Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Sains Metematika dan Filsafat

3 Desember 2022   10:32 Diperbarui: 12 Desember 2022   14:27 269 0
Coba Anda bayangkan kereta api yang akan  melakukan perjalanan dari stasiun A ke stasiun B yang posisinya lebih tinggi dari stasiun A. Umpamakan kedua stasiun tersebut berjarak 10.000 m. lalu, teman Anda yang berada disamping Anda bertanya: "berapakah ketinggian kereta api dari permukaan tanah? Maka bagimanakah Anda menghitungnya? [1]

Mungkin, jika jaraknya tidak terlalu jauh atau bisa di jangkau oleh pengukuran langsung.  Secara otomatis, kita dapat mengetahuinya. Nah, bagimana jika yang harus kita ukur itu jaraknya ribuan kilometer? [2]

Anda pasti akan kerepotan untuk menghitungnya secara manual atau mengukur secara langsung dengan jarak ribuan kilometer, dan itu adalah pekerjaan yang sia-sia. Untuk mengetahui soal di atas, Anda bisa santai sambil meminum kopi tanpa melibatkan hal-hal yang merepotkan.

Cukup dengan beberapa informasi ilmiah mengenai soal di atas,  Anda bisa langsung mengetahuinya. Dengan bantuan trigonometri, salah satu cabang ilmu matematika. Dengan bantuan tersebut, problem mengenai sudut dan jarak dapat terpecahkan, para ahli matematika memperkenalkan konsep sinus  dan cosinus dalam trigonometri. [3]

Ini lah bukti salah satu cakupan yang luar bisa dalam masalah ilmu pengetahuan dalam bidang matematika. Prosedur rasional-logis dalam konsep terigometri, yakni, sinus dan cosinus, dapat kita ketahui dengan analisis rasional. yang cukup membutuhkan informasi ilmiah atau data mengenai problem yang ingin kita ketahui (seperti concoh di atas).

Oleh karena itu analis data dan informasi tersebut dengan bantuan ilmu matematika yang memiliki muatan logis. Kita dapat mengetahuinya, artinya, sejak awal prinsip logis dan kaitanya dengan hal-hal yang  ilmiah sangat erat kaitannya dengan matematika.

Wilayah ini lah yang akan kita uraikan lebih jauh dalam pembahasan ini. Bahwa matetmatika juga termaksud bagian dari sains, dan menelusuri hubungannya dengan filsafat. Bahwa prinsip-prinsip logis (rasional) dalam matematika dapat membantu kita dalam memahami cara kerja sains, serta kaitannya dengan prosedur filsafat.

I.A. Matematika Bagian Dari Sains

Pada contoh yang telah diuraikan di atas, secara implisit matematika memiliki kaitan dengan benda-benda kuantitatif dalam prosedur kerjanya. Artinya, untuk mengetahui jarak dan ketinggian (pada contoh di atas) dibutuhkan informasi dan data mengenai ketinggian kereta api dari permukaan tanah. Dari informasi dan data (yang dikatgori secara ilmiah) sehingga proses perhitungan secara prinsip logis matematika dapat dilakukan.

Dengan bahasa yang umum dikenal dalam penelitain bahwa kata ilmu pengetahuan (science) berasal dari kata latin scire yang berarti mengetahui. Dari kata tersebut, jika dipakai dalam arti sempit untuk menunjukan pengetahuan tentang alam yang kuantitatif dan obejk saja. [4] namun penjelasan tersebut membatasi pengetahuan hanya pada wilayah objek benda-benda yang diamati, dan tidak mempertimbangkan peran akal dalam perekembangan ilmu pengetahuan dan implikasi praktisnya.

Mengenai hal ini Haryono menuturkan: "Maka penunujukan pengetahuan tersebut sangat keliru, tanpa memperhatikan pemikiran-pemikiran tentang aplikasinya yang praktis, biasanya ilmu pengetahun yang pokok dan murni (basic or pure science) yang wilayah kajiannya terdiri dari biologi, matematika, fisika, kimia dan lain sebagainya". [5]

Wilayah cakupan ilmu pengetahuan begitu luas, bukan hanya dibatasi pada objek benda-benda yang diamati. Terlebih lagi, perkembangan tersebut hasil dari pikiran manusia dalam kinerja akal (logis). Jika ilmu penegtahuan  hanya dalam pengertian objek benda-benda yang diamati, maka konsekuensinya dalam sains (science) harus ditolak. Sebab perkembangan sains tidak hanya bertumpuh pada pengamatan objek, lebih dari itu peran akal manusia dalam berpikir sebagai fundamental.

Apa lagi prinsip-prinsip logis matematika, jika ilmu pengetahuan hanya sebagai objek pengamatan, maka pondasi prinsip matematikan harus ditolak. Karena prosedur cara kerja matematika dengan prinsip-prinsip logisnya, bukan lah wilayah objek yang diamati. Namun, bukan berarti bahwa matematika tidak berkaitan dengan objek-objek yang diamati. Dengan kata lain, untuk mengetahui fenomena alam atau objek-objek yang diamati, dengan bantuan  prinsip-prinsip  logis matematika fenomena tersebut dapat kita ketahui.

Dalam prosedur itu lah bahwa matematika sebagai bagian dari sains. Karena dengan bantuan matematika, manusia dapat mengetahuai hukum-hukum alam semesta dengan fenomena dan benda-benda yang diamati. Bukti bahwa matematika adalah bagian dari sains, dan bahwa matematika membantu untuk mengetahui prosedur hukum alam semesta yang telah dilakukan oleh ilmuan terkenal Isaac Newton (m. 1727).

Newton membuktikan dan sekaligus menyempurnakan hasil penemuan ilmuwan terdahulu mengenai partikel-partikel materi alam semesta dan lebih dari itu, ia membuktian teori terkenalnya dalam fisika  yakni, gravitasi dan mengunkan prinsip matematika.  ia menuliskan itu di dalam  karyanya "Mathematical Principles of Natural Philosophy". [5]

Ia percaya seperti apa yang diyakini pendahulunya Descartes (m. 1650) bahwa materi terdiri dari pertikel-pertikel bergerak. Hasilnya ditemukanlah teori mengenai adanya suatu kekuatan dahsyat mekanik dan dinamis dengan tiga prinsip hukum Newton, yakni setiap benda memiliki daya gravitasi terhadap benda lain, kekuatan daya tergantung pada masanya, dan jarak diantara dua benda membentuk kaudrat [6].

Apa yang ditemukan Newton tersebut dalam perkembangan sains modern menggunakan prinsip matematika sebagaimana yang ditekankan dalam karyanya, baik itu dalam penemuannya menganaia gravitasi dan gerak partikel-paritikel materi. Artinya, pengamatan Newton dalam memahami hukum-hukum alam dan sifat dari materi sangat jelas bahwa matematika adalah bagian dari sains.

Dari tiga prinsip Newton yang dijelaskan di atas adalah kretifitasnya dalam mengunakan teori kalkulus (salah satu cabang ilmu matematika). Humadi menuturkan: "Newton mengelaborasi dan mengkreasi teori ini dengan ketetapan matematis yang dikenal dengan kalkulus" [7].  Penjelasan Humadi, sebagai bukti nyata yang dilakukan oleh Newton dalam menggunakan matematika sebagai salah satu penemuannya dalam ilmu pengetahuan sains fisika.

Karl Gauss (m. 1855) seorang matematikawan dan fisikawan Jerman mencoba meneliti teori matematika klasik Euklides (-4 SM - -3 SM)  dari Yunani. Euclid lah yang menemukan teori geometri, dalam aturan sejajar dihasilkan bahwa tiga sudut sebelah dalam setiga apapun berjumlah 180 derajat. [8]

Gauss mencoba membuktikan teori terebut, dengan saran alat teleskop dengan daya kuat dan peralatan survei berpresisi tinggi. Ia mengukur sudut segitiga dan hasilnya terbukti benar, sesuai dengan geometri Euclid. Dalam perkembangan matematika selanjutnya, para ilmuan menemukan teori non-Euclidean yang digunakan para astronom meneliti bintang-bintang neutron dan lubang-lubang hitam yang menghasilkan hipotesis bersifat non-Euclidean. [9]

Jadi perkembangan matematika sangat membantu kemajuan sains dalam wilayahnya masing-masing. Terkhusus  perkembangan fisika, seperti yang diuraikan di atas. Sangat membantu untuk memahami hukum-hukum alam, karena prinsip logis metematika dengan sarana alat-alat yang dibutuhkan dalam obeservasi dan eksperimen yang dilakukan ilmuwan telah memberikan sumbangsi yang sangat besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan sains.

Berkat perkembangan dan terobosan ilmu metematika dalam memajukan sains, sehingga matematika dapat membantu ilmu pengetahuan lain. sehingga kaitan erat matematika dengan ilmu lain yakni, geografi, fisika, atronomi, kimia, biologi, ekonomi, ilmu komputer dan teknologi. [10] Dengan demikian, wilayah penalaran manusia (rasional-logis) dan hubungannya dengan observasi dan ekperimen ilmiah bukan lah sesuatu yang bertentangan sebagaimana yang akan kita bahas  dalam perkembangan filsafat.

Karena penalaran rasinoal-logis matematika adalah cara kerja akal dalam berpikir dan mengamati hasil dari observasi dan eksperimen ilmiah, sehingga ilmuwan dapat berhipotesis dan menyimpulkan hasil penelitiannya. Dengan demikian, kemajuan sains di abad 17 bertumpuh pada pondasi prinsip matematika.

Ilmuan matematika asal Britania A. N. Whitehead (m. 1947) menuturkan:"Tanpa kemajuan matematika ini, perkembangan sains pada abad ke-17 tidak mungkin terjadi. Matematika membantu latar belakang pemikiran imajinatif yang dengan para saintis mendekati pengatamatan terhadap alam". [11]

II.B. Matematika Hubungannya Dengan Filsafat

Dalam sejarah pemikiran manusia, filsafat dan matematika bisa dikatakan ia muncul bersamaan. Sebagai suatu pondasi penalaran untuk mengetahuai fenomena alam semesta dan menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia mengenai eksistensi alam semesta. Dan itu dibuktikan dalam catatan sejarah, bahwa para ahli filsafat di masa lalu sekaligus, mereka ahli dalam bidang matematika.

Para tokoh tersebut yakni, Thales (624-546), Pythagoras (572-497), Euclides ( 300 SM), Zeno (490-430), Plato (427-347) dan Archimides (287-212). [12] Pemikiran para tokoh tersebut yang menjadi pondasi awal perkembangan filsafat dan matematika selanjutnya, baik itu di dunia pemikiran Muslim maupun Barat.

Matematika dan filsafat mencakup ilmu-ilmu hakiki. Sebab penalaran logis dan filosofis melingkupi kedua ilmu tersebut, pada bidang filsafat dibagi menjadi dua, filsafat teoritis dan filsafta praktis. Wilayah filsafat teoritis mencakup ilmu sains yakni, matematika dan fisika serta cabang-cabangnya dan juga matafisika. Dan pada bagian filsafat praktis melingkupi, etika, rumah tangga dan politik. [13]

Oleh karena itu,  filsafat sebagai ruang lingkup sains yang salah satunya matematika dapat dipahami bahwa keberadaan  dua ilmu tersebut tidak bisa dipisahkan. Meski matematika sebagai ilmu teoritis dalam lingkup filsafat, ini karena filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan. Cara kerja logis matematika dan filsafat sebagai penalaran filosofis, keduanya bekerja sama dalam perkembangan ilmu metafisika dan sains.

Sementara metode filsafat dan matematika memiliki keterkaitan yang sama, yakni, rasional-deduktif (Pemikiran dari umum ke khsus ). Dengan dalil-dalil logis tersebut masalah matematika dan filsafat dapat terselesaikan. Hukum-hukum umum dalam premis mayor  deduktif sebagai analisi pada parikular-partikular yang tersedia, sehingga penarikan  kongklusinya dapat dipahami secara terperinci.

Dalam pembahasan yang lebih sistematis Mishbah Yazdi menuturkan: "cara memikirkan masalah-masalah matematika dan rumus-rumus pemecahannya menunjukan betapa besar efektivitas deduksi, karena penelitian ilmu ini menggunakan metode deduksi. Dan kalau metode ini sia-sia dan tidak efektif, tidak akan ada suatu masalah matematika yang terpecahkan berdasarkan pada kiadah-kaidah matematis". [14]

Ini karena respon para pemikir  abad ke-17 dan setelahnya  yang menolak pemikiran rasinoal-deduktif. Mereka menisbahkan pengetahuan itu hanya pada wilayah empris, hasilnya pengetahuan itu murni pengalaman indrawi dari hasil observasi dan eksperimen. Mereka menawarkan motede induksi dari pemikiran khusus ke umum.

Kaum empirisme mengklaim bahwa diluar metode mereka  bukanlah wilayah ilmu pengetahuan. Para tokoh-tokoh kaum empiris paling utama dan berpengaruh yakni, Francis Bacon (m. 1626), John Locke (m. 1704), David Hume (m. 1776) dan George Barkeley (m. 1753), Pemikiran mereka lah yang kemudian menjadi pondasi awal menyerbanya kaum empirisme.

Hingga postivisme Augus Comte (m. 1857) sampai abad 20 lahir positivisme logis yang mengklaim kebenaran ilmu pengetahuan berdasarkan induksi. Reaksi pemikiran kaum empirisme mendapatkan respon yang cukup kuat, apa lagi dengan gugatan mereka terhadap pemikiran metafisika.

Karena hegmoni kaum empirisme semakin meluas terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, tampilnya Karl Popper (1902-1994) dan Edmund Husserl (m. 1938) dan Martin Heidegger (1889-1976) untuk menepis hegemoni tersebut. Sebernya posisi kaum empiris dalam menolak rasional-deduksi secara implisit bukan lah yang menjadi bukti argumentasi mereka. Seperti yang kita lihat Newton dan para filsuf matematikawan yang telah kita jelaskan sebelumnya, menggukan rasional-deduksi matematika dalam penemuannya terhadap matematika  dan sains.

Sehingga perkembangan sains dan matematika sangat erat kaitannya. Metode induktif dan deduktif merupakan metode matematika dan filsaafat. Perlu diketahui bahwa metode induktif, tidak lepas dari pemikiran rasional. Sebab analisis pada induksi dari pemikiran khsus ke umum adalah suatu proses kerja akal (rasional) dalam menarik kesimpulan atas fakta-fakta empiris, ia bukan lah murni empiris seperti klaim mereka.

Dua model induksi dan deduksi adalah bagian dari matematika, sehingga jika mereka kaum empiris menolak resional-deduksi maka secara tidak langsung, mereka menolak matematika. Dan itu tidak mungkin, sebab kaum empiris banyak dilatarbelakangi oleh ahli matematika.

"Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan (science) yang terbagi menjadi ilmu formal dan ilmu faktawi (factual science)", tutur Haryono. [16]

Dengan demikian pemikiran logis matematika dan filosfis filsafat dalam metode kedua ilmu ini adalah sama, baik itu deduktif mau pun induktif. Lieng Gie menuturkan bahwa filsafat dan metematika merupakan dua bidang pengetahuan rasional yang memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak diragukan lagi (saling berkaitan). Karena menurtnya filsafat dan geometri lahir dari pemikir yang sama. [17]

Baqir Shadr dalam merespon klaim induksi kaum empirisme, bahwa meraka menjelaskan induksi keluar dari asasnya yakni, empiris. Sebab mereka (kaum empiris) dalam menjelaskan induksi penuh dengan muatan rasional dan psikologis. Seperti induksi J.S. Mil dengan prinsip kepastian, Russel dengan probabilitas yang klaim kebutuhan induksi pada dalil rasional dan psikologi dari Hume. [18]

Baqir Shadr dalam merespon induksi Barat menggunakan motode induksi matematika dalam mengetahuai hukum kausalitas ilmiah. Pembuktian pada induksi itu kaitan erat dengan data, fakta yang kemudian dirumuskan melalui logika matematika, disjungsi, konjungsi dan implikasi. [19]  Baqir ingin menjelaskan bahwa hubungan filsafat dan sains bukan lah suatu yang bertentangan. Terlebih lagi, ia mengunakan logika matematika dalam kaitannya dengan filsafat.

Sebenarnya dalam pemikiran manusia, ketika berargumentasi dan menarik suatu kesimpulan tidak lah lepas dari muatan rasinonal dan filosofis. Karena pada bagian argumentasi memiliki kekhasan  tersendiri, Baqir Shadr memetakan sebuah argumentasi dalam tiga kategori, yakni Argumentasi filosofis, matematika dan ilmiah, [20] yang memang memiliki ciri yang berbeda tapi dalam penerapannya ia membutuhkan dalil rasional.

Dengan demikian, matematika dan filsafat bukan lah dua ilmu yang saling bertentangan. Metode induktif dan deduktif merupakan prosedur cara ilmu tersebut dijalankan. Oleh karena itu, filsafat dan sains saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Anggapan bahwa filsafat dan sains suatu hal yang terpisah bukan lah suatu sikap yang objektif terhadap perekembangan ilmu pengetahuan.  

(Allahumma Bihaqqi Muhamaad wa ali Muhammad)

Catatan:
1.. Evawati Alisah dan Eko Prasetyo Dharmawan, Filsafat Dunia Matematika, (Jakarta, Penerbit Prestasi Pustakaraya, 2007), hlm. 40.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Didi Haryono, Filsafat Matematika, (Bandung, Penerbit Alfabeta, 2015), hlm. 59.
5. Humaidi, Paradigma Sains Integratif Alfarabi, (Jakarta, Penerbit Sadra Press, 2015), hlm. 29.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. . Didi Haryono, Filsafat Matematika, (Bandung, Penerbit Alfabeta, 2015), hlm. 19.
9. Ibid.
10. untuk hubungan matematika dengan ilmu lain, lihat karya Didi hartono, Filsafat Matematika, hlm. 148-160.
11. Alfred North Whitehead, Sains Dan Dunia Modern, (Bandung, Penerbit Nuansa, 2005), hlm. 43.
12. untuk para filsuf dan sekaligus ahli matematika, lihat Didi Haryoni, Filsafat Matematika, hlm. 10-29.
13. Muhammad Taqi Mishbah Yadi, Kitab Filsafat, (Jakarta, Penerbit Sadra Press, 2021), hlm. 6.
14. Ibid., hlm. 83.
15. kritik Popper, Husserl dan Heidegger lihat A. Setya Wibowo, Cara Kerja Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu, hlm. 132- 179.
16. Didi Haryono, Filsafat Matematika, (Bandung, Penerbit Alfabeta, 2015), hlm. 62.
17. Ibid., hlm. 9.
18. Muhammad Baqir Shdar, Belajar Logika Induksi, (Yogjakarta, Penerbit RausyanFikr Institut, 2013), hlm. 44-66.
19. Ibid., hlm. 72-77.
20. tentang tiga ketegori argumentasi filosofis, matematika, dan ilmiah, lihat Muh. Baqir Shadr, Tuhan, Utusan dan Risalah, hlm. 50-51.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun