Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen | Ketika Aku Mencintai Api (2)

21 Agustus 2019   10:00 Diperbarui: 19 November 2020   22:51 81 3
Aku menimpuk kepalanya dengan hape, menyuruhnya diam. Suaranya keterlaluan. Aku tidak mau orang lain ikut tahu. Bisa repot. Pasti semuanya ingin berkunjung ke kedai kopi depan hotel tengah malam nanti. Lalu hilanglah kesempatanku mengobrol dengan Ke.

"Dasar ribut! Jangan keras-keras, nanti orang lain tahu."

Jef menatap mataku selama sedetik lalu menyeringai, "Aku baru tahu kau posesif."

Ia menyandarkan punggungnya ke kursi dan bersedekap lalu melanjutkan, "Oke, aku akan tutup mulut dan membiarkanmu mengejar gadis itu. Aku tidak akan mengganggumu."

"Serius? Kukira kau bakal memaksa ikut nanti tengah malam."

"Ar, sudah dua tahun sejak kau berpisah dengan pacarmu. Aku sudah lama tidak melihat binar cinta di matamu lagi. Jatuh cintalah, berbahagialah, jadilah orang normal."

"Jef, kau mabuk ya? Sejak kapan omonganmu jadi seperti ini?"

Orang yang ditanya mengernyit, "Dimana-mana kalau orang mabuk itu omongannya kacau. Jelas-jelas omonganku ini bijaksana. Mana mungkin mabuk."

Tanpa sadar aku tersenyum kecil. Jef benar. Jatuh cintalah dan jadi orang normal. Barangkali Ke akan menjadi penyelamat dari traumaku jatuh cinta.

"Nah itu kau yang mabuk. Senyum-senyum sendiri kayak orang gila...."

------------------------------

Ke sudah menunggu. Duduk manis di kursi dekat meja kasir. Ibunya tak terlihat di dekatnya, begitu pula anjingnya. Senyum manis merekah di bibirnya yang merah muda seperi mawar mekar tatkala melihatku menyeberang dari hotel menuju kedai. Kurasakan jantungku berdegup kencang di balik jumper biruku.

"Ari Lasso!" Suara renyahnya menyambutku, bahkan sebelum aku sempat membuka mulut menyapanya.

"Hai fansku, mau minta tanda tangan?"

Tawa manisnya meledak, memenuhi telingaku. Astaga itu adalah suara terindah yang kudengar hari ini.

"Kau lucu. Sudah lama aku tidak tertawa seperti ini."

Pujiannya membuat jantungku berdebar tambah keras. Kupikir bakal copot.

"Kau mau pesan apa?" Suara Ke memecah lamunanku.

"Maksudnya?" Tanyaku seperti orang linglung.

Ke memutar bola mata, geli, "Tujuan orang datang kesini untuk memesan kopi. Namanya saja kedai kopi."

"Ah... ya, aku mau pesan...." Aku mencoba mengingat daftar menu kopi, namun entah kenapa otakku benar-benar buntu.

"Tak usah," sela Ke cepat, "Aku tahu kau tidak ingin memesan kopi. Kau kemari hanya ingin menemuiku."

Aku nyaris ternganga. Gadis satu ini benar-benar percaya diri mengungkapkan apa yang dipikirkannya.

"Jadi, ceritakan padaku, bagaimana liburanmu hari ini di Bali?"

Kami mengobrol dan mengobrol. Jarum jam terus berputar. Peduli amat ini jam berapa. Aku sedang menikmati keberadaannya di sisiku. Semakin lama kami mengobrol, semakin dalam aku jatuh dalam relung-relung bernama asmara.

Perasaan ini datang terlalu cepat. Apakah yang kurasakan ini salah? Setelah sekian lama tidak berani merasakan perasaan ini.... Tidak, aku yakin aku tidak salah. Ke telah menyembuhkanku. Ke penyelamatku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun