Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Nostalgia SMA, Cerita dari Masa Orientasi Siswa

7 Februari 2014   07:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:05 3009 0

.

Jalinan persahabatan tak ubahnya seperti benih yang disemai, butuh waktu dan proses, melewati masa-masa rentan terhadap godaan dan tantangan, sesekali ego menjilat-jilat hendak meretakkan ikatan, perlu kesabaran hingga akhirnya bunga nan indah merekah, sangat indah, harumnya semerbak sampaikan pesan damai.

Keberadaan seorang di suatu tempat akan selalu disusul oleh cerita, bisa tentang tangis, canda ataupun tawa, kelak semua itu akan menjadi kenangan tak terlupakan atau cerita nostalgia. Kita jarang menyadari, bahwa setiap interaksi di tempat itu, baik antara kita dengan teman, juga kita dengan lingkungan, akan terekam oleh tempat itu, sehingga tak jarang ketika kita menginjakkan kaki atau sekedar melintas pada waktu yang berbeda, kita terngiang-ngiang kejadian apa saja yang kita alami di masa lalu, tempat itu akan memutar rekamannya karena ada interaksi atau bisa dibilang "kontak batin", tak terkecuali Aku.

Kawan, inilah penggalan kisahku, kejadiannya adalah di sekolahku, SMAN 1 Terara Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur, NTB.

Senin, 11 Juli 2005, 6:30 a.m.

Sinar mentari pagi masih mengambang di antara awan-awan, puncak Rinjanimemanja berselimutkan kabut tebal, udara dingin berhembus menusuk-nusuk tulang jauh hingga ke persendian, burung-burung berarak tinggalkan sarangnya hendak menjemput rejeki.

“Ayoo..! dek!, yang baru datang cepaaat, cepaaat!..lariii!..larii!”

Seorang berteriak-teriak memegang megapon, dalam hitungan mundur kurang lima hitungan detik, langkahku terhenti secara tiba-tiba, “Creet..creeet” gesekan roda dengan rel berderak karena tidak pernah dilumasi sehingga agak berat ketika didorong oleh dua sosok berwajah sangar yang menutup rapat pintu gerbang sekolah, aku terlambat dua detik, saat itu juga, megaphone itu kembali menyalak mengiris-iris genderang telingaku, “Yang baru datang diam di situ, kalian sudah terlambat!!” berdiri gagah tak kurang dari 30 centi meter di depanku empat orang laki-laki dan dua orang perempuan, dengan sorot mata yang tajam seperti hendak memangsa kami.

Walau lewat setengah detik tetap terlambat, ini menunjukkan bahwa sekolah baruku ini sangat menjunjung tinggi aspek kedisiplinan, terutama soal waktu. Dua belas orang siswa baru dinyatakan terlambat, hanya satu orang perempuan, Farida nama di ID Cardnya, menciptakan fakta baru kaum perempuan lebih taat dari laki-laki, dan dia adalah pengecualian. Ku erlingkan mataku ke kiri kanan, Aku kaget “Astagfirullah, ternyata, kalian rupanya?”, “Iya bro,” (singkatan dari kata brother bahasa Inggris saudara, sapaan khas anak-anak muda) Nur’ain, Ivan, Gilang, Syukri dan Ihsan secara serentak menyahut, aiih kompak sekali, ada lima orang teman sekelasku di SMP dulu, bersekongkol untuk terlambat tanpa pernah direncanakan sebelumnya.

Hari itu adalah hari pertama dimulainya Masa Orientasi Siswa, disingkat MOS, di SMA Negeri 1 Terara. MOS adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih mengenal pengenalan lingkungan sekolah, guru-guru, pegawai sekolah, kakak kelas, ekstrakurikuler, metode belajar dan tentu saja membina keakraban di antara siswa baru, biasanya berlangsung selama tiga hari.

“Kalian,siswa baru,. sudah coba-coba datang terlambat!”

Seorang berperawakan kurang lebih 170 cm marah-marah membentakku, dari tampilannya kutaksir usianya kurang lebih satu atau dua tahun diatasku memakai baju yang terlihat berbeda dengan kami yang memakai baju seragam olahraga. Aha! segera aku tahu dari tulisan di baju dan ID card yang menguntai di lehernya, namanya Ishak, dia adalah kakak kelasku, pengurus OSIS: Organisasi Siswa Intra Sekolah, mereka dipercayakan oleh pihak sekolah untuk mengurus kegiatan MOS. Mereka adalah siswa-siswa pilihan dari kurang lebih lima ratus siswayang ada di SMA Negeri 1 Terara (kelas XII tidak diikutkan), jumlahnya dua puluh empat orang cuman, disiplin, tegas, cerdas-tangkas, bertanggung jawab, itulah kriterianya.

Keenam sosok tangguh itu berbalik arah berjalan menjauh tiga meter membelakangiku, membentuk lingkaran kecil mengelilingi dan berdiskusi dikomandoi oleh laki-laki yang mengenakan megaphone tadi yang belakangan aku tahu kalau dia adalah Kak Lalu Satria Budiman, sang ketua OSIS periode 2004/2005.

Putus-putus di pangkal telingaku, “Ssst...ita..kaa....sssi...,ssssst...,guuu..liiing,” kami dengan sedikit cemas menanti keputusan, yang pasti kami akan diberikan sanksi. Kerumunan itu membubarkan diri.

“Adik-adik yang terlambat, silahkan masuk, baris satu berbanjar, biasakan tinggi di depan, yang cewek paling belakang,” manis kata-katanya.

Dua belas orang itu membentuk satu banjar. “Paling cuman jalan jongkok,” ringan-ringan saja pikirku.

“Dalam tiga hitungan lepas atribut kalian!” cepat-cepat topi kompeni dari kertas manila, ID card, tas dari kantong plastik berwarna merah yang kami selempangkan berisi ATK dan permen lolipop kami lucuti satu persatu dari tubuh kami.

“Dari paling depan, khusus laki ambil posisi tiarap! Cewek sikap jongkok!”

Ternyata dugaanku meleset, lelaki tengik yang sejak aku datang tadi tak pernah kulihat senyum di wajahnya itu menyuruh kami yang laki tiarap, tak kenal kompromi, tatapannya penuh kebencian.

“Satu..dua..tiga..mulai!”

Kami berguling maju di jalan-jalan kecil paving block, menghubungkan antara gerbang dengan halaman utama sekolah. Satu meter pertama putaran kami masih terarah, dua meter seterusnya bumi terasa berguncang hebat seakan runtuh menimpaku, langit kadang diatas kadang di bawahku, pohon-pohon, batu-batu menghantam mukaku, bola mataku seakan keluar, perutku teriris, pusing tujuh kali tujuh keliling, empat puluh sembilan, makanan yang kutelan waktu sarapan di rumah, sari-sarinya belum diserap sempurna oleh tubuhku dipaksa keluar lagi, keringat dingin menjalar di sekujur tubuhku. Tubuhku menggelapar seperti ikan kekurangan oksigen, menggelinding, memotong lintasan tak beraturan seperti kereta keluar dari rel. Nafasku tersedak-sedak ditindih tubuh Ivan yang setengah sadar menahan pusing, sepatu ketsnya menutup lubang hidungku menyemprotkan bau pesing kaos kaki tak pernah dicuci satu minggu, membuat hidungku terasa mampet, bersin berkali-kali.

Nanar kulihat Nur’ain, terkulai lemah dibawah kakiku, tak sadar aku telah menindihnya, badannya telungkup, mukanya memerah mengilat bermandi keringat.

“Oeeeek..oeeeeek! crooot! croot!”

Mulutnya menganga menyemburkan cairan berwarna putih kekuning-kuningan, seperti Naga menyemburkan api dalam legenda, dia muntah. Bau anyir tak karuan menjalar diterbangkan angin ke segala penjuru.

Hanya Gilang setengah meter dibelakangku tidak muntah, mungkin karena telah terbiasa naik kapal laut penyebrangan ke Pulau Sumbawa, mukanya pias, megap-megap, hidungnya naik turun seperti banteng ngamuk, tangan kanannya mengusap-usap sesuatu di mukanya, ada cairan krim menempel, ditengadahkannya tangan itulalu diterawangnya.

“Hahahaa.! huaaa..haha!”

Tawa Ihsan meledak menghancurkan aroma ketegangan, sontak kami semua tertawa. Kak Ishak lelaki yang seperti tidak tahu cara tersenyum itu pun ikut tertawa meski agak belakangan dua detik, kali ini dia tak tahan mengunci mulutnya.

“Hahaha..ya sudah, kamu cuci muka dulu sana,” dia berbaik hati. Gilang berlarian menuju WC sekolah. Rupanya karena terlalu bersemangat Gilang tak sengaja menggilas cairan muntah Nur’ain.

Gilang yang habis-habisan kami tertawakan, sebenarnya adalah pahlawan kami, istilahnya man of the match dalampertandingan sepak bola, pahlawan bagi sebelas siswa baru terlambat, kejadian lucu (menurut kami) yang baru saja terjadi, tentu saja bagi Gilang kurang mengenakkan. Hal itu membuat kakak-kakak pengurus OSIS luluh hatinya sehingga hukuman dihentikan, kami belum pernah memberi walau sekedar ucapan terimkasih kehadapannya langsung, terimakasih banyak sahabatku, Gilang.

“Dek, pakai atribut kalian, silahkan bergabung dengan rekan-rekan yang lain,” kami dipersilahkan menuju halaman utama sekolah tempat diadakannya upacara pembukaan MOS Tahun Ajaran 2005/2006.

“Siaaap...! geraak!”

Upacara dimulai jam 07.00 tepat, berlangsung penuh khidmat.

Cicit cericit kawanan burung kecial kuning sayup-sayup menyapa telingaku, menari-nari penuh kegirangan di antara reranting pepohonan hijau nan rimbundi halaman sekolah,seolah bersuka cita menyambut kehadiran kami, seratus enam puluh orang pendatang baru.

[..]

Hari kedua

Seperti biasa kegiatan MOS diawali dengan pengarahan dari pihak sekolah, bisa Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru-guru mata pelajaran, Ketua OSIS, Ketua Pramuka, Ketua PMR, dan ketua apa saja yang sudah dilegalkan pihak sekolah.

“Selamat datang anak-anakku siswa baru yang berbahagia, patut disyukuri sebagai nikmat dari Allah SWT, bahwa, kita masih diberi kesempatan bertatap muka dalam suasana yang penuh kekeluargaan ini.”

Kali ini, bertindak selaku pemberi arahan adalah wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, disingkat Wakasis, singkatan ini pernah membuatku harus berlari dua putaran halaman sekolah sambil merayu dan bertanya pada para siswi apa itu wakasis di hari pertama MOS, waktu itu aku ditanya apa kepanjangan Wakasis oleh kakak kelasku, aku bingung, karena yang bertanya adalah petinggiOSIS, kak Birul namanya, spontan aku menjawab “WAKIL KEPALA OSIS,” lantas, dia memberikan ku hukuman. Adapun ciri-ciri dari Wakasis kami, sebagai berikut; pria dengan tinggi kurang lebih 160 centi meter atau bisa dikatakan agak pendek, berkulit cokelat terang, khas melayu, Indonesia kebanyakan, pandangan matanya teduh, penuh kewibawaan, selalu memakai kofiah, sehari-harinya beliau mengajar Biologi, sebelum memulai materi pelajaran kami berdo’a setelahnya beliau memberi wejangan-wejangan, nasihat-nasihat yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, Rasul akhir zaman, pembawa kesempurnaan Islam.

Pak Zainuddin S.Pd adalah tipikal “Guru favorit” kata kakak kelasku, yang jelas aku tidak suka membedakan guru-guru disekolahku, sebab penilaian itu bersifat relatif, kadang seseorang difavoritkan karena memiliki passion, kegemaran yang sama dengan sang pengidola, tapi aku benar-benar kagum dengan sosok guru satu ini, di kemudian hari beliau cukup banyak menginspirasiku.

“Anak-anak ku, kalian telah melewati proses yang cukup panjang, perlahan, tak terasa kalian telah memijakkan kaki di pelataran SMA Negeri 1 Terara, (menghela nafas) seperti pepatah mengatakan “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung” tentunya ada aturan yang harus ditaati disini, berlaku bagi seluruh siswa di sekolah ini, tanpa terkecuali. Saya yakin kalian bisa menaati segala aturan yang berlaku di sekolah ini, dengan harapan anak-anak adalah cerminan sekolah yang sama-sama kita banggakan ini, sesuai Motto sekolah kita, “SOPAN”, Serasi, Optimis, Prestatif, Andal, Netral. Bisa anak-anakku lihat pada tulisan di dekat gerbang, sewaktu kalian masuk.

Seragam kalian memiliki warna yang berbeda dengan di SMP dulu, di SMP kalian memakai pakaian putih biru, di SMA kalian akan mengenakan baju putih abu-abu, artinya kalian lebih dewasa satu tingkat dibanding kalian SMP dulu.

Di akhir pengarahannya Pak Zainuddin, S.Pd mengingatkan bagaimana ketegasan pihak sekolah dalam menegakkan aturan.

“Anak-anakku, kami tidak pernah setengah-setengah dalam mendidik kalian, kegagalan kalian adalah kegagalan kami juga, pihak sekolah. Daripada yang lain ikut terkontaminasi baiknya dikeluarkan, seperti salah seorang teman kalian, karena yang bersangkutan dari awal tidak pernah menunjukkan kepatuhannya terhadap aturan yang berlaku di sekolah ini, luar biasa, seorang siswa baru dalam masa orientasi, dengan berbagai pertimbangan dan hasil musyawarah guru, maka yang bersangkutan akan diberikan hukuman, paling berat dikeluarkan.”

Diawali do’a, satu persatu kegiatan MOS yang telah diprogramkan pihak sekolah dijalankan, latihan baris-berbaris, keliling ruang sekolah, pengenalan guru, permaianan, tebak-tebakan, lomba sendok kelereng, lomba lari karung, lomba terompah, hingga lomba orang kelaparan- lomba makan kerupuk.

Tapi, kata-kata terakhir itu tetap saja membayangi kami semua, pendatang baru. Harap-harap cemas, kadang rasa itu hilang karena permaian-permainan menghibur tapi akan cemas lagi, senang lagi cemas lagi, begitu seterusnya.

11.00 siang

Kakak-kakak pengurus OSIS mengarahkan kami kembali ke lapangan basket membentuh barisan,halaman utama sekolah kami multi fungsi, di sana ada garis-garis lapangan saling tindih, basket, voli dan arena sepak takraw, akan ada pengarahan menindaklanjuti penyampaian Wakasis tadi pagi. Apel pun dimulai ketika seseorang memberi aba-aba siap.

“Siaaap...! geraak!” ketua OSIS memberikan arahan.

Sementara pengarahan berlangsung, mendadak detak jantungku meningkat signifikan, jika tadinya sepuluh kilometer per jam naik seratus kilometer per jam, berbanding lurus dengan pikiranku, mengharu biru obsesiku jauh hingga ke awang-awang, Aku adalah asisten Andy F. Noya pemandu acara talkshow favoritku di MetroTV, aku bertanya-tanya sampai yang tak perlu dipertanyakan. “Siapakah di antara kami? Di kelompok mana? Siapa namanya? Pingsan kah dia nanti? Siapa yang akan menggotongnya? Ya Allah, seberat apakah pelanggaran yang dibuatnya hingga ia harus dikeluarkan? Bagaimana perasaan orang tuanya? Anak ke berapa dia? Malam apa, bulan apa ia dilahirkan? Berapakah NEM SMP-nya? Kemana ia akan pindah sekolah? Seberapa jauh rumahnya dari sekolah? Apa mimpinya tadi malam? Jam berapa dia berangkat tadi pagi? Pakai apa dia ke sekolah? Berapa tingginya? butir-butir pertanyaan itu membeku seperti bongkahan es, membuat kepala ku dingin sedingin antartika, Siapa pacarnya? terakhir Atau jangan-jangan itu Aku?

Hah... Tidaaaaaaak!.” spontan Aku menjerit sekencang-kencangnya, tak jelas, seperti kambing mengembek diguyur air. Semua menoleh dan meledekku karena kaget. “Huuuuuuu..haha,”

Aku telah mencuri perhatian mereka, menciptakan kegaduhan. Tapi, tidak sampai tiga kali tarikan nafas, barisan itu kembali tenang.

Bongkahan es itu meleleh, tumpah di sekujur tubuhku, seorang berjalan terlunta-lunta meninggalkan barisannya, langkahnya berat seberat bebannya kini, sungguh malang nasibnya, berdiri lemah lima depa di depan barisan kami, perempuan, sepertinya ku kenal. Iya, dia adalah satu-satunya perempuan yang terlambat bersamaku kemarin. Ketua OSIS membacakan surat keputusan rapat guru yang ditandatangani kepala sekolah, mukanya merah padam.

“Berdasarkan hasil keputusan rapat guru, (menghela nafas) dengan ini menyatakan bahwa; Nama: Farida, Nomor Induk Siswa: 8000325, diberhentikan sebagai siswa SMA Negeri 1 Terara, Kepala Sekolah, Tertanda; Drs. Hasanuddin.”

Kami semua, siswa baru merasa sedih atas apa yang menimpa salah seorang rekan kami, terutama Aku. Merasa sangat kehilangan, dia pergi sebelum sempat ku kenal lebih jauh, Aku bukan lagi asisten Andy F. Noya, Metro TV memutus kontrakku, dia tak mau mengakui ku, dia tidak mengenal ku. Aku dinilai gagal memandu acara padahal itu sangat dinanti-nantikan oleh pemirsa di seluruh tanah air. Pindah menjadi audien Kick Andy Show, disorot kamera hanya sebagai siluet sebelum dan sesudah jeda iklan, aku bosan jarang disorot kamera, maka aku melamar dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, hingga akhirnya diterima perusahaan per-film-an Bollywood, peranku kali ini adalah pemuda India bersedih meratapi nasibnya di lembah Sungai Gangga karena ditinggal pergi kekasihnya. Inti masalahnya adalah penasaran!

[..]

Kamis

Jika kemarin, kepalaku dijejali pikiran aneh-aneh, hari ini, hari keempat, rangkaian kegiatan MOS berakhir, belakangan aku mengetahui, perihal siswi yang dikeluarkan itu hanyalah sandiwara, yang diskenariokan pihak sekolah sebagai pelajaran bagi kami. Sekarang aku mulai fokus, Aku melihat Ayah, Ibu dan Adik-adikku, untuk dua pertama; Aku harus memberikan hasil terbaik, untuk Adikku: Aku adalah contoh bagi mereka.

Aku bersiap mengenakan seragam putih abu-abu menjalani pendidikan tiga tahun lamanya di balik gerbang sekolah, SMA Negeri 1 Terara. Memintal peristiwa, merajut sejuta kenangan, sangat indah untuk diceritakan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun