Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Dampak Negatif Pagelaran Dangdut Pernikahan di Masyarakat

15 Januari 2012   17:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:51 284 5
Tembang Perahu Layar terdengar mengalun kencang dari suara seorang biduan di atas panggung. Sementara itu, di samping penyanyi tersebut berkumpul sekelompok pemuda sedang asyik berjoget dengan tangan kanan menyebarkan uang nominal lima ribur rupiah ke sekitar panggung. Mereka tampak semangat untuk mengeliliingi sang biduan yang jelita, sementara itu bau alkohol merebak di segala penjuru. Di deretan kursi paling depan, terlihat beberapa bocah kecil, baik laki-laki maupun yang perempuan sedang ikut menyanyikan lagu yang tenar pada tahun 2000 lalu. Itulah gambaran yang saya saksikan saat menghadiri undangan pernikahan seorang kawan, di daerah Cengkareng, Jakarta Barat. Saya yang datang pada malam hari selepas Isya, awalnya melihat acara seperti layaknya hajatan pernikahan biasa. Namun sekitar pukul 21:30 wib, ketika kursi dan meja dirapikan, serta areal depan rumah Kawan saya yang Nikah dikosongkan, untuk menggelar "pesta" yang sesungguhnya dimulai, yaitu Dangdutan. Saat saya bertanya dengan Kawan yang kebetulan sudah berganti dari pakaian manten dengan pakaian biasa, kalau kata orang di sekitar sana, mengadakan acara pernikahan kurang lengkap tanpa menampilkan hiburan dangdut seperti organ tunggal. Saya yang kurang begitu tahu dengan kebiasaan warga di sana hanya mengangguk sembari izin pamit untuk kembali ke rumah. Tapi karena ada beberapa urusan kerjaan yang tidak bisa ditunda, maka Kawan saya meminta waktu sekitar satu jam untuk menitipkan sesuatu pada beberapa kawan lainnya di tempat kerjaan. Karena tidak enak menolak Kawan yang sedang punya hajat, maka saya pun menunggunya sambil menyaksikan perhelatan musik dangdut tersebut. Mulanya tampak aman-aman saja, namun ketika memasuki pertengahan tampak suasana semakin ramai dengan berdatangan banyak pemuda dari berbagai kawasan tersebut hingga areal panggung penuh sesak. Saat melihat sekilas, wajah puluhan orang yang datang itu ada sebagian yang tampak sedang teler, atau (mungkin) habis meminum minuman keras. Dalam hati sempat berpikir, kalau keaadaan seperti ini terus pasti bakalan rusuh, karena kalau orang sudah terpengaruh dengan minuman keras maka bawaannya menjadi panas dan emosian. Ibaratnya adalah senggol dikit bacok. Dan ternyata benar, tidak lama kemudian saat seorang biduan sedang menyanyikan sebuah lagu dangdut, tampak beberapa pemuda saling dorong di atas panggung. Saling baku hantam pun terjadi diantara mereka, sontak acara yang tadinya aman menjadi ricuh karena aksi mereka. Bangku menjadi terbalik, gelas dan botol minuman terbang entah kemana. Suasana yang tadinya sakral saat pesta pernikahan berlangsung, berubah menjadi ricuh dan tak terkendali. Semua orang saling menyelamatkan diri, begitu juga dengan para biduan yang sedari tadi asyik menyanyi. Tampak beberapa anak kecil hanya bisa menonton, acara pertunjukkan yang mungkin mereka anggap adalah  seru layaknya tayangan Smackdown. Untung keributan dapat segera dikendalikan, setelah turun beberapa ormas pemuda dan satuan perangkat warga yang turun langsung untuk mendamaikan suasana. Usut punya usut adalah keributan terjadi karena seorang pemuda tidak ingin biduan pujaan hatinya joget dengan pemuda lain tepat di atas pangung bersama mereka. Ya ampun...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun