Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sejuta Harapan Pada Pejabat Lurah Hasil Lelang Jabatan

2 Juli 2013   09:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:08 514 0
Pada hari Kamis yang lalu (27/06/2013), Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), melantik 415 orang pejabat di lingkungan Pemerintahan provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, dimana 44 orang dan 267 orang diantaranya, merupakan para camat serta lurah yang baru saja terpilih setelah mengikuti pelaksanaan lelang jabatan yang diselenggarakan beberapa waktu yang lalu.

Keputusan Jokowi untuk melakukan lelang jabatan bagi para lurah dan camat di DKI, selain mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, ternyata mengundang pula munculnya angggapan dan sentimen negatif dari sejumlah kalangan tertentu, termasuk diantaranya dari anggota DPRD DKI.

Mereka yang bersikap sinis dengan keputusan tersebut menganggap, pelaksanaan lelang jabatan itu tidak memiliki landasan aturan pelaksanaan yang diatur dalam undang-undang. Ada juga yang mengatakan, pelaksanaan lelang jabatan itu dapat menghambat kemajuan karir para lurah serta camat yang sedang menjabat saat ini.

Saya sendiri berpendapat, gubernur memiliki hak dan wewenang untuk menempatkan staff-staff terbaiknya pada kursi-kursi jabatan yang ada dalam struktur organisasi pemerintahan daerah, baik dalam rangka penataan (reformasi birokrasi) atau dalam rangka alih tugas (tour of duty), sehingga diharapkan, ada peningkatan kualitas kerja serta kualitas kepemimpinan dari para pejabat yang berada di bawah kendalinya.

Pelaksanaan lelang jabatan itu sendiri hanyalah salah satu cara yang bisa dipakai seorang pemimpin untuk dapat menemukan sosok-sosok pemimpin yang berkualitas dan sesuai dengan kriteria, dari antara bawahannya.

Jokowi sendiri bukanlah seorang pemimpin yang baru kali ini saja memegang tongkat komando kepemimpinan. Sebelum menjadi Walikota Solo, Jokowi adalah seorang pengusaha yang berhasil. Tentu saja, keberhasilan demi keberhasilan yang dicapai selama ini, tidak terlepas dari adanya upaya terukur Jokowi dalam menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi serta jabatan yang tepat pula.

Tujuan dari pelaksanaan lelang jabatan lurah dan camat itu sendiri, adalah untuk menemukan sosok-sosok pemimpin yang memiliki integritas, kapabilitas, serta kualitas kepemimpinan yang baik, sehingga dapat mencegah adanya penyalahgunaan wewenang dari pihak-pihak yang tidak bersungguh-sungguh menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sebagai pemimpin.

Nantinya, sosok-sosok pemimpin yang terpilih, akan ditempatkan pada posisi/jabatan atau wilayah penugasan yang tepat. Dalam hal ini, nilai yang mereka peroleh saat mengikuti proses penilaian integritas dan uji standar penilaian kompetensi yang dilakukan dalam pelaksanaan lelang jabatan, dipakai dasar keluarnya keputusan gubernur untuk mengangkat mereka sebagai pejabat lurah atau camat.

Dengan diadakannya lelang jabatan tersebut, diharapkan, mereka yang terpilih akan dapat menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya sebagai pemimpin serta abdi masyarakat yang merakyat. Mereka yang terpilih diharapkan pula dapat membuat kebijakan-kebijakan yang efektif (tepat guna serta tepat sasaran) untuk kemajuan wilayah dan masyarakat yang dipimpinnya.

Lurah

Lurah merupakan penyelenggara kegiatan pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan dan ketertiban umum di lingkungan wilayah kelurahan. Dalam struktur organisasi pemerintahan daerah, lurah merupakan bagian dari Perangkat Daerah Kabupaten atau Kota dibawah camat. Lurah diangkat dan diberhentikan oleh gubernur.

Bisa dikatakan, lurah merupakan pemimpin yang menjadi ujung tombak pelaksanaan pembangunan kewilayahan di lingkungan pemerintahan daerah. Sedangkan camat lebih banyak menjalankan fungsi koordinasi serta kontrol. Oleh sebab itu, pembahasan yang saya lakukan selanjutnya, ingin lebih terfokus dan mengkritisi keberadaan, kerja, serta kinerja dari para lurah.

Sejak saya dilahirkan, saya sudah pernah menetap dan menjalani aktifitas kehidupan di 4 wilayah kelurahan yang berbeda (3 kelurahan ada di wilayah Jakarta, sedangkan 1 kelurahan lainnya ada di wilayah Bekasi).

Namun baru 2 bulan yang lalu, untuk pertama kalinya, saya bertemu, berbicara, dan bersalaman dengan seorang pejabat lurah. Peristiwa itu terjadi saat saya menemani tetangga saya mengurus surat-surat identitas diri (KTP serta KK) di kelurahan, karena dirinya baru pindah dari daerah.

Pengetahuan dan pengenalan saya terhadap lurah yang sedang menjabat (atau yang sebelum-belumnya) saat ini, tidak sebaik pengetahuan serta pengenalan warga Jakarta yang sehari-hari 'mencari nafkah' di lingkungan kantor kelurahan, yang rajin 'main' ke kantor kelurahan karena 'ada saja keperluannya', dan tentu saja, tidak sebaik pengetahuan serta pengenalan diri dari para pegawai kantor kelurahan (ya iyalah...).

Nama lurah memang tercantum di KTP. Akan tetapi, entah mengapa, tidak terbersit adanya satu 'isyarat' agar saya mengetahui yang mana orangnya, agar saya dapat mengenal lebih dekat kepribadiannya, dan/atau agar saya datang berkunjung ke rumahnya.

Kita memang membutuhkan keberadaan seorang lurah (terutama saat mengurus administrasi kependudukan dan surat kepemilikan atau penggunaan tanah). Namun sepertinya tidak ada ketentuan yang 'mewajibkan' setiap anak negeri untuk senantiasa mengenal atau mengetahui siapa lurah yang sedang memimpin di wilayah tempat tinggalnya.

Bukannya tidak perduli. Tapi ada begitu banyak alasan untuk mengatakan, kalau pengetahuan dan pengenalan diri terhadap lurah, sifatnya hanya insidentil atau kasuistik belaka. Apalagi pekerjaan serta kegiatan harian di waktu luang, tidak mengharuskan seseorang untuk sering-sering datang ke kantor kelurahan, sehingga akan ada kemungkinan untuk dapat berpapasan, bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan lurah.

Maksudnya, kalau bukan untuk sengaja bertemu dengan lurah, maka pertemuan dengan lurah (kemungkinan) baru akan terjadi apabila seseorang memiliki satu atau sejumlah kepentingan tertentu yang membuatnya harus berhubungan dengan pihak kantor kelurahan (itupun belum tentu bertemu dengan lurah).

Saya pernah bertanya pada beberapa orang teman dan saudara yang tinggal di Jakarta, namun mereka juga tidak mengetahui siapa nama lurah yang memimpin di wilayah tempat tinggal mereka. Tapi mereka mengetahui siapa lurah atau kepala desa yang memimpin di kampung halaman mereka.

Baiknya pengetahuan dan pengenalan diri mereka terhadap lurah atau kepala desa yang ada di kampung halaman, dapat tercipta karena tugas dan tanggung jawab lurah di wilayah pedesaan, menuntut para lurah untuk aktif bersosialisasi dengan masyarakat. Keadaan ini membuat warga masyarakat memiliki kedekatan visual terhadap lurah yang memimpin di desa mereka.

Tugas dan tanggung jawab pejabat lurah di wilayah pedesaan, memang 'memaksa' mereka untuk senang melakukan 'blusukan'.

Dalam menjalankan tugasnya, selain menjalankan tugas administratif sebagai pimpinan di kantor kelurahan, kegiatan sehari-hari seorang lurah di pedesaan adalah menemui warga masyarakat yang dipimpinnya dalam rangka penyuluhan kesehatan, pertanian, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan hukum.

Dalam rangka menjaga kedekatan hubungan dengan warga masyarakat yang dipimpinnya, lurah di pedesaan juga sering kali menghadiri undangan hajatan yang diadakan warga, dan menerima kedatangan warga yang ingin bertamu ke rumahnya.

Sebagian Lurah Di Jakarta, Adalah Pemimpin Yang Tak Merakyat

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tugas dan tanggung jawab pejabat negara di negeri ini, memang memposisikan lurah untuk menjadi tokoh panutan yang dikenal dengan baik oleh hampir seluruh warga yang dipimpin dan diayominya. Namun kondisi tersebut tidak saya temui dalam diri banyak pejabat lurah yang bertugas di Jakarta.

Ada begitu banyak pejabat lurah di Jakarta yang masih menerapkan dan mengembangkan budaya 'patriarki', padahal budaya tersebut mendegradasikan adanya prinsip kedekatan seorang pemimpin kepada rakyat yang dipimpinnya, seperti yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan (khususnya, Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Salah satu buktinya, yaaa...itu tadi. Meskipun sudah hampir 40 tahun usia saya, baru beberapa bulan yang lalu saya bisa bertemu dan berbicara dengan lurah. Gubernur Jokowi saja nggak bisa bertemu dengan lurah saat berkunjung ke sejumlah kantor kelurahan, tak lama setelah dilantik.

Kalau saya datang ke kantor kelurahan, pegawai kelurahan lebih sering menyebut lurah sedang tidak ada di tempat. Bukan karena sedang berkunjung ke rumah warga di wilayah tugasnya, namun (alasannya) karena sedang pergi ke kantor kecamatan atau kantor walikota untuk rapat.

Hampir sepanjang usia saya, tidak pernah sekalipun saya melihat langsung lurah berkunjung ke lingkungan tempat tinggal saya, baik dalam rangka penyuluhan, atau dalam rangka silaturahmi dengan warga (disengaja atau terjadwal), seperti menghadiri kegiatan hajatan yang diadakan warga.

Di lingkungan sekitar tempat tinggal saya, ada begitu banyak orang kaya. Namun saya tidak pernah melihat atau mendengar, lurah datang berkunjung ke rumah orang-orang kaya itu, atau menghadiri suatu acara yang diadakan di rumah mereka.

Lelang Jabatan : Upaya Memperbaiki Kualitas Kerja dan Kinerja Lurah

Pelaksanaan lelang jabatan untuk posisi lurah dan camat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, merupakan sebuah metode yang dipakai untuk mengangkat kembali citra, kinerja, dan kualitas kepemimpinan dari para lurah serta camat, dengan menghadirkan 'roh' para pemimpin yang dekat dengan rakyat dalam diri pejabat lurah dan camat yang ada di Jakarta.

Dalam mencari sosok pemimpin wilayah yang baik, memang selayaknya tidak mengenal adanya kata kompromi, baik yang dilakukan lewat lobby-lobby 'lewat pintu belakang', atau dengan memanfaatkan kedekatan hubungan (baik hubungan pribadi maupun kekeluargaan) dengan pejabat yang memiliki wewenang untuk membuat kebijakan.

Adanya integritas, kapabilitas, serta nilai kompetensi seorang calon pemimpin wilayah, harus menjadi syarat utama dalam menunjuk dan menetapkan seseorang sebagai pejabat.

Bagaimana kita bisa melihat adanya kegiatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah kelurahan apabila para lurah tidak menjalankan peran serta fungsi tugasnya dengan penuh dedikasi dan semangat penuh pengabdian kepada warga masyarakat yang dipimpinnya?

Setiap lurah di Jakarta seharusnya memiliki budaya malu apabila banyak warga di wilayah penugasannya yang tidak mengenali diri mereka sebagai lurah yang sedang menjabat. Malu, karena tidak memiliki hasil kerja nyata yang bisa membuat perhatian warga tertuju kepada mereka sebagai pemimpin.

Lurah seharusnya meluangkan waktu beberapa jam dalam sehari untuk mengunjungi warga yang dipimpinnya, atau untuk menerima kehadiran warga di ruang kerjanya. Mereka harus dapat dengan mudah ditemui warga, sebagai wujud kepedulian dan kedekatan seorang pemimpin terhadap warga yang diayominya.

Waktu yang dimiliki seorang lurah, sebaiknya jangan hanya dihabiskan untuk menghadiri rapat demi rapat yang belum tentu membawa kebaikkan bagi wilayah serta warga yang dipimpinnya. Lurah sebaiknya lebih mendekatkan diri pada masyarakat yang dipimpinnya agar mengetahui apa saja persoalan-persoalan yang membelenggu sehingga dapat dicari jalan keluar/solusi pemecahan masalahnya.

Rapat yang dihadiri seorang lurah sebaiknya juga merupakan kegiatan pertemuan dengan warga, yang membahas tentang berbagai program kerja. Warga perlu tahu, hal-hal apa saja agenda kerja lurah yang diproyeksikan untuk membawa kebaikkan bagi wilayah dan warga masyarakat yang dipimpinnya, bukan untuk menghadiri rapat yang akan membawa 'kebaikkan' pada pundi-pundi kekayaan pribadi para lurah.

Jika lurah mampu membuat banyak pengusaha berinvestasi di wilayahnya, maka ada baiknya pula kalau para lurah memiliki 'nilai tawar' untuk bisa mendesak para pengusaha agar dapat mengeluarkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kondisi lingkungan dan kualitas hidup warga masyarakat di wilayah tempat pengusaha itu menjalankan kegiatan usahanya.

Dalam hal ini, seorang lurah harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan, bukan mudah dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menarik keuntungan dengan memanfaatkan kedekatan hubungan dengan lurah.

Selain dari pada itu, harus pula ada komitmen dari para lurah di Jakarta untuk dapat menampilkan sosok pemimpin yang agresif dalam melakukan pendekatan dengan masyarakat, bukan malah agresif untuk memperkaya diri sendiri.

Citra lurah yang ada sekarang memang harus dirubah. Lurah jangan lebih banyak bekerja di belakang meja. Ada baiknya pula kalau seorang lurah tidak mengembangkan serta menonjolkan budaya patriarki. Lurah adalah abdi masyarakat, bukan masyarakat yang mengabdi pada lurah.

Lurah juga harus bisa membangun sikap hidup warga yang penuh toleransi dan damai. Ditengah-tengah kondisi kehidupan masyarakat yang plural, serta masih lebarnya jurang kesenjangan sosial, seorang lurah harus bisa memastikan adanya kesetaraan dan kesamaan derajat di mata hukum, menghindari adanya perlakuan diskriminasi pada kaum minoritas atau cenderung berpihak hanya kepada kelompok masyarakat yang mampu saja.

Keragaman kelompok-kelompok masyarakat dalam satu wilayah kelurahan, menuntut adanya sosok lurah yang mampu mengayomi, aktif mendengarkan keluhan warganya, tak ragu untuk membaur dalam kehidupan masyarakat, dan konsisten untuk berdiri diatas semua kepentingan.

Seorang lurah memang harus cakap dalam bertindak dan dalam membuat keputusan/kebijakan-kebijakan yang tepat guna serta tepat sasaran.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan dan dikerjakan seorang lurah untuk mengembangkan dan membangun kualitas terbaik dari wilayah yang dipimpinnya. Itu sebabnya, dibutuhkan komitmen dari seorang lurah untuk bekerja maksimal, sehingga segenap agenda pelaksanaan tugas yang dipercayakan kepada mereka, dapat dipenuhi dengan berbagai catatan keberhasilan.

Jakarta merupakan kota yang menjadi barometer perkembangan kehidupan masyarakat di seluruh Indonesia. Itu pula sebabnya, para pemimpin di seluruh wilayah Jakarta, dituntut untuk bisa menampilkan sosok pemimpin yang menjadi panutan bagi wilayah-wilayah perkotaan lain, bahkan hingga ke wilayah pedesaan.

Masyarakat menaruh sejuta harapan kepada para pejabat lurah yang baru, hasil lelang jabatan. Kualitas diri para lurah baru yang telah teruji, hendaknya tergambar dari kemampuan para lurah untuk menghadirkan sejuta kebaikkan bagi wilayah dan bagi warga yang dipimpinnya. Semoga harapan tersebut tidak hanya sebatas asa semata.

Selamat bekerja para pemimpin yang baru.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun