Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Lelaki Parau Menyambut Kedatangan Caleg

7 Februari 2014   17:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:03 47 2


Hardikan yang Ia terima dari pemuda berjas kuning dan penjagaan ketat di tempat parkir, tak menyurutkan langkahnya. Ia mencoba memarkir gerobak di celah parkir mobil, menanti keberuntungan kembali. Sayang, untung tak dapat diraih teguran lagi-lagi menghampiri.

"Dilarang jualan disini, jalan ini sudah di kontrak khusus parkir mobil dan motor anggota! Dan harus steril, lima menit lagi rombongan caleg-caleg akan lewat, cepat pergi!"

Tegur pemuda doreng. Sembari jarinya menunjuk-nunjuk jam tangannya. Suara teguran itu, memancing puluhan pemuda lainnya mendekat

"Bapak bukan anggota?" tanya salah satu dari mereka terdengar sopan.

"Maaf mas, betul.  Bapak kira tidak ada batasan, di spanduk katanya bebas hadir. Dan saya hanya bakul bakso keliling, sekedar cari rejeki buat anak istri di rumah, mas" jelasnya santun.

Ia mengharap diterima dan dimaklumi. Namun, ada 'oknum' tidak suka mendengar penjelasanya, lalu menahan laju dan menggoyang gerobaknya.

"Kami sudah tahu bapak bakul bakso dan ini bukan gerobak sampah! Jawab singkat dan jelas, jangan bertele-tele!. Cepat pergi, memalukan caleg yang akan lewat!" hardiknya keras.

Ia hanya menunduk, diam-diam mendorong gerobak kembali menuju ke emperan toko yang kosong, walau terhalang got. Ia coba angkat rodanya satu persatu, sedang ratusan pemuda bergeming. Ia tengok kanan, kiri ternyata sendirian.

'Rejeki tak lari kemana' ujarnya dalam hati, lalu berdoa 'laris manis tanjung kimpul, jualan habis uang kumpul', sembari menyalakan kompor, menanti 'semut' menghampiri.

...............

Sedari pagi di pusat kampenye, terdengar hentakan kendang bertalu-talu dan yel-yel menggelora. Sesaat kemudian Ia mendengar raungan sirene, seketika ribuan manusia menepi, berjejer rapi. Sirine dan deru kendaraan meraung-raung mendekat, yel-yel semakin menggila. Baris depan puluhan Harley Davidson, warna kuning dan doreng.

Baris belangkangnya tiga Caleg berdiri gagah di atas Buldozer dan mereka terus mengepal meninju-ninju udara dan melambai-lambai tak henti sembari pekik yel-yel tak jelas. Wajahnya sumringah, entah minum dopping jamu apa mereka, entahlah?

Baris berikutnya berdiri pula artis-artis top markotop Ibu kota berjoget pamer ketek, diikuti mobil dan motor penggembira. Paling buncit, lautan manusia kuning, doreng berjoget-joget pula mengekor bagai monyet ogleng.

..............

Tiba di tengah hari, terdengar acara dimulai, acara sambutan dilanjutkan hiburan. jalan  nampak sepi. Lelaki parau melihat tiga pemuda berjas kuning menghampiri.

"Pak Baksonya seporsi berapa?" Tanyanya.

"Sepuluh ribu, es teh duaribu, murah mas" jelasnya singkat dan santun.

Namun, wajah pemuda itu sepertinya terkejut,

"Apa sepuluh ribu! Delapan ribu saja, bapak bukan anggota, mau jual mahal. Buatkan tiga mangkok, minumnya gratis, Jangan pakai lama. Ini sekalian uang panjar duapuluh ribu bila nanti ada anggota jas kuning kesini dilayani. kurangnya dilunasi nanti selesai acara! Oke Pak!"

Tegur dan pintanya minta harga murah, sembari mengangsurkan dua lembar uang sepuluh ribuan. Merasakan keadaan tak bersahabat, Ia terima uang itu dan mengangguk dengan tatapan mata heran? Ingin sebenarnya mengajukan keberatan, namun Ia pikir percuma bicara dengan 'kerbau' doreng dicucuk hidungnya. Lantas menyiapkan pesanan dan menghindangkanya

Tidak begitu lama anggota-anggota lainnya datang silih berganti lantas mereka pergi begitu saja. Dengan sabar Ia memungut satu persatu mangkok dan gelas yang berserakan. Limapuluh lima mangkok, tertata kembali.

Bersambung, Lelaki Parau Menyimak Pidato Caleg dan Protes pada Tuhan.

...........

Sebelumnya klik Lelaki Parau Menghadiri Pesta Demokrasi

.

Cerpen ini adalah seribu persen fiksi belaka. Belaka pula imaji hak asasi cerpenis.  Selagi belaka selaras dengan penikmat imajinasi. Jikalau tidak, bunuhlah imaji belaka!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun