Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cerpen Sri Patmi: Suara Mesin Charlie Chaplin

7 November 2021   21:57 Diperbarui: 7 November 2021   22:03 106 5
Hari ini masih hujan belum reda. Ia menggulung lagi celananya yang sudah basah kuyub. Masih belum reda kemarahannya sudah diguyur lagi dengan cipratan dari motor yang ngebut disepenjang jalan trotoar yang seharusnya menjadi hak bagi para pejalan kaki. Dibuang puntungan rokok yang sudah dihisap berkali-kali dalam genangan air kotor akibat aliran deras air yang mengerosi tanah. Dari bahasa kakinya yang gontai, sepertinya ia ragu untuk bertindak atas nama pribadi. Sudah lama ia terus menggandrungi dirinya yang tak utuh menjadi manusia biasa. Kata orang, manusia ini memang sedikit gila karena memang hal yang tidak wajar, bukan kepantasan tetapi masuk akal bagi para penggenggam logika penalaran. Setibanya ia di proyek, ia sudah harus melantangkan suaranya lagi. Sesekali ia harus menggebrak meja untuk menggetarkan urat syaraf para bawahannya yang mulai kehilangan taraf. Bawahannya seakan sudah terbiasa bahkan menganggap manusia ini sudah sinting, kerjanya setiap hari hanya marah-marah. Hidup di Jakarta memang keras. Apa saja bisa jadi masalah. Diam dianggap pasif, lantang dibilang subversif, keras dikira kurang manusiawi, lunak dianggap tak berprinsip. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun