Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Ketika Media Terbelah, Rakyat Bingung dan Resah

12 Juni 2014   04:03 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:08 62 1
Tak dapat disangkal lagi bahwa media memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menyampaikan informasi dan membentuk opini masyarakat. Tak terkecuali dalam kampanye pilpres sekarang ini. Paling tidak dalam tiga bulan terakhir ini hingga satu bulan ke depan kabar tentang pemilu, dari tahapan pileg hingga pilpres, sangat mendominasi pemberitaan, baik di media massa semacam TV maupun media sosial. Boleh dikatakan bahwa tahun ini memang merupakan panen raya, terutama bagi pemilik stasiun TV, reporter berita, dan pengamat politik. Coba saja kita lihat tayangan berita di sejumlah stasiun TV. Dari pagi hingga malam berita seputar pilpres begitu mendominasi. Tak jarang isi acara yang sama ditayangkan berulang-ulang sampai-sampai pemirsa hapal di luar kepala isi berita yang akan disampaikan si news anchor. Yang cukup menarik untuk diamati adalah perilaku para pemandu acara berita dan pengamat politik. Terkait berita pilpres, ada pemandu acara di salah satu TV berita yang sengaja memancing-mancing pengamat politik untuk hanya menyoroti salah satu pasangan capres/wapres saja. Biasanya yang dikupas tidak jauh dari hal-hal negatif pasangan kandidat itu. Tak jarang pula si news anchor mengumpulkan beberapa pengamat politik dari pihak yang sama ( 1 news anchor, 3 pengamat politik pendukung satu pasangan capres/wapres) untuk secara bergantian mengomentari kejelekan salah satu pasangan capres/wapres. Padahal hampir semua pengamat politik itu memiliki latar akademik yang mentereng, mulai dari yang bergelar master, doktor  hingga profesor. Apa lacur, sebagian besar komentar-komentar yang mereka berikan sama sekali tidak mencerminkan deretan panjang gelar dan track record kepakaran yang mereka miliki. Ada pengamat yang terlalu asyik mengamati gerakan tangan (gesture), mimik, dan bahasa tubuh (body language) pasangan tertentu yang tidak mereka sukai dan tentu saja memberikan komentar negatif tentang hal itu. Ada pula yang menilai pakaian yang dipakai pasangan kandidat dan menyimpulkan karakter kepemimpinan/kenegarawanan mereka dari apa yang melekat di badan mereka. Sungguh menyedihkan bukan! Ada saat ketika si pengamat dengan lantang menyuarakan keunggulan salah satu kandidat karena gaya bicaranya yang menarik tetapi tidak berani menyuarakan hal yang sama ketika kandidat yang lain pada kesempatan berikutnya jelas-jelas tampil lebih baik. Wahai para pengamat politik! Wahai para akademisi! Wahai para news anchor! Masyarakat kita membutuhkan informasi-informasi yang jelas, valid, tidak dibuat-buat, dan tidak diarah-arahkan. Pemberitaan yang tidak berimbang isinya dan komentar pengamat politik yang hanya membela salah satu kandidat dan menjelek-jelekkan kandidat lainnya jelas-jelas merupakan bentuk provokasi sekaligus pembodohan terhadap pemirsa TV. Apa sulitnya memberitakan hal-hal yang baik dari kedua belah pihak secara faktual dan tanpa tendensi. Apa sulitnya memberikan komentar objektif, realistis, dan tidak memihak terhadap kelebihan dan kekurangan kedua pasang kandidat. Para insan berita seharusnya mengabdi pada tanggung jawab untuk memberitakan fakta dan kebenaran yang objektif, aktual, dan bertanggung jawab pada masyarakat, bukan menghamba pada kemauan dan kepentingan sesaat pemilik stasiun TV, sponsor acara, dan kemauan tim sukses capres/wapres. Masyarakat kita butuh tayangan-tayangan berita yang cerdas, konstruktif, dan menyejukkan, bukan acara-acara yang tendensius, provokatif, mengabaikan fakta, memecah belah  dan memihak. Rekomendasi KPI untuk tidak memperpanjang hak siar stasiun-stasiun TV tertentu karena begitu kentaranya mereka sebagai alat kampanye seharusnya perlu segara ditindaklanjuti secara tegas oleh pemerintah. Jangan sampai dengan alasan kebebasan pers kemudian segala macam komentar memihak, provokasi, kampanye hitam, dan kampanye negatif muncul secara berulang-ulang tanpa ada daya dan upaya pemerintah untuk menghentikannya. Ingat! Kabar negatif, bohong (hoax), dan tak valid bukan tidak mungkin dapat dianggap sebaga fakta dan kebenaran jika ditayangkan dan dicerna pemirsa berulang-ulang. Biarlah intan itu tetap menjadi intan, jangan pula intan dikatakan batu kerikil. Biarlah kebenaran tetapi menjadi kebenaran, jangan sampai kebohongan dan kepalsuan diputarbalikkan menjadi sebuah kebenaran baru yang diyakini masyarakat luas. Ayo kita mencerdaskan bangsa ini dengan menyajikan berita-berita yang cerdas dan melalui cara-cara yang cerdas pula.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun