Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mari Kita Beranjak Tua Bersama

18 Desember 2014   17:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:03 37 0
Mari kita beranjak tua bersama.

Saling berdampingan saat ajal menjelang.

Satu dari kita atau malah keduanya sekaligus.

Karena aku tak ingin kau tinggalkan, tapi juga tak ingin meninggalkanmu sedih sendirian.

Lebih tak suka lagi kalau harus memaksamu ikut mati bersamaku.

Karena perasaanku tak sedangkal itu padamu.

Membingungkan 'kan?

Mari kita beranjak tua bersama.

Saling menyadari dan menghitung kerut di wajah karena usia.

Saling mengingatkan berapa lama waktu telah berlalu.

Seberapa tua kita, dan berapa sisa waktu yang kita punya di dunia.

Mari kita beranjak tua bersama.

Tanpa ada plastik, botox atau anti-aging dan semacamnya.

Biarkan berkerut semestinya, biarkan saja apa adanya.

Karena aku lebih suka kau yang cemas soal kesehatan ketimbang kecantikan.

Mari kita beranjak tua bersama.

Meski kulamar kau dengan tak semestinya.

Meski hidup yang kutawarkan hanya ala kadarnya.

Tapi, aku siap berusaha lebih keras dari yang seharusnya.

Mari kita bina keluarga kecil sederhana, yang bebas dan selalu ceria.

Seperti dulu semasa kita masih remaja.

Mari kita beranjak tua bersama.

Dari balik kaca bening berlapis yang memisahkan kita.

Kulamar kau yang terus tegar menemaniku, yang terus berkeras mengejar dan meraih hatiku.

Meski tanpa kau sadari, hati ini telah menjadi milikmu sejak kita pertama bertemu.

Mari kita beranjak tua bersama, hei ~ mentariku sayang.

Maaf kalau tak ada cincin mewah dan hanya selang-selang terpasang.

Maaf kalau tak ada sumpah dan pergola bunga yang indah.

Maaf kalau tak ada gaun pengantin putih menawan dan hanya tembok putih ICU tempatku tertawan.

Demi dirimu yang selalu menangis dalam diam,

ku lipat-gandakan semangat juang untuk bertahan dan menyampaikan sebaris pinangan.

Sabarlah sebentar mentariku sayang,

Sedikit lagi kuusahakan, napasku satu-satunya yang tersisa di ujung tenggorokan sial ini.

Supaya sampai padamu, satu-satunya hal yang paling kuinginkan setengah mati.

Tapi,

Maafkan aku, hei ~ mentariku sayang.

Sampai di akhir ajal pun aku ini cuma seekor pecundang.

Karena waktu yang tak mengijinkan,

Sejumput niat dan sebaris pinangan sekadarnya inipun terpaksa aku urungkan.

Hilang tertelan napas dan nyawa yang terlanjur melayang.

Mari beranjak tua bersama.

Meski tak ada secuilpun ragaku tersisa.

Meski tak ada sebongkah nisan di atas tanah untukmu berziarah setiap tahunnya.

Meski berpuluh-puluh tahun setelahnya dan kau mungkin telah lupa.

Aku akan selalu setia menemanimu dari atas sana.

Hingga saatnya nanti kita bertemu kembali.

Meski entah dalam wujud atau bentuk yang tak lagi pasti.

Tapi,

Pasti.

Pasti 'kan kusampaikan pinangan gagal yang dulu tertelan oleh ajal yang menjelang.

Untuk saat ini,

Hidup dan berbahagialah, sayang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun