Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Mengenal Kartu Prakerja dari Sudut Pandang Pengangguran Kelas Kakap

14 Oktober 2020   18:50 Diperbarui: 14 Oktober 2020   18:51 187 2
Mengenal Kartu Prakerja Dari Sudut Pandang Pengangguran Kelas Kakap

Layaknya mata air yang jernih dan bersih di Padang Pasir yang tandus, kartu prakerja seakan menjadi penolong napas terakhir bagi para pecinta waktu luang ini, menganggur  atau tak punya pekerjaan bukanlah pilihan yang baik atau sesuatu yang menyenangkan bagi setiap insan yang masih bisa bernapas dan ingin melangsungkan keberlangsungan hidupnya.

Walaupun tercipta waktu luang yang tak terhingga tetapi tetap saja akan terasa amat bosan jikalau hal seperti itu ditemui every day.

Ada yang bilang pengangguran itu pilihan, karena tak seorang pun yang mau hidup tanpa berpenghasilan dan melarat, siapa yang mau berusaha dan tidak malas-malasan maka Ia bisa saja mendapatkan pekerjaan. Namun bagi pengangguran kelas kakap itu semua hanya omongan anak orang kaya, hanya bualan anak manja yang sedari kecil tak pernah hidup susah dan orang yang beruntung dikelilingi lingkungan dan orang-orang yang peduli.

Bagi pengangguran kelas kakap melarat dan banyak hutang seakan menjadi teman dan pakaian di sepanjang hidupnya, jikalau orang normal tidur di malam hari, bagi golongan ini sleep every where every time.

Tiada hari tanpa mengeluh dan tidur adalah jalan yang tepat bagi golongan ini untuk membangun mimpi. Masa bodo dengan apa yang terjadi di luar sana toh nanti gw punya harapan, karena golongan gw akan dibina dan mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah, diberi pelatihan dan peningkatan skill plus diberi upah itu adalah mimpi bagi kelas kakap ini.

Dengan adanya program kartu prakerja, golongan ini sangat amat antusias layaknya buaya lapar yang dikasih potongan ayam mekdonal, mereka mengira dengan adanya program ini hidup mereka bisa lebih baik dan layak seperti kebanyakan insan  pada umumnya.

Tak bisa dipungkiri memang anggapan bahwa kartu prakerja adalah program yang menggaji para pengangguran, sebelum program ini berjalan banyak anggapan dan pertanyaan mengenai hal tersebut, bagaimana program ini berjalan? Seperti apa bentuk program ini? Efektifkah untuk mengurangi pengangguran?.

Namun bagi para pengangguran kelas kakap hal untuk mengkritik dan menyimpulkan sesuatu yang dapat membantu mereka bukan lah hal yang tepat, masa bodo mau gimana kek jadinya yang penting gw dapat duit, yang ngasih gw duit bakalan gw pilih, salam satu roda. Begitulah kira-kira kata hati yang tercipta dari lubuk hati yang paling dalam seorang pengangguran kelas kakap.

Dan seperti yang kita ketahui sekarang, bahwasannya program ini berbasis online. Hal ini menjadi kendala tersendiri  bagi kelas kakap ini, bagaimana tidak untuk mendaftar saja harus punya paling tidak android untuk mengakses situs tersebut, kuota internet, pengetahuan dalam berinternet, rekening untuk mendapatkan insentif dan embel-embel kerumitan lainnya yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang minimal pendidikannya SMA sederajat, itupun kalau sekolahnya benar tidak bolos-bolosan.

Ini menjadi sesuatu yang susah bagi orang-orang susah, contohnya saja  pria berkumis lele dengan nama samaran Adul, Ia curhat akan profesinya sebagai pengangguran kelas kakap jalur nasib. Jangankan untuk membeli smartphone android punya HP yang casingnya dibungkus sama karet gelang saja harus kredit dulu. Smartphone tak punya apalagi kuota internet dan kecakapan dalam memainkannya. Begitupun dengan rekening, boro-boro punya rekening kalau hutang mah banyak. Yah begitu lah paling tidak curhatan seseorang kepada saya tentang keluh kesahnya program yang Ia harapkan bisa mengubah nasibnya.

Kecewa memang sangat kecewa dengan program harapan pengangguran kelas kakap ini, dulu mereka sempat beranggapan bahwa program ini akan ada di desanya masing-masing, paling tidak ada cabang yang terdekat yang bisa mereka jangkau untuk setidaknya harapan untuk mempunyai pengetahuan dan peningkatan skill. Mereka pikir akan ada pelatihan secara langsung dan lapangan pekerjaan nyata bagi para pesertanya. Bukan hanya sekedar menonton video yang dibiarkan saja tanpa diperhatikan apa itu materi dan pembahasannya karena yang dibutuhkan atau dicari bukan lah itu, melainkan hanya uang 600 ribu perbulan.

Si Adul salah satu dari sebagian banyak peserta sesungguhnya yang membutuhkan itu, orang-orang seperti si Adul butuh motivasi dan pelatihan yang harusnya bisa mengubah hidup mereka, setidaknya punya harapan untuk berubah dan lebih baik.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun