Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Alis

5 November 2019   00:33 Diperbarui: 5 November 2019   00:40 83 4

Sekar Kinasih namanya. Rambutnya potong pendek, dengan poni sebatas alis, dan semacam cambang kecil di depan masing-masing dua telinganya. Rambutnya tidak seperti pepatah Jawa yang 'ngandan-andan'. Kulitnya tidak putih. Cenderung hitam manis. Di kedua lengannya, dekat ke jemarinya, dihiasi bulu tangan yang seperti arsiran pensil rapi ke arah luar. Aku suka mencuri-curi lihat diam-diam. Tingginya tidak semampai, cenderung kecil mungil, kurus dan tidak body gitar. Nah, alisnya.  Alisnya biasa saja. Tidak tipis tidak tebal. Tidak juga 'nanggal sepisan'. Tapi aku suka memandangnya lama-lama. Terutama pangkal alisnya di wilayah kening dekat dengan pangkal hidung yang agak random dengan helai-helai alis kesana-kemari.   Apalagi jika Sekar abis ambil air wudlu entah mau sembahyang atau sudah sembahyang. Alisnya ituu lhoo... setiap helai alisnya seakan-akan ikut berwudlu, basah kena air suci. Itu bikin aku deg-degan.  Biasanya aku nungguin dia dan alis indahnya itu di dekat mushalla dekat kantin di sebelah ruang praktikum Kimia kelas Fisika.  A1-2. Tetangga kelasku. Aku di Bio-7. Ibu lah yang mendorongku untuk ambil jurusan A2 karena beliau sangat ingin aku jadi dokter. Nggak taunya aku lebih suka buka usaha sendiri. Bukan salah Ibu, karena aku tahu Ibu selalu mencintai putra bungsunya ini lebih dari apapun. Dan aku turuti kehendak Ibu.

Kalau Sekar tahu sedang kukuntit, biasanya dia akan menciptratkan air wudlu di tangannya ke mukaku. Atau, dia akan bilang gini,

"Samuel, ngapain lo bengong di situ. Sana gih ambil air wudlu. Sholat ..." ujarnya sambil tergelak. Dia tau saya bukan muslim. Dia tau juga saya fans beratnya.

Biasanya saya nyengir sambil menjawab sekenanya.
Begini:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun