. Pak Tarno bilang Werkudara-nya adalah Pak Ban (salah satu dari lima direksi kami. Sugra, Bapak ... hahaha). Saya bilang bukan. Pak Tarno bilang Werkudara lambang kejujuran, apa anane. Sebuah sikap positif yang harus diteladani. Saya bilang, lambang kejujuran adalah Yudistira alias Puntadewa yang karena kejujurannya roda kereta perangnya bisa melayang sekian inci di atas tanah. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun