Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

KDRT

14 Oktober 2013   17:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:33 119 1

Seorang perempun keluar dari ruang rontgen menatapku , aku terpana dengan keadaannya, kuajak ke ruangan yang kosong,kupersilahkan duduk matanyasembab , biru ,memar sampai ke pelipis bagian kiri seluas kepalan tangan , sekilas sepertinya bengkak kena pukulan benda .Air matanya tak kuasa ia bendung, belum ada kata kata yang keluar dari mulut nya yang tipis.Perempuan itu berusia sekitar 33 th, kulitnya putih,hidungnya mancung, cantik, berjilbab berseragam PNS. “ Silahkan menangis Mba,tenangkan hati ,saya akan mendengarkan”.Sambil kupegang tangannya.Saya duduk berhadapan , jadi saya dengan jelas bisa melihat raut wajahnya yang kuyu,sedih,shock, dan menahan sakit.Ketika sudah mereda tangisannya ,saya mulai memberanikan diri bertanya : “ Mba luka di wajah itu kenapa ? Dia mulai bercerita “ Kemarin soresaya dipukulsuami ,wajah dan badan saya dibenturkan ke tembok“, sambil mengusap air mata.Bertahan semalaman , akhirnya memutuskan untuk datang ke rumah sakit pada pagi harinyauntuk memeriksakan diri. Alasan mengapa tidak langsung memeriksakan langsung setelah dipukul, alasannya karena malu,pusing , tidak ada yang bisa mengantar ke rumah sakit, secara fisik tidak mampu untuk berangkat sendiri. Ibu muda tadi melanjutkan ceritanya bahwa perbuatan suaminya dilakukan tidak sekali ini saja, sebelum ini sudah beberapa kali, tetapi hanya didiamkan,dan hanya didokumentasikan saja di handphonenya.Ketika tadi pagi periksa, oleh dokter pemeriksa di berikan rekomendasi agar si ibu tadi bertemu saya dulu, untuk mendapatkan jejaring informasi mengenai pelayanan korban KDRT.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun