Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Waspada Orang Tanpa Gejala (OTG) Ada Ditengah-tengah Kita

6 April 2020   10:04 Diperbarui: 6 April 2020   12:27 360 2
"Sebaran kasus sekarang muncul akibat pergerakan Orang Tanpa Gejala (OTG) dari kota-kota pusat penyebaran Covid-19 ke kota-kota di sekitarnya, ke keluarganya, ke rumah saudaranya."

Penggalan kalimat dari jubir pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam siran pers Sabtu (4/4/2020) di graha BNPB.

Mari mencoba mendalami penggalan kalimat diatas, pertama maknanya adalah muncul sebaran kasus atau meluasnya kasus positif Covid-19 dari kota-kota pusat penyebaran Covid-19 ke daerah.

Kota mana sajakah yang menjadi pusat penyebaran Covid-19? Adalah  kota-kota di Provinsi DKI dan Jawa Barat (Bogor, Depok, Bekasi) keduanya atau Jabodetabek, karena memiliki angka kasus tertinggi sejauh ini.

Dihimpun dari berbagai sumber, DKI Jakarta tercatat sampai dengan Minggu (5/4/2020), kasus positif Covid-19 sejumlah 1.143 kasus, sedangkan Jawa Barat 247 kasus.

Kemudian seminggu terakhir ini, para perantau dari Jabodetabek sudah mulai berbondong-bondong mudik lebih awal.

Minggu lalu 30 Maret, Presiden Jokowi melalui Twitter @Jokowi menyebut bahwa selama delapan hari terakhir ada 876 bus membawa 14.000-an penumpang dari Jabodetabek ke provinsi lain di Jawa. Belum termasuk yang menggunakan kereta api, kapal, pesawat dan kendaraan pribadi.

Pernyataan diatas cukup menjadi indikasi bahwa gelombang mudik lebih awal sudah mulai terjadi di minggu ke empat bulan maret lalu.

Kondisi tersebut kalau kita coba kaitkan dengan penggalan kalimat dari jubir pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam siran pers Sabtu (4/4/2020), maka jelas bahwa pemudik sudah mulai berdampak pada meluasnya sebaran kasus ke daerah.

Kemudian yang kedua, Orang Tanpa Gejala (OTG) dapat kita maknai sebagai orang yang positif Covid-19 tetapi tidak timbul gejala sama sekali pada tubuhnya.

Dari sekian ribu perantau di Jabodetabek yang sudah mudik lebih awal, ketika sampai di kampung halamannya, sebagian wilayah menerapkan proses pendataan dan pemeriksaan kesehatan di posko-posko yang sudah disiapkan.

Pemeriksaan kesehatan sebatas cek suhu badan dan pendataan untuk pengawasan isolasi mandiri pemudik selama 14 hari semenjak tiba di daerahnya.

Kembali kita coba hubungkan dengan penggalan kalimat dari jubir pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam siran pers Sabtu (4/4/2020), maka dari sekian ribu pemudik tersebut sangat mungkin ada yang termasuk carrier atau pembawa virus tetapi tubuhnya tanpa gejala sama sekali atau OTG.

Karena tanpa gejala, ketika diperiksa oleh satgas Covid-19 di posko pemeriksaan dicek suhu badan nya normal tidak lebih dari 38 derajat celcius, tidak batuk atau pilek, tidak sakit tenggorokan dan tidak mengalami sesak napas.

Sehingga pemudik tersebut ketika sampai di rumah bertemu keluarganya, saudara-saudaranya, tidak melakukan karantina mandiri selama 14 hari dan beraktivitas seperti biasa layaknya orang sehat.

Kalau kemudian berinteraksi dengan leluasa sangat mungkin droplet atau percikan batuk atau bersin mengenai keluarganya, saudaranya sehingga menulari mereka.

Kemudian gambaran kondisi diatas coba saya hubungkan dengan keadaan pergerakan orang dari kota-kota pusat penyebaran Covid-19 ke desa dan kecamatan saya tinggal.

Minggu malam (5/4/2020) ada informasi dari satgas Covid-19 tingkat Kecamatan, desa saya kedatangan 501 pemudik, itu belum termasuk yang lolos dari pantauan satgas.

Sedangkan total kedatangan pemudik satu kecamatan sejumlah 2.069 orang, besok, lusa dan seterusnya sangat mungkin terus bertambah.

Satu kecamatan sehari kedatangan orang dari kota pusat penyebaran Covid-19 sebanyak 2.069. Kota pusat penyebaran dimaksud adalah Jakarta dan Jawa Barat (baca : Jabodetabek).

Ini berarti potensi kami di desa terpapar Covid-19 cukup besar, ribuan pemudik tersebut sangat mungkin beberapa diantaranya menjadi carrier atau pembawa virus Covid-19 dan kondisinya tanpa gejala atau OTG.

Ini berarti dalam sehari kecamatan kedatangan 2.069 orang berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP), sanggupkah kemudian Satgas Covid-19 Kecamatan dan Desa mengawasi proses isolasi mandiri memastikan mereka tetap didalam rumah selama 14 hari.

Dari 2.068 pemudik tadi, beberapa diantaranya mungkin sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG), kalau kemudian mereka tidak disiplin melakukan isolasi mandiri, berbaur dengan keluarga seperti biasa, main ke tetangga, pergi kemanapun.

Maka potensi kita di desa terpapar virus Covid-19 sudah semakin besar, sebagai akibat dari virus Covid-19 yang dibawa dari kota-kota pusat penyebaran Covid-19 ke desa oleh pemudik lebih awal seminggu belakangan ini.

Kalau pemerintah daerah secara berjenjang mulai dari Gubernur, Bupati dan Walikota, Kecamatan sampai Desa tidak tanggap segera melakukan langkah-langkah kongkret dengan situasi ini, maka sebaran kasus positif Corona beberapa hari kedepan meluas ke daerah.

Ini baru mudik lebih awal, bagaimana kalau mudik menjelang lebaran? Sedangkan di Jakarta masih ada dua juta lebih perantau yang belum mudik.

Akankah kejadian di China, pasca perayaan Imlek lonjakan kasus terjadi hampir ke seantero China, juga terjadi di Indonesia? Pasca perayaan lebaran, lonjakan kasus terjadi dan menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia?

Siapkah daerah menghadapi kenyataan ini? Siapkan rumah sakit daerah dengan keterbatasan fasilitas secara cepat menangani pasien Covid-19 dengan jumlah pasien yang membludak?

Membaca dan menuliskan keadaan ini membuat saya berkesimpulan saat ini semua harus semakin dirumah saja, harus semakin disiplin dengan himbauan pemerintah, siapapun tak terkecuali kami yang ada di desa.

Terakhir, saya sangat berharap Gubernur, Bupati, Camat dan Kepala Desa khususnya di Jawa Tengah, betul-betul tanggap, serius dengan memberdayakan segala sumber daya yang ada.

Pemerintah daerah harus segera melakukan langkah-langkah kongkret dan terstruktur mengantisipasi para pemudik dari pusat penyebaran virus Covid-19 ke daerahnya yang terus berdatangan.

Jika memungkinkan, Gubernur memerintahkan seluruh kepala daerah dibawahnya sampai tingkat desa menyiapkan tempat untuk menampung pemudik melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.

Isolasi mandiri ini perlu menjadi perhatian serius karena para pemudik dari kota pusat penyebaran Covid-19 berpotensi sudah terpapar virus dan tanpa gejala dialami tubuhnya atau disebut Orang Tanpa Gejala (OTG).

Dalam bayangan pemikiran saya sebagai opini, Gubernur secara tegas memerintahkan Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa menyiapkan tempat isolasi mandiri bisa menggunakan fasilitas umum seperti sekolah atau fasilitas umum lainnya.

Gubernur juga memberikan dukungan anggaran untuk operasional pelaksanaan isolasi mandiri para pemudik selama 14 hari, untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari selama masa isolasi mandiri, termasuk dukungan penyediaan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan sampai ke tingkat desa.

Karena saya yakin, dengan anggaran maka pelaksana di daerah sampai tingkat desa bisa bekerja menjalankan apa yang menjadi perintah dari Gubernur.

Sebagai warga, mari kita berperan serta dengan tetap dirumah saja, kalau harus keluar rumah maka jaga jarak interaksi minimal 2 meter, gunakan masker apalagi penggunaan masker sudah menjadi program wajib pemerintah sejak Minggu (5/4/2020).

Selain itu kita sebagai warga harus ikut serta mengawasi proses isolasi mandiri para pemudik selama 14 hari, patuh serta disiplin terhadap apa yang menjadi imbauan pemerintah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun