Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi Artikel Utama

Google yang Gamang

5 Oktober 2020   11:57 Diperbarui: 5 Oktober 2020   16:18 1204 24
Menyebut nama Google, yang terlintas dengan cepat dalam pikiran kita adalah sebuah mesin pencari. Identitas -atau lebih tepatnya DNA- tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari perusahaan. Ia berpijak pada prinsip bahwa kebutuhan informasi akan melampaui semua batasan.

Mendapat kesukesan dari bisnis mesin pencari, Google terus mengembangkan produknya sampai sekarang. Fokus bisnisnya terhadap pengguna, membuat kita, manusia teknologi, menggantungkan hidup padanya.

Istilah "tanya sama mbah Google" adalah bukti bahwa ilmu pengetahuan semakin mudah dicari. Meski risiko distorsi informasi semakin menjadi-jadi, "mbah Google" tetap menjadi tempat bertanya segala hal duniawi.

Pengembangan produk milik Google berjalan semakin cepat. Keputusan mengakuisisi Android pada 2005 adalah hal tepat yang bisa membuatnya semakin menjadi raksasa. Dari Android inilah kemudian muncul layanan-layanan Google yang membuat pengguna menggantungkan hidup. Bahkan tak hanya itu, dari Android pula Pixel dilahirkan.

Pixel adalah ponsel pintar buatan Google sepenuhnya. Sebelum membuat Pixel, Google juga sudah menjajaki bisnis ponsel pintar melalui Nexus.

Berbeda dengan Pixel, dalam menggarap Nexus, Google hanya mengelola desain, pengembangan, pemasaran, dan dukungan perangkat. Sementara untuk urusan produksi, semua dilakukan oleh mitra OEM.

Pixel generasi pertama dirilis pada 2016 lalu, dan sejak saat itu pula Pixel dibuat dengan spesifikasi high-end demi menarik perhatain kalangan kelas atas. Chipset yang digunakan selalu Snapdragon seri 8, seri paling kencang di antara yang lain.

Sampai pada 2019 lalu, Google harus menelan pil pahit. Penjualan Pixel 3 dan Pixel 3 XL yang dirilis pada 2018 lalu, tidak mencapai kata "memuaskan". Laporan media teknologi Arstechnica mengatakan bahwa penjualan duo Pixel 3 bahkan lebih rendah dari Pixel 2.

Harga saat diluncurkan memang bisa dibilang cukup mahal. Pixel 3 dibanderol dengan harga 799 dollar AS atau Rp 12,1 juta (kurs 2018) dan Pixel 3 XL dibanderol 899 dollar AS atau Rp 13,6 juta. Harga ini lebih mahal ketimbang Pixel 2 ketika pertama kali dirilis.

Gagalnya Pixel 3 memenuhi ekspektasi penjualan, membuat Google berbenah diri. Sampai pada akhirnya mereka memutuskan untuk "turun derajat". Pixel 3A dan Pixel 3A XL meluncur pada pertengahan 2019 dalam ajang Google I/O.

Kedua Pixel tersebut dibanderol dengan harga yang "lebih murah", namun, dengan software kamera yang masih sama dengan Pixel reguler. Memang, sektor kamera menjadi andalan dari ponsel ini.

Pixel 3A dijual dengan harga setengah dari Pixel 3 reguler. Hasilnya, Google mengklaim bahwa penjualan Pixel versi "murah" memuaskan. Pada saat pertama kali diluncurkan, Google bahkan memberikan potongan harga dan bonus melimpah untuk mendongkrak penjualan.

Perubahan strategi ini berlanjut sampai Pixel 4A yang dirilis Agustus lalu. Namun, alih-alih strategi bisnis, Google terlihat gamang dalam menghadapi bisnis ponsel pintar.

Beberapa hari lalu, Pixel 5 diperkenalkan kepada publik. Ekpektasi adanya perubahan besar pada ponsel ini terkubur. Pixel 5 yang tanpa embel-embel huruf "A" di belakangnya, justru membawa spesifikasi kelas menengah.

Padahal tradisi Google, Pixel tanpa huruf "A" selalu membawa spesifikasi kelas atas, flagship sebutannya.

Pasar menengah memang menarik. Ada begitu besar permintaan di sana. Namun, beda dengan segmen atas yang hanya dikuasai segelintir pemain, pasar menengah justri lebih hiruk-pikuk, apalagi vendor asal China semakin menguasai di sana.

Absennya chipset kelas atas pada Pixel 5 mengundang mengundang sejumlah pertanyaan. Apakah Google sudah sadar betapa sulitnya bersaing di industri smartphone? Atau jangan-jangan Google sudah menyerah dengan ponsel kelas atas dan ingin "menjajah" segmen lebih bawah?

Pertanyaan tersebut tentu hanya Google yang bisa menjawab.

Namun, di sana, terlihat ada kegamangan yang memuncak. Ambisi Google untuk bersaing di industri ponsel flagship mulai diragukan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun