Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Perempuan & Keperkasaannya ...

19 Februari 2013   06:10 Diperbarui: 23 Oktober 2016   09:12 122 0

Ibarat memanjat sebuah tebing yang lumayan landai, posisiku kini berada sedikit di atas pertengahan. Mau meluncur turun balik ke bawah, rasanya sayang banget karena sungguh tak gampang mencapai titik ini. Mau melanjut ke atas, napas sudah tersengal-sengal nyaris putus....mana tahan! 

Status quo menggelantung judulnya. Lalu tibalah sebuah momen pertemuan kembali dengan dua wanita dari masa silamku pada dua kesempatan berbeda. Wanita pertama terhubung padaku via sebuah pernikahan antar anggota keluarga, usianya hampir mencapai kepala enam. Dia punya masalah dengan jantung dan sistem pernapasannya, namun itu tak menghentikannya untuk melakoni profesi sebagai ‘gymnastic and dance instructor’yang dijalani berjam-jam nyaris tanpa jeda selama 7 hari dalam seminggu (padahal maksimal olahraga itu 6 hari dengan 1 hari rehat dalam seminggu !). Putra-putrinya sudah berkeluarga dan relatif mapan, namun sebagai ‘single fighter’ dia berusaha sekuatnya untuk tidak merepotkan mereka. What a Lady !!

Wanita berikutnya berusia hampir mencapai kepala tujuh. Cucu-cucunya sudah beranjak besar sepeninggal almarhum suaminya belasan tahun silam. Dia tipikal ‘ibu’ yang piawai di dapur dan hasil olahan tangannya adalah salah satu ‘highlight’yang membuatnya begitu dirindukan oleh segenap keluarga besar. Kami terhubung melalui sebuah bisnis yang pernah kutekuni beberapa tahun silam, namun sekarang kutinggalkan karena bermasalah dan aku memutuskan untuk merombak total agenda kehidupanku.

Bu Hajjah, begitu aku biasa memanggilnya, memiliki rutinitas ibadah yang luar biasa. Tiada hari terlewat tanpa ‘tadarus’; shalat-shalat sunnah dari ‘rawatib’, ‘Tahajjud’, ‘Dhuha’...senantiasa terjaga; belum lagi ‘wirid-wirid’ lainnya. Belum lagi, sepasang tangannya selalu ringan untuk berbagi apa saja rezeki yang dikirimkan Rabb padaNYA. Putra-putrinya yang menggeluti berbagai profesi dengan dinamika permasalahan yang dihadapi, akan datang padanya untuk mendapat kelapangan dalam kesempitan pemikiran dan rasa. 

Bu Hajjah mungkin tak sepenuhnya paham terminologi‘hightech’yang menjadi dunia putra-putranya atau bisnis modern yang dikelola kedua putrinya. Namun telinga yang siap mendengarkan berbagai curahan rasa, hati yang lapang penuh ridha, dan segenap diri yang siaga untuk sujud memanjatkan rangkaian doa adalah pelabuhan jiwa bagi siapa pun yang tengah berhajat akan dukungan tulus dalam menjalani sisi berat kehidupan. What a Mother !

...dan saat kami berjumpa beberapa waktu lalu, perempuan-perempuan luar biasa itu memeluk serta menciumiku dengan kerinduan yang begitu kental seraya meneteskan air mata dalam sebentuk doa yang sangat tulus untuk kebaikanku. Begitulah cara Rabb menunjukkan kasih sayangNya padaku sekaligus mengingatkan lagi bahwa Dia takkan pernah meninggalkanku sendirian, bahwa apa yang dibiarkanNya terjadi adalah semata untuk membuatku bertumbuh menjadi semakin dekat padaNya .... Semoga.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun