Dalam satu kesempatan pertarungan itu, Bambang Soda berhasil melumpuhkan Arasoma dan melemparnya sampai ke pinggir arena yang berupa lapangan alun-alun yang luas. Pertarungan sepertinya sudah berlangsung cukup lama. Lebih lama daripada pertarungan pertama tadi. Matahari hampir berada pada puncak panasnya.
Begitu tubuh Arasoma menyentuh tanah, Arasoma langsung bangkit. Dia melihat Bambang Soda berjalan dari tengah Arena menghampirinya. Arasoma hanya menyeringai. Dia ingat bahwa dia memiliki satu ajian pemberian mertuanya yaitu “Aji Chandra Birawa”. Inilah saatnya dipergunakan, pikirnya. Raden Arasoma kembali tegak. Sebelum Bambang Soda tepat berada di hadapannya, mantra “Aji Chandra Birawa” rampung dirapal. Sebuah ajian atau ilmu kanuraga berwujud raksasa yang tak kasat mata yang akan membantu Raden Arasoma dalam pertarungan. Dengan itu kekuatan pukulan Raden Arasoma bisa mencapai kekuatan 1000 kati. Dengan daya pukulan sebesar itu, tubuh Bambang Soda tak akan mampu menahannya. Terbukti kemudian sesaat setelah hanya beberapa langkah di hadapan Arasoma yang sudah tegak berdiri, Bambang Soda kembali bermaksud menyarangkan pukulan sepenuh tenaga bermaksud menghabisi Arasoma saat itu juga. Arasoma tetap berdiri tenang. Dia yakin bahwa “Aji Chandra Birawa” yang dipergunakannya tidak bakal mengecewakannya. Tepat satu jengkal pukulan Bambang Soda menyentuh sasaran, yaitu dada Arasoma, pukulan Arasoma yang sudah ditenagai “Aji Chandra Birawa” lebih dulu menghujam di kepala Bambang Soda. Seandainya pukulan itu mengenai kepala seekor banteng, maka isi kepala banteng tersebut akan berhamburan. Tapi Bambang Soda hanya tergeletak sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing bukan kepalang. Tapi tak urung membuat Bambang Soda menyatakan diri tidak mampu meneruskan pertarungan. Raden Arasoma terlihat santai dan biasa saja mendengar pernyataan kalah dari mulut Bambang Soda. Dalam hati dia kagum dengan kekuatan Bambang Soda dalam menerima pukulan “Aji Chandra Birawa”.
Sekejap seluruh penjuru arena sayembara hening. Semua yang berada di arena penonton, peserta, pedagang dan seluruh anggota keluarga kerajaan Manduraharja seperti terhipnotis. Apa yang mereka kawatirkan sudah terjadi. Bayangan putri mahkota kerjaan, Dewi Kunti, akan menjadi pembantu di kerajaan Mandaraka begitu jelas. Mau tidak mau jika itu hasil sayembara, maka harus dilaksanakan. Mengabaikan hasil sayembara akan membawa bencana yang lebih besar lagi bagi kerajaan.
Dengan sigap Raden Arya Prabu sebagai Panata Calaka Nagara mengambil alih suasana. Diperlukan kebesaran hati untuk menerima kenyataan ini, Raden Arya Prabu menyadari sepenuhnya akan hal ini. Raden Arya Prabu segera mengumumkan kekalahan Bambang Soda dari Raden Arasoma yang berarti sayembara telah dimenangkan oleh Raden Arasoma. Maka segenap hak bagi pemenang sayembara akan diserahkan. Tapi tanpa diduga oleh segenap khalayak ramai, Raden Arasoma menolak. Dia mengatakn, sebelum pertarungan di mulai dia sudah menyampaikan bahwa tujuan mengikuti sayembara ini adalah untuk menjajal kemampuan dia bertarung dan untuk mengukur sejauh mana ilmu bertarung yang sudah dimilikinya. Raden Arasoma sedikit pun tidak tertarik dengan kecantikan Dewi Kunti Nalibrata. Maka, Raden Arasoma meminta kepada Raden Arya Prabu untuk melanjutkan sayembara dengan Raden Arasoma sebagai jago sayembara. Artinya barang siapa peserta sayembara berhasil mengalahkannya, maka dia yang berhak atas Dewi Kunti sebagai hadiahnya. Dan ditambah Dewi Madrim, adiknya yang menemaninya datang ke tempat sayembara, sebagai tambahannya.
Setelah Raden Arya Prabu berunding dengan jajaran panitia dan keluarga besar kerajaan, maka sayembara akan dilanjutkan untuk mengabulkan keinginan Raden Arasoma. Demi mendengar hal itu, seluruh penonton dan para peserta yang belum sempat berlaga bersorak senang.
Sayembara dilanjutkan dengan peserta berikut yaitu, Raden Pandu dari Astinapura.