Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Mengajar, Bakti Saya

10 Desember 2013   20:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:05 57 0
Kita hidup bersama disatu bumi yang sama. Dibumi tempat kita hidup, sudah banyak sekali masalah yang menjadikannya kurang berkawan untuk ditinggali. Dimulai bencana kelaparan, mirisnya kondisi pendidikan, aksi kejahatan yang semakin marak, dan lain sebagainya. Masalah demi masalah datang silih berganti, membuat setiap orang berusaha untuk menyelamatkan dirinya terlebih dahulu, bukan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan bersama, dibumi yang dipijak bersama.

Namun ditengah keegoisan itu, setiap manusia mengharapkan untuk adanya perubahan didunia. Sebuah perubahan yang lebih baik, dimana dunia bisa menjadi tempat yang lebih manusiawi untuk ditinggali. Walaupun tidak semua orang mau 'bergerak', tapi sebuah pergerakan tetap diperlukan. Seperti kata Anies Baswedan, bukan jamannya lagi kita untuk berpangku tangan, tapi sebaliknya kita harus turun tangan.

Menjadi relawan adalah salah satu cara saya dalam ikut turun tangan.

Saya tumbuh dikeluarga yang sangat pro terhadap dunia pendidikan. Ibu dan kakek saya adalah seorang guru, saya sekarang masih duduk dibangku perkuliahan. Menurut saya, 'investasi' yang paling baik untuk masa depan bangsa adalah investasi pendidikan dimana kita harus mencerdaskan anak-anak.  Entah kebetulan atau tidak, tapi saya memiliki talenta dalam mengajar.

Pengalaman saya menjadi seorang relawan dimulai ketika saya masih SMA. Saat itu, seorang anak tetangga yang masih duduk di bangku SD kelas 1 datang kerumah saya pada malam hari sambil menenteng buku dan tempat pensilnya dan meminta saya mengajarkannya calistung (baca, tulis dan hitung). Anak itu- Ruth-namanya, berasal dari keluarga kurang mampu, namun niat belajarnya sangat tinggi. Kadang ia harus menunggui saya mengerjakan tugas sekolah saya sampai selesai baru kemudian saya ajarkan. Kadang pula, kami belajar bersama (dia mengerjakan PRnya, dan saya juga).

Hari demi hari, bukan hanya Ruth saja yang datang kerumah saya, tapi juga anak-anak lain sebayanya yang juga datang untuk belajar. Ketika itu, ada sekitar 10 anak yang rutin belajar setiap malam dirumah saya. Ruang keluarga disulap menjadi tempat belajar dadakan mereka, kamipun harus menyediakan papan tulis untuk sarana belajar anak-anak.

Namun, ketika saya harus kuliah dan pindah keluar kota, kegiatan ini harus saya hentikan karena tidak ada lagi pengajar untuk mereka.

Di kota yang baru tepatnya di Malang, saya juga mencari tempat dimana saya bisa bergabung menjadi relawan disebuah lembaga yang bergerak dibidang pendidikan. Bengkel Pendidikan namanya, merupakan sebuah tempat les yang sasarannya adalah anak-anak sekolah yang kurang mampu namun ingin punya kesempatan untuk belajar lebih. Bengkel Pendidikan tidak menarik uang kepada setiap anak yang belajar disana. Selain les semua mata pelajaran bagi anak-anak sekolah (SD-SMA), Bengkel Pendidikan juga membuka kelas kursus tata busana dan tata rias untuk kalangan umum.

Semua pengajar di Bengkel Pendidikan adalah relawan. Kami menyediakan waktu, beberapa jam dalam seminggu untuk mengajar adik-adik. Saya sendiri menjadi pengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak tingkat SD-SMA.

Apa yang membuat orang menjadi relawan, ketika bahkan tidak ada imbalan uang untuk pekerjaan yang mereka lakukan? Apa yang dikejar?

Saya sendiri merasa, kepuasan dalam bekerja adalah motivasi pertama dalam melakukan pekerjaan sebagai seorang relawan. Kepuasan ketika kita merasa berguna untuk orang lain, tanpa pamrih (uang, dll).

Senang sekali rasanya ketika saya mengajar. Membuat adik-adik kecil mampu memahami pelajaran-pelajaran yang sulit dengan cara sederhana yang saya ajarkan pada mereka. Melihat antusiasme mereka dalam belajar dikelas, dan keinginan mereka untuk mengetahui lebih lewat pertanyaan-pertanyaan lugu mereka mengenai sebuah topik adalah motivasi selanjutnya.

Menjadi relawan membuat saya melihat keadaan lebih baik. Banyak sekali hal-hal yang bisa disyukuri. Ketika saya merasa nyaman di zona saya sebagai mahasiswa yang secara ekonomi cukup, ternyata banyak orang lain yang tidak seperti itu. Menjadi relawan membuat saya melihat diluar zona nyaman, memaksa saya untuk "menapak" dan membuka hati saya untuk peduli kepada sesama dan lingkungan saya. Saya mensyukuri talenta anak-anak, antusiasme mereka, cara mereka untuk mempertahankan pendidikan mereka, juga fakta kalau saya berguna untuk orang lain bukan dengan cara-cara spektakuler tapi dengan cara-cara sederhana.

Terlebih, menjadi relawanpun mengajar saya, bahwa uang bukan segalanya. Uang bukan motivasi pertama dalam melakukan sebuah pekerjaan. Uang itu penting, tapi sukacita dalam bekerja lebih penting.

Hal sangat menyentuh dan manis yang pernah saya alami ketika manjadi relawan adalah ketika menemukan lembaran surat yang ditulis oleh murid saya. Surat itu saya temukan dilantai kamar, yang isinya rangkaian ucapan terima kasih  yang ia tulis dengan bahasa yang masih acak-acakan. Saya tahu, dia berusaha keras untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan ungkapan terima kasihnya. Ucapan terima kasih yang tulus dari anak-anak, yang lagi-lagi membantu saya melihat lebih baik bahwa hal yang saya anggap sederhana ketika saya melakukannya, bisa jadi sangat berarti untuk orang lain.

Selama masih muda dan masih banyak tenaga, kenapa tidak menjadi relawan? Menjadi peka terhadap lingkungan membuat kita menjadi tidak lagi egois dalam hidup bermasyarakat. Kalau memang ingin dunia yang lebik baik, memang sudah saatnya kita turun tangan.

Ini bakti saya sebagai pengajar, ini porsi kecil saya yang dipercayakan oleh Sang Empunya. Semoga teman-teman juga menemukan bakti masing-masing.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun